Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PERAYAAN Hari Natal secara teologis menjadi domain komunitas umat Nasrani. Namun, secara sosiologis perayaan Hari Natal telah menjadi milik seluruh masyarakat lintas agama. Momentum ini sejatinya juga harus membangkitkan kesadaran kita untuk lebih bersikap toleran terhadap perbedaan agama.
Ketua Umum Pengurus Besar Mathla'ul Anwar (PB MA) KH Embay Mulya Syarief menyebut takdir yang diberikan oleh Allah SWT dalam bentuk perbedaan sejatinya merupakan rahmat bagi bangsa Indonesia. Dengan kebinekaan yang ada, wajib hukumnya perbedaan itu dilindungi dan dijaga oleh segenap umat muslim.
"Bangsa ini ditakdirkan oleh Allah SWT menjadi bangsa yang majemuk, itu merupakan takdir. Artinya apa? Kalau kita tidak saling toleran, tidak merasa saling memiliki, kan sama dengan kita tidak bersyukur kepada nikmat Allah SWT," ujar Embay Mulya di Serang, Banten, Jumat (23/12).
Dia melanjutkan, gesekan yang masih sering terjadi di tengah masyarakat yang terkait dengan latar belakang primordial, sudah sepatutnya diatasi dengan sikap saling terbuka dalam berkomunikasi. Juga menghindari suara-suara yang berusaha memprovokasi kedamaian umat beragama.
"Di dalam agama juga di sekolah, kita sudah diajarkan untuk tidak menggangu upacara maupun peribadatan keagamaan yang lain. Di dalam perang, Nabi juga melarang mengganggu tempat ibadah orang lain apa pun agamanya. Tapi umat agama lain juga jangan memprovokasi, lakukan komunikasi yang baik," jelas anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten ini.
Ia menambahkan, sebagaimana telah jelas dalam perintah Nabi Muhammad SAW tentang sepuluh hal yang diharamkan, yakni dilarang menggangu tempat ibadah apa pun agamanya, menggangu pendeta apa pun agamanya, membunuh orang tua, membunuh wanita, membunuh anak-anak, merusak bangunan, merusak tanaman kecuali untuk dimakan, membunuh binatang kecuali untuk dimakan, memutilasi jenazah, dan merusak sumber air.
Baca juga: Memaknai Hari Ibu dalam Kacamata Islam
Kiai Embay sangat menyayangkan jika masih ada oknum yang memprovokasi maupun melakukan tindakan yang mengganggu hak beragama umat lain. Menurutnya, oknum seperti itu pemahaman agamanya cenderung masih sangat terbatas.
"Jika masih ada kasus persekusi dan sebagainya berarti pemahaman agamanya masih belum luaslah begitu," ucapnya.
Ia juga menjelaskan bagaimana Islam mengajarkan umatnya untuk saling menjaga dan membangun hubungan baik dengan umat beragama lain dalam konteks kemanusiaan.
"Dalam masalah-masalah kemanusiaan, kita boleh bersama-sama. Misalnya bencana alam, kesehatan, ekonomi, dan kebersihan. Tapi masalah ibadah ya masing-masing. Dalam masalah sosial, kita tidak boleh acuh walaupun berbeda," ujarnya.
Untuk membangun kesadaran masyarakat akan rasa saling melindung agar imun dari virus radikalisme. Ia menilai perlunya peran para tokoh ulama untuk menggencarkan narasi terkait pentingnya ibadah sosial dan tidak melulu soal ibadah ritual.
"Ibadah sosial ini muara daripada ibadah ritual. Di tengah maraknya politik identitas, para kiai sudah harus mulai membahas hal-hal seperti ibadah sosial seperti saling membantu dalam bencana alam, atau hal kemanusiaan lainnya. Jangan hanya masalah ibadah-ibadah ritual saja," tutur dia.
Tidak hanya itu, para tokoh agama juga diharapkan mulai mengencangkan barisan dan memberikan total action dengan mencontohkan kepada umatnya tentang praktik toleransi dan menghargai umat maupun kelompok masyarakat lain. Tidak hanya sekedar ucapan, tetapi dalam perilaku dan tindakan.
Untuk itu, dalam upaya membangun rasa saling menjaga antarumat beragama guna memberikan vaksin untuk menangkal radikalisme dan terorisme serta sikap saling benci, Mathlaul Anwar menginisiasi gerakan nyata 'Menata Ummat, Merekat bangsa' dengan program penanaman nilai toleransi kepada sekolah, perguruan tinggi, hingga pesantren. (RO/OL-16)
BUPATI Intan Jaya, Papua Tengah, Aner Maisini mengungkapkan Hari Raya Idul Adha merupakan momen untuk memperkuat solidaritas dan toleransi umat beragama.
"Setiap ada hari besar keagamaan, warga tanpa memandang keyakinan dan namanya berkumpul, saling pengucapan selamat," jelas Kepala Dusun Thekelan Agus Supriyo.
Dialog antaragama merupakan sarana yang sangat penting bagi mahasiswa untuk meningkatkan daya kritis, membangun hubungan antaragama yang baik dan bermakna.
Toleransi, katanya, adalah kata yang paling sering terdengar tapi terkadang bisa berbalik menjadi penyebab tindakan-tindakan intoleran.
Fondasi dari moderasi beragama yang kokoh tak hanya bertumpu pada edukasi atau pendekatan budaya semata, tetapi juga sangat berkaitan dengan kondisi ekonomi masyarakat.
Dengan memahami makna semboyan bangsa tersebut maka akan muncul cinta, toleransi, dan kelembutan perlu dimiliki oleh setiap orang yang beragama.
WAKIL Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka menegaskan bahwa keberagaman adalah kekuatan bangsa. Hal itu disampaikan dalam Acara Tawur Agung Kesanga, Perayaan Hari Suci Nyepi
Kementerian Agama sedang menyusun Kurikulum Berbasis Cinta (KBC). Hal ini menindaklanjuti arahan Menteri Agama Nasaruddin Umar yang mendorong agama menjadi elemen membangun kedamaian
Hari Toleransi Internasional yang diperingati setiap 16 November mengingatkan pentingnya sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan dalam masyarakat yang beragam.
Toleransi adalah sikap menghargai dan menerima perbedaan dalam agama, budaya, dan ras untuk menciptakan kehidupan yang damai. Berikut contoh sikap toleransi.
Daerah-daerah ini menunjukkan bahwa masyarakat yang berbeda keyakinan bisa hidup berdampingan secara damai.
SETIAP 3 November, Indonesia merayakan Hari Kerohanian Nasional. Momen ini menjadi pernyataan komitmen menghargai keberagaman agama yang ada di tanah air.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved