Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan cuaca panas yang terjadi saat ini merupakan hal normal dan akan menurun secara gradual pada bulan Mei 2023. Secara klimatologis, suhu panas ekstrem di bulan April 2023 untuk wilayah Asia Selatan merupakan hal normal akibat pengaruh dari equinox gerak semu tahunan matahari.
"Terdapat faktor lain yang menyebabkan suhu panas bulan April teramplifikasi oleh masih bertahannya sistem tekanan (udara) tinggi di sekitar teluk Benggala dan sekitarnya, udara subsiden turun dan terpampatkan sehingga menambah suhu panas permukaan," ungkapnya Sub Koordinator Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto, Kamis (27/4).
Lebih lanjut, di Indonesia sendiri menurutnya tidak dapat dikategorikan sebagai gelombang panas karena tidak memenuhi definisi gelombang panas yang ditetapkan oleh World Meteorogical Organization (WMO).
Baca juga: Tengah Melanda Asia, Ini Penjelasan BMKG tentang Penyebab dan Dampak Heatwave atau Gelombang Panas
"Puncak udara panas bulan April ini masih dalam kisaran normalnya di mana biasanya memang bulan April suhu mengalami peningkatan yang dipicu oleh intensitas radiasi matahari yang lebih optimum mengikuti posisi matahari sesuai dengan gerak semu tahunan matahari," kata Siswanto.
Dia menjelaskan, sebagian besar wilayah Indonesia kini memasuki musim kemarau. Musim kemarau ini ditandai dengan periode kurang hujan dan kurang tutupan awan, intensitas radiasi matahari lebih maksimum mencapai permukaan, dan panas meningkat.
Baca juga: Ancaman Malaria Meningkat di Musim Kemarau, Ini Gejala dan Tanda Bahayanya
"Untuk benua maritim Indonesia yang terdiri dari kepulauan dan perairan memiliki keuntungan berkecenderungan tidak terjadi gelombang panas, udara panas yang berkepanjangan, karena keberadaan perairan sebagai penyerap dan penyimpan panas yang lebih lama dibandingkan udara," tegasnya.
Siswanto menambahkan, meskipun memasuki musim kemarau, pada beberapa hari terakhir, kelembapan udara di atmosfer lapisan bawah masih cukup tinggi atau lebih dari 80%.
Hal ini menyebabkan dalam beberapa hari terakhir, terdapat perkembangan dinamika cuaca berupa penjalaran gelombang ekuatorial tropis terutama di wilayah Indonesia bagian selatan. Penambahan kelembapan dan uap air itu menjadikan proses pembentukan awan di wilayah tersebut lebih berpotensi menurunkan hujan.
Menurutnya, seiring dengan gerak semu matahari yang melewati garis ekuator dua kali dalam setahun, bulan April 2023 secara klimatologi akan menjadi puncak suhu panas pertama di sebagian wilayah Indonesia seperti di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan wilayah Indonesia dekat equator lainnya.
"Lalu suhu panas turun pada bulan Mei dan naik kembali menuju puncak berikutnya pada bulan September-Oktober. Terdapat beberapa wilayah lainnya yang memiliki karakteristik berbeda, di mana udara terus naik mulai April hingga puncaknya di September-Oktober," tandas Siswanto.
(Z-9)
Mulai tahun depan atau 2026, puncak haji diprediksi tidak akan sepanas sekarang.
Agar tetap segar dan percaya diri beraktivitas di cuaca yang panas, Anda bisa menggunakan wewangian dengan notes fruity hingga aquatic
Cuaca ekstrem tersebut akibat gejala alam akan terjadinya peralihan musim dari kemarau ke hujan.
BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Stasiun Klimatologi Jawa Barat menginformasikan penyebab tingginya suhu di Bogor selama Oktober 2024.
Heat stroke membuat suhu tubuh di atas 40 derajat celcius.
Para peneliti menemukan, reseptor panas menjadi aktif ketika suhu naik di atas 77 derajat Fahrenheit atau 25 derajat celcius yang nyaman.
Ilmuwan terus mencari cara baru untuk mengatasi pemanasan global. Salah satu ide yang muncul adalah menggunakan debu berlian untuk mendinginkan Bumi.
STUDI baru memperingatkan bahwa kematian akibat cuaca panas ekstrem di Eropa diperkirakan melonjak tajam dalam beberapa dekade mendatang.
GENERASI muda terutama generasi Alfa dan setelahnya disebut paling merasakan dampak perubahan iklim. Karena itu, kesadaran dan aksi iklim perlu terus digalakkan di kalangan generasi muda.
Tahun ini, kematian terkait panas di Mediterania menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana perubahan iklim akan mempengaruhi industri perjalanan.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyoroti bahaya fenomena cuaca panas ekstrem yang semakin meningkat di banyak negara.
Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, mendesak negara-negara untuk bertindak menanggapi dampak panas ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved