Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menuturkan kasus revenge porn atau pornografi balas dendam kerap dialami oleh anak-anak di usia sekolah.
Merujuk hasil penelitian yang dilakukan ECPAT Indonesia di tahun 2021 ditemukan sebanyak 848 kasus Eksploitasi Seksual Anak (ESA). Pencabulan 67% atau 572 kasus, prostitusi anak 13% atau 107 kasus, persetubuhan 12% atau 102 kasus, pornografi anak 3% atau 27 kasus, sodomi 2,5% atau 22 kasus, perdagangan anak untuk tujuan seksual 11 kasus, perkawinan anak 4 kasus dan pelecehan seksual sebanyak 3 kasus.
Dari data itu pula, ditemukan ada 822 laki-laki sebagai pelaku eksploitasi seksual anak, dan 66 perempuan di tahun 2021. Laki-laki menduduki urutan tertinggi yaitu 93% dan perempuan 7 %. Rata-rata laki-laki menjadi pelaku pada kasus persetubuhan, pencabulan, pelecehan seksual, sodomi dan pornografi. Sedangkan jenis kelamin perempuan menjadi pelaku prostitusi anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual.
Baca juga : Revenge Porn Marak di Twitter
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar menegaskan kekerasan seksual berbasis gender online (KBGO) seharus sudah bisa diatasi dengan baik setelah adanya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Baca juga : Apa Itu Revenge Porn dan Hukumnya di Indonesia
“Kasus revenge porn dan sejenisnya itu bisa digunakan tiga peraturan sekaligus. Apalagi kalau korbannya anak, misalnya. Maka UU yang bisa dipakai itu UU Perlindungan Anak, UU Pornografi dan UU TPKS. Dari sisi regulasi kita sudah lengkap. Seharusnya kita sudah bisa antisipasi kejahatan seperti ini,” jelas Nahar kepada Media Indonesia, Kamis (29/6).
“Perbuatan kekerasan seksual berbasis elektronik dapat dikenakan sanksi dalam Pasal 14 UU 12 Tahun 2022 tentang TPKS. Setiap orang yang melakukan perekaman atau pengambilan gambar bermuatan seksual tanpa persetujuan lalu disebarkan ke media sosial dan sejenisnya, bisa dikenakan pidana empat tahun penjara dan denda Rp200 juta,” tambahnya.
Pasal yang mengatur itu, lanjut Nahar, juga termasuk dengan tindakan pemerasan, pengancaman atau pemerasan yang tujuannya untuk memperdaya korban untuk menuruti apa yang diinginkan pelaku. Persis seperti apa yang dilakukan pelaku revenge porn di Pandeglang, semestinya pihak kepolisian dapat menggunakan UU TPKS sebagai rujukannya.
“Kalau ada pemerasan itu ada sanksi pidana enam tahun dan denda Rp300 juta. Pasal berlapis lagi kalau korbannya anak dan seterusnya,” tegas Nahar.
Jika merujuk pada Center for International Governance Innovation (CIGI) dan UN Women dalam publikasinya ‘Technology-Facilitated Gender-Based Violence: An Overview’, setidaknya ada sekitar 15 bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik dari mulai scamming, cyber harassment, cyber stalking, sexploitation, hingga meniru orang lain dengan bentuk elektronik dan sumber daya informasi maya.
Praktik berbagai jenis kejahatan seksual tersebut telah banyak terjadi di Indonesia. Namun, penanganan dari aparat penegak hukum masih belum maksimal.
Dibuktikan dari banyaknya data kejahatan seksual di ruang digital, tetapi pelaku masih banyak yang berkeliaran. Konten pornografi yang disebarluaskan pelaku masih terus berpindah tangan dan tidak dapat dihentikan dan dimusnahkan.
“Sekarang itu yang bikin terhambat karena jarang diciduk ya (pelakunya)? Memang sekarang partisipasi masyarakat harus lebih massif lagi melapor. Dari sana bisa ditelusuri bagaimana prosesnya, bagaimana pula nanti penarikan dari internet, di dunia maya. Kita semua harus memahami bahayanya kejahatan itu. Bagaimana dampak dari kejahatan revenge porn itu,” tutur Nahar.
Diketahui rentang Januari-Oktober 2020 terdapat 659 kasus KBGO yang masuk dalam data Komnas Perempuan. Tingginya angka KBGO, menurut laporan tersebut tidak berarti semuanya tertangani. LBH Apik Jakarta juga mencatat dari 489 kasus KBGO, hanya 25 kasus yang dilaporkan ke polisi, dan 2 kasus yang masuk proses peradilan. (Z-8)
Penyelidikan terhadap Partey dimulai pada Februari 2022, usai laporan pertama mengenai dugaan pemerkosaan diterima oleh kepolisian.
WAKIL Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan, upaya pencegahan kasus kekerasan pada anak dan perempuan harus dilakukan oleh semua pihak secara bersama-sama.
Sidang digelar di Ruang Kartika dilakukan secara tertutup sebagai perkara tindak pidana kekerasan seksual.
Kapolres Victor mengutarakan pihaknya mengungkap kasus periode April hingga Juni 2025 dengan total delapan Laporan Polisi dengan sejumlah 10 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Peraturan pemerintah tentang Dana Bantuan Korban (DBK) Tindak Pidana Kekerasan Seksual belum mampu mengatur secara jelas sumber pendanaan DBK dari anggaran negara.
Sepuluh anak korban pencabulan oleh guru ngaji bernama Ahmad Fadhillah di Tebet, Jakarta Selatan, seluruhnya berjenis kelamin perempuan. Mereka berusia 9 hingga 12 tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved