DELEGASI Ukraina dalam safarinya ke Muhammadiyah menyampaikan apresiasi sangat dalam terhadap konsistensi masyarakat muslim Indonesia untuk mendukung perjuangan bangsa Ukraiana mengenyahkan invasi Rusia. Mewakili delegasi Ukraina, Alim Aliev, seorang wartawan, aktivis HAM sekaligus Wakil Direktur Jenderal Institut Ukraina menuturkan korban pertama perang di Ukraian ialah muslim Tatar Krimea yang dipenjara dan dituduh melakukan terorisme.
"Begitulah cara Rusia memperlakukan kami. Mereka berusaha menghancurkan identitas kami dengan melarang para pemimpin dan organisasi agama kami. Tatar Krimea sekarang menjadi bahasa yang hilang," tutur Alim, dalam keterangan tertulis, Rabu (8/2).
Dalam kunjungannya ke Muhammadiyah, Alim ditemani Dr Olexiy Haran, Profesor Politik Komparatif dari National University of Kyiv-Mohyla Academy (UKMA). Sedangkan dari pihak Muhammadiyah hadir Prof. Syafiq A. Mughni, Kepala Bidang Kerja Sama dan Hubungan Internasional Muhammadiyah, dan Yayah Khisbiya, Sekretaris Badan Kerja Sama Internasional Muhammadiyah.
Kepada perwakilan Muhammadiyah, Alim dan Olexiy, membahas dampak invasi Rusia terhadap penduduk sipil di Ukraina, khususnya bagi satu juta muslim yang tinggal di Ukraina dan yang pertama kali terdampak invasi sejak 2014. "Penting bagi kami untuk mendapat dukungan dari organisasi dan masyarakat muslim di seluruh dunia. Ini bukan perang tentang wilayah, ini perang tentang identitas kita, dan masa depan kita. Banyak muslim Ukraina telah bergabung berjuang bahkan salah satu mufti kami adalah paramedis militer," tuturnya.
Prof. Olexiy Haran menuturkan kekejian pihak Rusia yang berusaha membenturkan identitas muslim dengan cara memobilisasi muslim dari wilayah Rusia yang terbelakang seperti Kaukasus utara kemudian mengirim mereka ke Ukraina untuk memerangi muslim lain di Ukraina.
Mencermati penuturan delegasi Ukraina tersebut, mantan Dubes untuk Bulgaria, Bunyan Saptomo, yang merupakan Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (KHLN MUI) menegaskan Muhammadiyah mengutuk keras penargetan Rusia terhadap warga sipil dan penghancuran masjid, gereja, rumah sakit, dan sekolah di Ukraina. "Kami mengutuk setiap aktivitas yang melanggar hukum internasional."
Hal senada diungkapkan Prof. Syafiq A. Mughni yang menyampaikan empati Muhammadiyah terhadap situasi di Krimea dan di Ukraina. Dia menegaskan Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang mendukung perdamaian, kebebasan, dan martabat manusia. "Kami menentang penderitaan dan pendudukan, dan pelanggaran hak asasi manusia."
Secara langsung Prof. Syafiq A. Mughni mengutarakan banyak kemungkinan kerja sama dengan Muhammadiyah antara lain bidang pendidikan. Dalam hal ini Muhammadiyah dapat menawarkan beasiswa untuk Tatar Krimea dan Ukraina pada umumnya. Bidang pemajuan perdamaian, termasuk dalam melindungi prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan warisan budaya, kemudian bidang dialog antaragama yang tidak saja tentang populasi muslim, tetapi semua agama di dunia ini.
Dalam kesempatan tersebut, Yayah Khisbiya secara langsung mengutarakan keinginan Muhammadiyah untuk bergabung dalam dialog maupun upaya nyata bagi Ukraina. "Kami ingin bergabung dalam kolaborasi antaragama untuk mendukung warga Ukraina. Pembangunan perdamaian di Ukraina ini harus mendukung tidak hanya organisasi muslim, tetapi juga organisasi keagamaan lain. Ini hak asasi manusia yang kita junjung tinggi bersama," tegasnya.
Usai pertemuan di Muhammadiyah, delegasi Ukraina mengunjungi Masjid Istiqlal, yang berseberangan dengan Katedral Jakarta. Menyambut rombongan tersebut Kabidsosdaum Laksamana Pertama TNI (Purn) Asep Saepudin. Dia menegaskan Ukraina harus memiliki kebebasan dan untuk itu bangsa Indonesia berdoa agar perang segera berakhir. "PBB harus menghentikan agresi Rusia di Ukraina, karena Rusia menginvasi Ukraina!"
Asep Saepudin menyatakan bagi bangsa Indonesia, perdamaian di Ukraina ini bukan tentang sekadar hubungan antarbangsa tetapi tentang kemanusiaan dan menciptakan perdamaian di dunia. Usai pertemuan singkat tersebut, Alim yang merupakan seorang muslim Tatar Krimea kemudian bergabung untuk melakukan salat di masjid yang desainnya dibuat oleh seorang arsitek beragama Kristen. (OL-14)