PAKAR Komunikasi Digital Agus Sudibyo menepis anggapan media massa konvensional bakal tergerus oleh media sosial. Menurut Agus, pembaca sangat membutuhkan konten berkualitas lantaran media sosial penuh sesak dengan permusuhan, glamor dan ujaran kebencian.
"Kalau jurnalis mau sustain, jagalah good content, good jurnalism. Konten jurnalisme yang standar itulah cara hidup yang berkelanjutan. Tapi kalau isinya sama saja, permusuhan dan macam-macam pada akhirnya pembaca malah bermigrasi. Apalagi kalau isinya lebih banyak clickbait," kata Agus di Kantor Media Indonesia, Kedoya, Jakarta, Kamis (22/12).
Agus hadir dalam konferensi pers yang digelar pada acara Uji Kompetensi Wartawan Media Indonesia: Pentingnya Uji Kompetensi di Era Digital. Pendapat tersebut sudah ia tuangkan lewat buku berjudul Media Massa Nasional Menghadapi Disrupsi Digital.
Berdasarkan penelitian terhadap sejumlah media massa besar di luar negeri seperti New York Times, Washington Post, dan Financial Times, Agus meyakini jurnalisme clickbait hanya akan merugikan media itu sendiri. Sebaliknya, media massa yang disiplin menghadirkan konten berkualitas akan bertahan karena dicari pembaca dan pengiklan.
"Saat ini, pengiklan sangat memperhatikan betul media tempat mereka beriklan. Mereka lebih memilih beriklan di media massa yang berkualitas. Para pengiklan tidak mau produk mereka diasosiasikan dengan media massa yang tidak berkualitas. Jadi, kunci dari era disrupsi digital adalah konten berkualitas," tuturnya.
Baca juga: Jurnalisme Kolaboratif agar Media Lokal Tetap Tumbuh dan Berkembang
Ia menambahkan, media massa konvensional jangan alergi untuk bekerja sama dengan Facebook, Google, YouTube, dan agregator media lainnya. Menurut Agus, hubungan tersebut perlu dijaga dalam kadar yang berimbang karena platform global tersebut merupakan penghubung iklan terbesar di Indonesia dan global.
"Upayakan agar persentase kerja samanya 60-40 atau 70-30," urai dia.
Menurut dia, media massa harus bisa menarik pembaca agar langsung mengakses situs sendiri (direct access) dan jangan terlalu mengandalkan undirect access.
"Kalau lebih banyak undirect access, nanti pembaca menyangka berita yang mereka baca adalah yang disuplai Google. Sebaliknya kalau direct access terlalu dominan, itu tandanya publisher tidak main di media sosial," tuturnya.
Ia menambahkan, hubungan media massa konvensional dengan platform global ialah persaingan sekaligus kerja sama. Media atau wartawan tidak boleh terlalu tergantung kepada Facebook dan kawan-kawan.
"Kalau terlalu tergantung, kita artinya jadi following our enemy. Tidak boleh terlalu tergantung dalam distribusi konten. Kita akan menjadi rentan karena merekalah yang menentukan perhitungan algoritma. Kalau perhitungan itu mereka ubah, bisa-bisa kita malah justru jadi terjun bebas," pungkas Agus.(OL-5)