Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
PENYEBARAN informasi tentang urgensi dan pentingnya kesadaran hemofilia oleh pemangku kepentingan dan masyarakat menjadi penting. Harapannya, hal itu dapat mewujudkan akses lebih luas bagi para penyandang hemofilia. Karena itu, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) mengadakan simposium nasional yang akan berlangsung pada 21-22 Juli 2023 di Jakarta.
Ketua HMHI Prof. Dr. Djajadiman Gatot, Sp.A(K) menyampaikan organisasinya sebagai wadah untuk komunitas penyandang hemofilia dan tenaga medis terkait berkomitmen meningkatkan pemahaman tenaga medis tentang diagnosis dan tata laksana terkini untuk hemofilia dan kelainan darah. "HMHI juga berupaya memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar penanganan hemofilia dapat ditingkatkan secara optimal di Indonesia. Tidak berhenti di situ, kami juga meningkatkan kesadaran masyarakat umum tentang pentingnya peningkatan penanganan hemofilia ini," ujar Djajadiman.
Ketua Simposium Nasional HMHI Dr. Fitri Primacakti, Sp.A(K) mengatakan simposium nasional ini berfokus pada diagnosa dan profilaksis dosis rendah serta mengedukasi keluarga, penyandang hemofilia, dan masyarakat luas tentang hemofilia dan penanganannya, termasuk pengobatan inovatif yang dapat memberikan penanganan yang optimal bagi penderita hemofilia. Sebelumnya, HMHI melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan awareness hemofilia, edukasi dan pelatihan untuk dokter dan tenaga kesehatan lain, termasuk edukasi untuk penyandang hemofilia dan keluarga, yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan berbagai pihak baik internasional, nasional maupun lokal.
Baca juga: Hemofilia, Penyakit Genetik yang Bisa Sebabkan Anak Alami Disabilitas
World Federation of Hemophilia (WFH) dan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tatalaksana Hemofilia saat ini merekomendasikan terapi profilaksis untuk pasien hemofilia A sebagai pilihan utama. Banyak studi menunjukkan efektivitas terapi profilaksis yang lebih tinggi dibandingkan terapi on demand untuk menurunkan kejadian perdarahan, bahkan biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan jangka panjang. Sayang, tidak semua pilihan terapi profilaksis yang tersedia dijamin dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau menghadapi berbagai keterbatasan dalam implementasinya.
PNPK pada 2021 merekomendasikan pemberian konsentrat faktor pembekuan darah dosis rendah sebagai terapi profilaksis. Terapi dengan pendekatan profilaksis diberikan sebelum terjadi perdarahan dan bertujuan mencegah terjadinya perdarahan. Sedangkan terapi on-demand ialah terapi setelah perdarahan terjadi dan bertujuan menghentikan perdarahan.
Baca juga: Ini Tantangan Penyediaan Perawatan Hemofilia di Indonesia
Djajadiman menjelaskan meski PNPK sudah mengadopsi pengobatan inovatif, pengobatan pasien masih bergantung dari kebijakan dan kondisi masing-masing rumah sakit. "Akibatnya, pasien tidak bisa mendapatkan pengobatan yang optimal dan sangat bergantung dari rumah sakit yang menanganinya," ujar Djajadiman.
Tantangan lain terkait pembiayaan pengobatan. Hemofilia tergolong penyakit yang diderita seumur hidup sehingga pembiayaan menjadi kendala terbesar bagi pasien. Penyakit keturunan yang mengganggu proses pembekuan darah ini merupakan salah satu dari delapan penyakit katastropik yang dijamin JKN dengan jumlah kasus serta biaya yang terus meningkat setiap tahun. Data Profil Kesehatan Indonesia Kementerian Kesehatan pada 2021 menyebutkan pembiayaan hemofilia mencapai lebih dari Rp500 miliar.
Dokter Spesialis Anak, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), DR. Dr. Novie Amelia Chozie, Sp.A(K) menambahkan pengobatan inovatif tidak selalu identik dengan biaya tinggi. Terdapat pengobatan inovatif yang lebih baik dari segi manfaat, tetapi juga lebih efisien dari segi total biaya perawatan yang tidak hanya terkait biaya obat. "Satu studi lokal menggunakan pendekatan model simulasi mengenai pemberian profilaksis dengan obat inovatif emicizumab terbukti menghemat anggaran negara sebesar Rp51 miliar dalam waktu 5 tahun dibandingkan dengan tanpa emicizumab," jelas Novie.
Dari sisi pembiayaan, penting untuk membangun sinergi antarlembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat, agar transformasi kebijakan JKN yang tengah berlangsung dapat memperluas akses penyandang hemofilia dalam mendapatkan perawatan yang sesuai standar. Soalnya, jumlah penyandang hemofilia di Indonesia mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir menjadi sekitar 25.000, tetapi hanya sekitar 10% yang terdiagnosis.
Tengok saja, Anisah, 42, orangtua dari anak penyandang hemofilia. "Ketika masih menggunakan pengobatan on-demand, Aryo harus ke rumah sakit untuk disuntik minimal 10 hari sekali dan memiliki batasan ketika berkegiatan. Setelah menggunakan Emicizumab, Aryo hanya perlu melakukan penyuntikan sekali dalam sebulan di rumah sakit dan tidak pernah mengalami keluhan apapun. Aryo juga bisa bermain dan beraktivitas layaknya anak seumurannya. Saya sebagai orangtua juga merasa lebih tenang," katanya. Anisah kemudian menyampaikan harapannya untuk anak-anak penyandang hemofilia lain agar bisa mendapatkan pengobatan yang sama dengan Aryo. (RO/Z-2)
Aktris asal Korea Selatan, Kang Seo Ha, meninggal dunia di usia 31 tahun. Sebelum meninggal, Kang Seo Ha berjuang melawan kanker lambung.
Hari Hepatitis Sedunia dirayakan setiap tanggal 28 Juli sebagai aksi global untuk menunjukkan perhatian terhadap hepatitis yang masih menjadi risiko besar bagi kesehatan masyarakat.
Jepang dikenal luas sebagai salah satu negara dengan masyarakat tersehat di dunia.
Kemenkes mengingatkan masyarakat agar siaga terhadap berbagai penyakit yang bisa muncul saat peralihan musim seperti saat ini, salah satunya demam berdarah dengue atau DBD
Banjir tengah melanda berbagai daerah di Indonesia, tidak terkecuali Jabodetabek. Hal itu menimbulkan dampak yang berbahaya bagi masyarakat, khususnya penyebaran penyakit leptospirosis.
Hipertensi, hingga kini, masih menjadi penyebab utama penyakit kardiovaskular dan kematian dini di seluruh dunia.
KETUA Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, menegaskan bahwa capaian kinerja BPJS Kesehatan pada tahun 2024 menjadi titik penting dalam perjalanan Program JKN menuju fase maturitas.
Jumlah peserta JKN di Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar) hampir mencapai 100 persen, tetapi hingga hingga Juni 2025, sekitar 20 persen warga yang saat ini tidak bisa berobat akibat nonaktif
Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene menyebut banyak pasien diminta meninggalkan rumah sakit masih dengan selang di hidung untuk makan.
BPJS Kesehatan tegaskan tidak ada pembatasan pelayanan dalam penanganan Demam Berdarah Dengue dalam program JKN.
Kerja sama yang akan dibangun antara BPJS Kesehatan dan Kemenkum ini juga dapat mendukung perluasan cakupan kepesertaan Program JKN.
BPJS Kesehatan kembali menghadirkan Posko Mudik 2025 untuk mendukung kenyamanan dan kesehatan para pemudik JKN maupun masyarakat umum.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved