Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PARTAI NasDem memandang sudah saatnya industri perfilman menggambarkan perempuan secara ‘adil’. Tak melulu soal parasnya, tetapi juga bagaimana pikiran dan daya juangnya merespons tantangan hidup.
Demikian disampaikan Politisi Partai NasDem Eva Sundari seusai acara Bedah Novel dan Film ‘Gadis Kretek’ di Auditorium Perpustakaan Panglima Itam, NasDem Tower, Jakarta Pusat, Jumat (5/4).
“Kalau istilah Bung Karno perempuan itu cantik tapi tolol ya, itu patriakinya di situ. Nah, ini film ndak terjebak di situ, bahwa perempuan itu berdaya, tidak menggambarkan kecantikannya, kelemahannya, itu tidak ada gambarannya. Jadi, bagaimana perempuan merespons tantangan hidup itu dengan cerdas dengan tangguh,” papar Eva.
Baca juga : Ahmad Sahroni Minta Kasus Pelecehan Seksual terhadap Anak Diprioritaskan
Hadir juga dalam kesempatan itu, Sekretaris Jenderal Partai NasDem Hermawi F Taslim, sebagai narasumber lainnya: Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan dan Nafs Urbach. Forum dimoderatori oleh Shanti Ruwyastuti.
Eva mengaku senang dengan genre Gadis Kretek yang keluar dari mainstream perfiliman Indonesia selama ini yang cenderung merendahkan perempuan.
“Saya melihatnya realitas perempuan yang terakhir itu bahwa perempuan itu berdaya, ekspektasinya saja lebih panjang dari laki-laki. Jadi, penggambaran film yang sekarang ini dominan, dulu belum menggambarkan perempuan apa adanya,” papar Eva yang juga Direktur Institut Sarinah ini.
Lebih lanjut, ke depan, Eva menekankan, industri perfiliman harus menampilkan ‘perempuan apa adanya’. Misalnya, bisa mengangkat soal realitas perempuan dan kontribusinya yang riil di kehidupan sosial masyarakat, itu menurut Eva lebih mendidik.
“Jangan sampai meracuni pemikiran para penonton bahwa kita ini (perempuan) tidak berdaya, kita ini emosional, karena realitasnya sebaliknya dari itu. Jadi, film-film berbasis realitas seperti Gadis Kretek itu yang harus diapresiasi dan para perempuannya harus kritis,” tandas Eva. (Z-8)
“Saya harap ini dapat menjadi awal bukan saja diakuinya industri kreatif Indonesia, tetapi juga karya-karya kreatif dari Asia Tenggara."
Gadis Kretek menang penghargaan Best Miniseries setelah mengungguli sejumlah drama korea (drakor) populer seperti Moving, The Worst of Evil, hingga Daily Dose of Sunshine.
Film Gadis Kretek menghadirkan cerita tentang cinta, keluarga, dan sejarah industri rokok kretek di Indonesia. Serial ini memperluas jangkauan cerita dari novel ke layar televisi
Selain menulis novel, Ratih Kumala juga menulis skenario film dan drama televisi.
Dian Sastrowardoyo ingin mengubah paradigma bahwa kebaya bukan pakaian yang menunjukkan status dan hanya dipakai untuk bermewah-mewahan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved