Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Meracik Aroma Teh dan Rempah Lebih Mewah

Fathurrozak
01/9/2022 07:30

MEMILIKI latar belakang yang lekat dengan dunia rempah dan agrikultur membuat Irina Chatarina terpikat untuk mengembangkan produk-produk yang lebih variatif. Dalam pandangannya, sektor agrikultur sebenarnya memiliki potensibesar, tetapi produk olahannya masih sebatas ‘itu-itu saja’.

“Misalnya jahe, fungsinya, ya, bisa lebih daripada sekadar untuk masak. Bisa jauh lebih dari itu, menjadi suatu tren, fashionable. Jadi, aku ingin menciptakan produk derivatif yang arahnya ke sana,” kata Irina saat ditemui Media Indonesia di Lewi’s Organic Factory Shop,Tangerang Selatan, dalam rangkaian Lewi’s Collective Market 2022, Minggu (21/8).

Ia pun kemudian membentuk merek Denyut Bumi pada sekitar awal 2020. Lewat merek tersebut, Irina ingin mengenalkan produk racikan teh dan rempah dengan pengalaman premium. Teh yang dipasok dari kawasan perkebunan di Gambung, Jawa Barat, ia racik bersama bahan rempah seperti serai, cengkih, kayu manis, dan cocoa husk (daging cokelat yang dikeringkan).

“Memang teh itu jadi komponen penting. Namun, bagi kami, yang lebih penting lagi adalah rempahnya. Kami mengupayakan mendapatkan suplainya dari lokal, termasuk dari pasar maupun dari pertanian urban yang kami kenal,” lanjut Irina.

 

Gandeng ilustrator 

Pada awal, Irina menggelontorkan modal Rp10jutaan yang digunakan untuk keperluan pengembangan produk. Dana itu juga dialokasikan untuk bujet iklan dan pemasaran. Dalam rentang sebulan, Irina mengaku sudah balik modal meski ketika bisnis racikan teh dan rempahnya itu dimulai juga berbarengan dengan pandemi. Agaknya, Irina mampu menangkap peluang sehingga Denyut Bumi terus bertumbuh hingga kini dan berhasil membangun kantor yang lebih besar di bilangan Pondok Ranji, Tangerang Selatan.

Lahirnya kantor itu juga menandai ekspansi lini produk Denyut Bumi. Dari yang semula hanya menyediakan racikan teh, sejak awal tahun lalu Denyut Bumi juga membawahkan lini produk aromaterapi.

“Ya, modalnya mungkin sekitar Rp200 jutaan ketika itu. Untuk berbagai keperluan. Mulai dari produk, peralatan, marketing-nya, dan gaji karyawan. Jadi, di saat itu aku dan rekanku gabung menjadi satu brand. Rekanku memang sudah memulai dulu bisnis aromaterapinya, tapi pada Januari 2021 itu kami bergabung bersama di bawah Denyut Bumi,” kata Irina yang juga mengelola bisnis sebagai agen dan manajemen musikus serta promotor festival.

Jika berkaca pada rekap tahun lalu, omzet Denyut Bumi dalam setahun mencapai Rp1 miliar. Angka itu juga didorong berkat masifnya pesanan yang masuk di sisi B2B (business to business). Proporsinya dengan B2C (business to consumer), 80% berbanding 20%.

“Untuk branding, kami memang sangat mementingkan itu. Kami punya gaya sendiri. Jadi, sudah merekrut desainer grafis penuh waktu. Namun, memang kami juga selalu berkolaborasi dengan para seniman atau ilustrator. Biasanya ada tema tahunan untuk persona kami dan ini impaknya besar.”

Untuk tiap ilustrator atau seniman yang digandeng Denyut Bumi, rerata alokasi bujet mereka dari Rp10 juta hingga Rp20 juta. Namun, alokasi itu sudah disusun pada akhir tahun dalam menentukan proyeksi bisnis pada tahun mendatang. Jadi, secara skema bujet juga sudah terukur.

“Selain ritel, kan, kami juga menyediakan produk untuk hadiah, suvenir pernikahan, dan kami juga mengerjakan white label dengan industri horeka (hotel, restoran, dan kafe).”

 

Beda perlakuan

Pada perjalanan awal, Denyut Bumi pun cukup terkendala dengan serbaketerbatasan pandemi. Salah satunya, mereka tidak bisa menjelajah mencari teh-teh terbaik. Pilihan sampel yang datang dari mitra bisnis pun jadi terbatas.

Sementara itu, pemasaran ketika awal juga masih mengandalkan instrumen digital karena tidak ada acara-acara seperti bazar dan pameran. Irina mengatakan, pada awal, Denyut Bumi menempuh langkah seperti yang dilakukan pebisnis kebanyakan seperti menggunakan fitur-fitur yang tersedia di media sosial, termasuk iklan dan metode endorse.

“Kalau dibilang tool mana yang paling efisien, menurutku benar-benar tergantung dengan objektif bisnisnya sendiri. Kalau ngomongin untuk ritel, aku lebih banyak mengeluarkan bujet untuk iklan di lokapasar digital (e-commerce) karena action-nya jelas. Kalau di Instagram, itu lebih ke engagement aja untuk ritel. Di media sosial itu biasanya kami investasikan untuk mencari mitra yang mau menggunakan jasa white label ke kami, atau yang lagi cari suvenir untuk pernikahan, atau hadiah untuk acara korporat. Media sosial jadi semacam etalase dan portofolionya.”

Salah satu impak memanfaatkan instrumen digital, bagi Irina, ialah Denyut Bumi bisa menginformasikan ke publik apa sudah mereka kerjakan. Namun, ia juga menganggap salah satu yang sangat konkret ialah lewat suvenir pernikahan.

“Karena itu semacam kasih sampel gratis. Jadi, kalau kami dapat order untuk nikahan, itu semacam dibayar untuk kasih sampel gratis ke orang karena itu pasti dilihat dan pasti dicobain. Ketika mereka coba dan pakai lalu suka, mereka akan beli lagi ke kami. Jadi, sebenarnya kalau dari profil, customer ritel kami itu kebanyakan dari acara pernikahan.”

Saat ini, untuk ritel, Denyut Bumi memiliki dua produk varian teh, tiga varian hand sanitizer, satu varian room spray, dan dua varian essential oil. Pada tahun lalu, salah satu varian teh mereka berhasil mencapai produksi hingga 25 ribu kantong teh. (M-4)

 

 

Biodata

Denyut Bumi

Berfokus pada produk racikan teh dan rempah serta aromaterapi.

Sejak 2020.

CEO: Irina Chatarina

Tempat, tanggal lahir: Jakarta, 15 September 1993

Pendidikan: Master University of Amsterdam Business



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya