Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SEBANYAK 25 pondok pesantren yang tergabung dalam panitia Deklarasi Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA) akan membentuk jaringan JPPRA pada Jumat (23/6) mendatang. Deklarasi itu merupakan respons dari maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa anak di lingkungan pendidikan, khususnya di ponpes.
Deklarasi tersebut akan mengusung tema ‘Membumikan Konsep Perlindungan Anak dalam Islam’. Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan, upaya membumikan kebijakan pencegahan kekerasan fisik dan seksual di lingkungan pendidikan memang harus secara konsisten dilakukan dan melibatkan para pemangku kebijakan, pengelola ponpes, tenaga pengajar hingga masyarakat.
"Rencana kolaborasi para pengelola institusi pendidikan untuk membangun jaringan dalam upaya mencegah tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan, merupakan awal yang baik dalam mewujudkan proses belajar yang aman dan nyaman bagi generasi penerus bangsa," kata Lestari dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/6).
Baca juga : Dorong Budaya Sensor Mandiri dalam Bermedia Sosial
Menurut Lestari, semangat yang tumbuh di kalangan pengelola pendidikan berbasis agama itu harus terus dipupuk dan diperluas agar proses belajar di sejumlah institusi pendidikan berbasis agama lebih ramah dan nyaman bagi peserta didik.
Catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada 2021, terdapat 51 aduan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sepanjang 2015-2020.
Baca juga : Puluhan Pengasuh Berencana Bentuk Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak
Menurut laporan itu, kasus kekerasan seksual terbanyak terjadi di perguruan tinggi, yakni sebesar 27%, dan urutan kedua, pada lingkungan pendidikan berbasis agama dengan besaran 19%.
Berdasarkan catatan tersebut, ujar Rerie sapaan akrab Lestari, keterlibatan aktif para pengelola institusi pendidikan dalam mencegah terjadinya tindak kekerasan di lingkungan mereka harus ditingkatkan melalui berbagai cara.
Ia berharap para pemangku kebijakan menerapkan sejumlah langkah yang kreatif dalam menanamkan pemahaman bahwa pencegahan tindak kekerasan di lingkungan pendidikan berbasis agama, penting dan wajib dilakukan.
Rerie juga mendorong agar semakin banyak pengelola pendidikan yang menyadari hal tersebut, sehingga sejumlah kebijakan pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan dapat direalisasikan.
Dengan lingkungan belajar yang aman dan nyaman, Rerie sangat berharap proses pendidikan nasional mampu mewujudkan generasi penerus yang berdaya saing dan tangguh dalam menjawab berbagai tantangan bangsa di masa datang.
Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menyampaikan, deklarasi Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak tidak cukup jika hanya sekadar deklarasi tanpa ada pengawasan, pemantauan dan dari leading sector yakni Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidian Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Jangan berhenti pada inisiasi masyarakat saja. Perlu didukung dari Kemenag, sehingga lebih masif dan konkret gerakannya serta programnya. Bila perlu Kemenag mendeklarasikan pesantren ramah anak seluruh Indonesia. Pelan-pelan dibawa kepada layaknya standar pesantren ramah anak sesuai dengan pedoman yang sudah ada di Kemenag atau mengacu pada pedoman satuan pendidikan ramah anak dari KemenPPPA,” ujar Aris.
Ia menegaskan regulasi pencegahan TPKS di lingkungan pendidikan juga perlu dikawal dengan cara membentuk satuan tugas (Satgas) pencegahan kasus kekerasan fisik dan TPKS di lingkungan pendidikan.
Selain itu, juga perlu menggalakkan sosialisasi ke seluruh pengelola satuan pendidikan, tenaga pengajar hingga anak-anak didik soal pespektif satuan pendidkan ramah anak.
“Saya kira yang terpenting itu pembentukan satgas di semua satuan pendidikan, tanpa terkecuali. Satgas yang dimaksud juga harus terlatih kemampuannya, bukan sekadar yang punya SK. Dia mengerti bagaimana penanganan, menyediakan sarana pengaduan serta bagaimana proses referral kepada penegak hukum dan seterusnya. Jangan lupa juga libatkan UPTD terkait,” pungkasnya. (Z-5)
Menteri PPPA Arifah Fauzimengecam kekerasan seksual yang dialami seorang perempuan (MML) oleh oknum anggota Polisi (Aipda PS) di Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan UU TPKS.
VIRAL di media sosial seorang ibu bercerita jika anaknya menjadi korban pelecehan seksual oleh pelaku anak berusia di bawah 12 tahun.
Instansi pendidikan berperan dalam menyediakan ruang aman bagi anak untuk dapat mengembangkan diri dan meningkatkan pengetahuan.
Dijelaskan Jane dalam persidangan, Hotel Nights melibatkan tiga kali hubungan seksual dengan seorang gigolo.
Setiap anak memiliki potensi luar biasa dan peran orangtua sangat menentukan bagaimana potensi itu tumbuh.
Tidak hanya menyenangkan, bermain juga diakui sebagai sarana penting untuk menumbuhkan berbagai keterampilan hidup yang esensial.
Langkah yang dapat dilakukan orangtua dalam mendorong anak supaya terbiasa mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi antara lain melalui pembelajaran dari kebiasaan sehari-hari.
Kebiasaan makan bergizi seimbang beragam dan aman pada anak bukan semata tentang apa yang disajikan, namun juga penanaman nilai gizi secara konsisten dalam keluarga.
Orangtua dianjurkan untuk menyajikan camilan sehat seperti buah potong segar, jagung rebus, ubi kukus, bola-bola tempe, puding susu tanpa gula tambahan, atau dadar sayur mini.
Pertanian tetap menjadi sektor terbesar untuk pekerja anak, menyumbang 61% dari semua kasus, diikuti oleh jasa (27%), seperti pekerjaan rumah tangga.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved