Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
KOTA Bandung atau yang dikenal dengan julukan Paris Van Java, kerap kali meninggalkan kesan tersendiri bagi para pelancong maupun warga yang sudah menetap sejak lama.
Bahkan, julukan tersebut menjadi masyhur ke seluruh dunia. Salah satu jalan yang paling tersohor di Kota Kembang karena keunikan dan sejarahnya ialah Jalan Braga.
Seorang penulis Foggy FF merefleksikan secara filosofis terkait kepingan-kepingan kisah warga Parahyangan dengan balutan tangis dan tawa dalam buku terbarunya yang bertajuk Braga at Paris Van Java.
Baca juga: Tropical Night di Vue Palace Artotel Curated Bandung Sambut Tahun Baru
Buku fiksi karya ketiga Foggy ini berhasil membawa suasana cinta, problematika, dan harapan besar kepada para pembaca mengenai sejarah Braga. “Bersama cerita manis para pejalan kaki, penjual lukisan, dan hampar andesit yang dipijak, kisah ini bermula,” ungkap Foggy kepada Media Indonesia.
Foggy membeberkan alasan memilih Braga sebagai sumber kekuatan buku lantaran dirinya lahir dan besar di Kota Bandung. Selain itu, Braga merupakan trendsetter kota Bandung dan menjadi simbol keberagaman budaya dan problematika.
Baca juga: Perkumpulan Penulis ALINEA Luncurkan Serial Buku Anak “Bumiku Kelak”
“Kalau mau melihat kultur Bandung yang beragam, miniaturnya tuh ya di kawasan ini,” terang Foggy.
Adapun buku Braga at Paris Van Java ini menceritakan tentang kepergian seorang tokoh di tanah Pasundan bernama Acep Maris, yang meninggalkan anak istrinya dalam keadaan berduka.
Konflik terjadi ketika si anak tengah, yang menjadi tokoh cerita dalam novel ini merasa harus meregenerasi nama besar abahnya (semacam legacy).
Selain ia merasa terbebani, juga banyak hal yang ia sadari bahwa kondisi Bandung hari ini itu berbeda dengan kondisi waktu ia kecil. Kacamata berpikirnya meluas, ia menyadari bahwa Bandung itu tak hanya sarat akan romantisme sejarah saja, tapi juga banyak problem yang dihadapi kota ini.
Ia bertemu dengan tokoh pendatang yang ternyata memiliki kecintaan terhadap kota ini, melebihi warga kotanya sendiri. “Di sinilah ia berpikir bahwa, Bandung itu tak hanya batas-batas geografis, topografi, toponimi. Tapi juga sebuah sinergi dari berbagai unsur, ya pendatang, ya pemangku kebijakan, ya warganya banyak hal,” ungkap Foggy.
Foggy menjelaskan tokoh utama dalam buku Braga at Paris Van Java ialah Anneke Maris. Anneke adalah putri seorang budayawan sunda yang menikah dengan seorang perempuan berketurunan Belanda, namun amat mencintai kota Bandung sebagai bagian dari jiwanya. Karena ibunya yang blasteran dan sejak kecil tinggal di Bandung.
Seperti tokoh-tokoh lain dalam setiap kisah novel, Foggy mengemukakan tokoh utama yang ia bangun mengalami proses transformasi. Dari yang tadinya Anneke merasa terbebani dengan nama besar abahnya.
Hingga akhirnya dia menemukan rasa kecintaan, rasa tanggung jawab, dan harapan tentunya untuk kota Bandung ini, lewat teman-teman yang begitu peduli dari berbagai lini profesi. Dan tergabung di sebuah komunitas pecinta lingkungan, komunitas peduli budaya dan pemerhati banguna-bangunan heritage.
Foggy menjelaskan bahwa buku tersebut tak hanya menyuguhkan romantisme yang indah dan berbunga-bunga tentang Kota Bandung. Tapi juga sebuah tamparan dan kenyataan bahwa Bandung tak lagi sama.
“Bandung tak cuma romantisme sejarah dan perasaan overproud terhadap budaya lokalnya saja. Permasalahan kemacetan, pengelolaan sampah, angka kejahatan juga turut disorot dalam novel ini,” ujar Foggy.
Melalui buku Braga at Paris Van Java, Foggy ingin pembaca dapat memandang kota Bandung bukan hanya sebatas perasaan cinta yang berlebihan tanpa memberi kontribusi dan edukasi terhadap masalah yang kasat mata.
“Ya kemacetannya, ya masalah sampah, penanggulangan kejahatan di area-area publik dan pelecehan seksual di dalam kendaraan umum,” tegasnya.
“Serta satu lagi yang paling utama, bagaimana kita bisa connecting the dot. Mengelaborasikan berbagai macam elemen yang punya kelebihan di bidangnya, dari personal, komunitas, pemerintahan, dan mampu bekerja sama demi membangun atmosfer Bandung yang lebih baik dari kemarin,” pungkasnya. (RO/Z-7)
Lebih dari sekadar karya tulis, buku karya Connie Rahakundini Bakrie ini adalah seruan dan ajakan untuk membangkitkan kesadaran kolektif bangsa akan makna sejati berbangsa dan bernegara.
Hingga Juni 2024, telah disalurkan 490 Al-Qur’an dan 13.790 buku tulis ke sekolah-sekolah dasar di wilayah Tangerang.
Buku ini bukan hanya kumpulan resep, melainkan potret kehidupan harian masyarakat Indonesia dari sudut pandang kuliner.
ASTA Index mengatasi keterbatasan metode pengukuran konvensional yang hanya fokus pada indikator makro.
Buku tersebut merupakan bagian dari komitmen dan kontribusi IFSR dalam mendukung pelaksanaan MBG yang telah ditetapkan sebagai program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
Literasi digital tak hanya mampu menggunakan perangkat tetapi juga tentang mampu mengevaluasi informasi secara kritis.
Memperingati Hari Internasional Berbicara Seperti Bajak Laut, berikau 11 tokoh bajak laut fiksi yang mendunia.
Kuis Siapa Kamu di Serendipity's Embrace? adalah jenis kuis kepribadian yang dirancang untuk mengidentifikasi karakter fiksi atau persona yang paling mirip dengan sifat atau kepribadian
Pameran baru mengenai fiksi kejahatan mengungkapkan mesin ketik dan naskah terakhir Hercule Poirot karya Agatha Christie, yang disimpan dalam brankas selama puluhan tahun.
Para pecinta kecerdasan buatan (AI) bertaruh bahwa teknologi ini akan membantu memecahkan masalah terbesar umat manusia, mulai dari perang hingga pemanasan global.
NETFLIX akan menghadirkan serial Korea terbaru berjudul Parasyte: The Grey yang mulai tayang pada 5 April 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved