Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KEBERADAAN obat sirup untuk anak yang berisiko mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) berbahaya telah meresahkan masyarakat. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) kembali merilis klarifikasi sebagai penjelasan ke publik.
Badan POM mengatakan, obat sirup untuk anak yang ditarik di Gambia di Afrika Barat, terdiri dari Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Keempatnya diproduksi oleh Maiden Phamaceuticals Limited, India. Obat-obat itu, menurut WHO, boleh jadi terkait dengan penyakit gangguan ginjal akut dan kematian puluhan anak pada bulan Juli, Agustus, dan September.
"Keempat produk itu dipastikan tidak beredar di Indonesia. Dan hingga saat ini, produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM," kata Kepala Badan POM Penny Lukito dalam keterangan resminya.
Sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, Badan POM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG.
"Namun, demikian EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan, Badan POM telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional," ungkap dia.
Selain itu, lanjut Penny, Badan POM juga melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG.
"Hasil pengujian produk yang mengandung cemaran EG dan DEG tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi," imbuhnya.
Selanjutnya, untuk produk yang melebihi ambang batas aman akan segera diberikan sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan Izin Edar ataupun pencabutan Izin Edar.
"Semua industri farmasi yang memiliki obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, diminta untuk melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha. Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan/atau bahan baku jika diperlukan," bebernya.
Selain itu, Badan POM juga mendorong tenaga kesehatan dan industri farmasi untuk aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan pasca penggunaan obat sebagai bagian dari pencegahan kejadian tidak diinginkan yang lebih besar dampaknya.
"Badan POM juga berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, dan pihak terkait lainnya dalam rangka pengawasan keamanan obat (farmakovigilans) yang beredar dan digunakan untuk pengobatan di Indonesia," ungkap Penny.
Penny menyatakan, Badan POM mengajak masyarakat untuk menggunakan obat secara aman dan selalu memperhatikan berbagai hal di antaranya, menggunakan obat secara sesuai dan tidak melebihi aturan pakai, membaca dengan seksama peringatan dalam kemasan, menghindari penggunaan sisa obat sirup yang sudah terbuka dan disimpan lama, melakukan konsultasi kepada dokter, apoteker atau tenaga kesehatan lainnya apabila gejala tidak berkurang setelah 3 (tiga) hari penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas pada upaya pengobatan sendiri (swamedikasi).
Selain itu, Badan POM juga mendorong masyarakat untuk melaporkan secara lengkap obat yang digunakan pada swamedikasi kepada tenaga kesehatan, melaporkan efek samping obat kepada tenaga kesehatan terdekat atau melalui aplikasi layanan BPOM Mobile dan e-MESO Mobile.
"Badan POM juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan menggunakan produk obat yang terdaftar di BPOM yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kefarmasian atau sumber resmi serta selalu ingat Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat," tutup Penny. (H-2)
Studi klinis yang diterbitkan dalam jurnal New England Journal of Medicine menemukan obat diabetes mampu melambatkan perkembangan masalah motorik terkait penyakit Parkinson.
Meskipun obat-obatan dapat menjadi solusi dalam pengelolaan kondisi tersebut, banyak orang mencari alternatif alami untuk mengontrol atau bahkan mengurangi risiko berbagai penyakit.
Salah satu saran, masyarakat juga perlu mewaspadai jika memperoleh skincare yang bertekstur terlalu kental atau lengket.
Penelitian terbaru menunjukkan obat untuk mengatasi diabetes dan obesitas, dapat meningkatkan risiko kelumpuhan lambung (gastroparesis).
Obat antinyeri seperti ibuprofen dan allopurinol adalah obat yang sangat merusak ginjal.
Pengidap migrain jangan mengonsumsi obat selama lebih dari 15 hari dalam sebulan karena bisa menyebabkan medication-overuse headache(MOH) atau sakit kepala akibat dosis obat berlebihan.
Langkah ini sebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak, yang tengah terjadi di sejumlah daerah.
Berdasarkan laporan IDAI, provinsi dengan kasus gangguan ginjal akut terbanyak ialah DKI Jakarta, kemudian Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatra Barat.
Mengimbau kepada dokter dan tenaga kesehatan memberikan obat racikan sebagai alternatif untuk tidak memberikan obat sirop pada pasien.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama meminta para tenaga kesehatan untuk meneliti kembali kenaikan kasus ini.
Ada sejumlah penyakit yang perlu diwaspadai pada musim ekstrem ini seperti batuk, radang, flu, dan diare. Biasanya ini ditandai dengan gejala panas, sumang, dan demam.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved