Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Residensi Pemajuan Budaya 2024 Perkuat Kolaborasi dan Diplomasi Budaya

Despian Nurhidayat
19/8/2024 14:30
Residensi Pemajuan Budaya 2024 Perkuat Kolaborasi dan Diplomasi Budaya
(DOK METROTV)

KEGIATAN Residensi Pemajuan Kebudayaan (RPK) 2024 yang berlangsung dari 1-27 Agustus 2024 di tiga daerah yaitu Yogyakarta, Pekanbaru, dan Cirebon yang diinisiasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) melalui Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (Direktorat PTLK) berlangsung dengan baik.

Residensi Pemajuan Kebudayaan 2024 sendiri merupakan program yang bertujuan untuk memperkuat kolaborasi dan diplomasi budaya antara pelaku budaya nasional dan internasional, sekaligus memperluas jejaring budaya Indonesia di tingkat global. Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Restu Gunawan mengatakan kegiatan Residensi Pemajuan Kebudayaan berjalan baik berkat kolaborasi banyak pihak.

“Ini kolaborasi dari berbagai pihak, tentu program ini tidak bisa berjalan baik tanpa kerja sama banyak pihak. Di sini ada maestro yang meluangkan waktunya, tenaganya, pikirannya untuk membimbing generasi muda ini untuk melestarikan kebudayaan,” ungkapnya, Senin (19/8).

Baca juga : Pameran ‘Rempah dan Kita’, Upaya Perkenalkan Keragaman Serta Fungsi Rempah Nusantara 

Restu mengatakan terdapat tiga hal penting yang menjadi tujuan kegiatan ini. Pertama, hal ini berkaitan dengan urusan perlindungan kebudayaan “Karena bagaimanapun juga kebudayaan ini harus diregenerasi kepada generasi berikutnya. Kedua ini adalah penghormatan kita kepada para maestro yang telah mendedikasikan waktunya, tenaganya dan pikirannya untuk melestrikan kebudayaan,” ujar Restu.

Yang ketiga, menurut Restu, untuk pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan, pihaknya menyerahkan kepada para seniman-seniman peserta Residensi Pemajuan Kebudayaan, jika akan menggelar kolaborasi kesenian antarnegara, di akhir pelaksanaan RPK 2024.

Salah satu peserta RPK 2024, Rania Khaled Hussein, peserta dari Mesir, mengatakan sangat menikmati kegiatan RPK yang dikemas dengan menyenangkan. “Sangat menyenangkan ikut kegiatan ini, kami bisa bersahabat dan berkolaborasi dengan teman-teman dari berbagai negara, dan saya memperoleh perspektif baru dari kebudayaan Indonesia yang luar biasa ini,” kata dia.

Baca juga : Para Pelaku Budaya Internasional Antusias Pelajari Kebudayaan Indonesia

 

Kedekatan budaya

Di lain pihak, Musisi blasteran Yogyakarta-Australia, Aryo Hall yang berasal dari Australia terlihat begitu antusias ketika bisa mendapatkan pengetahuan baru tentang keberagaman seni budaya Indonesia.

Baca juga : Kolaborasi Pelaku Budaya Indonesia dengan Internasional untuk Pemajuan Kebudayaan Indonesia

Musisi blasteran Yogyakarta-Australia itu mengaku memiliki kedekatan budaya dengan Indonesia dan telah mempelajari musik karawitan khas Jawa, Sunda, dan Bali selama mengikuti program darmasiswa di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Kali ini ia berharap bisa belajar lebih banyak tentang musik dari Indonesia, utamanya dari Riau.

"Musik Riau berbeda sekali dengan Jawa. Saya ini setengah Yogyakarta, jadi sudah belajar juga tentang karawitan dan sebagainya, tetapi alat musik calempong ini menarik. Ada kehidupan di balik musiknya dan layak untuk dikenalkan lebihluas," tuturnya.

Selain itu mereka juga mempelajari tradisi lisan di Kampar, Riau, yang disebut Koba atau bokoba, yakni tradisi lisan jenis cerita yang disampaikan dengan cara bernyanyi.

Baca juga : Membangun Kecintaan Musik Tradisional melalui Recaka Musik Lampung

Salman Azis menjadi salah satu pelatih dalam kegiatan Residensi Pemajuan Kebudayaan 2024 di Riau dengan tema Musikalisasi Pantun dan Tradisi Lisan. Selain Salman, ada Taslim bin Faham dari Rokan Hulu yang juga didapuk sebagai pelatih.

Cerita koba berisikan tentang kehidupan, alam, makhluk halus dan makhluk-makhluk ajaib, dewa, kayangan, ketampanan dan kecantikan, keperkasaan, dan terkadang diselingi kisah lucu.

Setiap koba memiliki irama dendang masing-masing, seperti di wilayah Rokan (Hulu dan Hilir) terkenal gaya rantau kopar yang mendayu dan merayu.

Di program ini mereka nantinya akan mengalihwahanakan sastra lisan pantun ke musik, dengan dipandu oleh Rino Dezapaty, komposer sekaligus director Riau Rhythm.

"Harapan kita dari hasil residensi ini, mereka akan membuat musik dengan metodologi baru, dengan proses penciptaan gaya baru," kata Rino Dezapaty.

Rino melanjutkan, targetnya adalah para peserta mampu membuat komposisi musik baru berdasarkan riset yang mereka lakukan selama residensi. Menurutnya penting bagi komposer untuk memadukan imajinasi dan riset yang nantinya diterapkan dalam membuat komposisi musik.

Untuk peserta residensi yang berlokasi di Cirebon, mereka mempelajari Tari Topeng Losari di bawah asuhan Nur Anani M. Irman, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Nani Topeng Losari. Dia merupakan generasi penerus ke tujuh Tari Topeng Losari yang diwariskan langsung dari nenek kandungnya atau generasi ke lima bernama Dewi dan generasi ke enam adalah Sawitri. Selain mempelajari, para peserta diharapkan dapat mengembangkan kesenian tersebut ke level berikutnya.

Adapun para peserta yang berlokasi di D.I. Yogyakarta mempelajari Olahraga Tradisional Jemparingan. Jemparingan merupakan salah satu tradisi Yogyakarta sejak zaman Kerajaan Mataram, yang berbentuk panahan. Kegiatan ini termasuk dalam 10 Objek Pemajuan Kebudayaan berupa olahraga tradisional.

Berbeda dengan olahraga panahan pada umumnya di mana posisi pemanah harus berdiri, dalam jemparingan, pemanah atau yang biasa disebut penjemparing harus duduk saat membidik.

Dalam kegiatan di Yogyakarta, para peserta didampingi oleh Jemparingan Langenastro, sebuah komunitas atau paseduluran olahraga panahan tradisonal yang berpijak pada tradisi dan budaya Yogyakarta.

Komunitas Jemparingan ini merupakan salah satu komunitas tertua di Yogyakarta yang berdiri pada 18 Maret 2012 atas inisiatif warga kampung Langenastran Yogyakarta yang ingin menghidupkan kembali tradisi sembari berolahraga dan berolahrasa.

Penamaan komunitas mengambil dari nama Bregada Langenastro (nunggak semi) yang dulu tinggal di Kampung Langenastran. Nantinya para peserta akan mengadaptasi olahraga tradisional jemparingan menjadi ragam bentuk seni pertunjukan yang baru.

Kegiatan RPK ini merupakan bentuk pelaksanaan pembinaan yang termuat dalam salah satu di antara empat aspek penguatan tata kelola kebudayaan lainnya, yakni pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan. Target pembinaan adalah para pelaku budaya dan komunitas budaya, baik dalam negeri maupun luar negeri, bersama para ahli dalam bidangnya.

Program RPK 2024 dilaksanakan di tiga lokasi pelaksanaan yaitu Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK), yaitu Tari Topeng Losari, Cirebon, Jawa Barat; Musikalisasi Pantun dan Tradisi Lisan, Pekanbaru, Riau; dan Olahraga Tradisional Jemparingan, D.I. Yogyakarta.

Pelaku budaya internasional yang berpartisipasi dalam program itu berasal dari Australia, Meksiko, Italia, India, Kanada, Amerika Serikat, Brunei Darussalam, Belanda, Malaysia, Kolombia, India, Ekuador, Thailand, Yunani, Mesir, Filipina, Yordania, dan Polandia. Mereka berkolaborasi dengan pelaku budaya nasional yang telah terseleksi, berjumlah 30 orang, di ketiga tempat tersebut bersama para ahli di masing-masing bidangnya.

Hasil pembelajaran kesenian dan tradisi di tiap lokasi ini nantinya akan dikembangkan menjadi karya-karya kolaboratif dari seluruh peserta. Mereka nantinya akan menampilkannya dalam bentuk karya seni pertunjukan yang dapat diakses langsung oleh masyarakat di Halaman Museum Fatahillah Kota Tua Jakarta, pada 31 Agustus 2024 mendatang. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya