Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
HIMPUNAN Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) melaporkan bahwa mayoritas gaji pendidik PAUD Non Formal di Indonesia masih jauh dari standar UMR. Berdasarkan data base PP HIMPAUDI, dari 150 ribu anggota, tercatat 72,07% diantaranya menerima gaji di bawah Rp250.000.
"Ini menunjukan rendahnya gaji guru PAUD, jauh dari kelayakan. Tidak sedikitpun setara dengan UMR. Padahal seharusnya gaji seorang guru karena pekerjaan profesionalnya diatas UMR. Tercatat fakta bahwa mayoritas pendidik PAUD Non Formal (72,07%) bergaji lebih kecil dari Rp250.000," ujar Ketua Umum PP HIMPAUDI, Netti Herawati dalam keterangannya, Kamis (28/7).
Sementara, lanjutnya, sebanyak 17,41% pendidik PAUD nonformal bergaji antara Rp25000 - Rp500.000. Kemudian 8,73% menerima gaji antara Rp500.000 - Rp1.000.000, dan hanya 1,8% pendidikan PAUD bergaji lebih dari Rp1.000.000.
Baca juga: Mensos Pastikan telah Hapus NIK ASN yang Menerima Bansos
Angka tersebut tentu saja sangat mengkhawatirkan dan menjadi PR bersama dalam upaya mewujudkan pendidikan PAUD yang profesional. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, para pejuang pendidikan dasar di usia emas itu harus mencari kerja sampingan juga.
Netti mengungkapkan bahwa adanya diskriminasi dan tidak diakuinya Pendidik PAUD Non Formal sebagai guru. Hal itu berkorelasi dengan mutu pendidik dan lembaga PAUD Non Formal.
Kualitas pendidik PAUD Non Formal lebih rendah dari pendidik PAUD formal. Data Studi Kemendikbud tahun 2021 tetrhadap 117.632 guru PAUD (Formal dan Non Formal) menunjukan mutu guru PAUD Non Formal lebih rendah dari guru PAUD Formal.
"Jumlah guru yang sudah S1 lebih rendah di PAUD Non Formal (31%) vs PAUD Formal (69%). Status akeditasi A (Unggul) PAUD Non Formal (11,4%) jauh lebih rendah dibanding PAUD Formal (88,6%)," jelasnya.
Netti menegaskan betapa strategis lembaga pendidikan PAUD baik Formal maupun Non Formal. Menurut aturan dan kondisi di lapangan saat ini, PAUD Formal melayani anak usia 5-6 tahun sedangkan PAUD Non Formal melayani usia 0-6 tahun.
Data BPS tahun 2021 menunjukan peserta didik pada jalur PAUD Non Formal usia <1 tahun sebesar 13.56% dan usia 1-4 tahun 57.16% selain itu ada peserta didik usia 5-6 tahun juga yang dilayani di PAUD Non Formal.
"Hal ini berarti, lebih dari 70,72% peserta didik PAUD beresiko mendapatkan kualitas pembelajaran yang mutunya lebih rendah dari Formal," tuturnya.
Baca juga: Ini Wilayah Prioritas Vaksin Booster Kedua untuk Tenaga Kesehatan
Di sisi lain, menurut para ahli 'kapasitas kecerdasan anak bertambah 50% untuk rentang usia 0-4 tahun dan hanya bertambah 30% pada rentang usia 4-8 tahun. Masa anak-anak dari usia 0 sampai dengan 8 tahun atau masa anak usia dini disebut masa emas atau golden age yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia.
"Jika pendidik PAUD Non Formal tidak diakui profesinya sebagai guru yang berarti tidak mendapatkan hak profesionalnya, maka akan berdampak terhadap mutu pembelajaran yang diberikannya kepada peserta didik. Secara berkelanjutan berdampak terhadap mutu peserta didik saat menjalani Pendidikan di SD, SMP dan SMA bahkan Pendidikan Tinggi," jelasnya.
Netti berharap agar diskriminasi tersebut bisa segera dihilangkan. Bersamaan dengan revisi UU Sisdiknas yang tengah digodok Kemendikbud-Ristek, sudah selayaknya PAUD Non Formal mendapat pengakuan dan payung hukum.
Negara seharusnya mendengar suara dan aspirasi warga negara. Apalagi jika melihat fakta 98% Satuan PAUD saat ini bukanlah PAUD Negeri tapi PAUD yang didirikan swadaya masyarakat.
Masyarakat telah sangat besar perannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjadi janji dan tugas negara. Apalagi jika melihat usia PAUD adalah usia keemasan dalam seluruh siklus hidup manusia. Tidak boleh ada malpraktik pendidikan yang justru berasal dari landasan hukum.
"Mengingat Revisi UU Sisdiknas saat ini sedang berlangsung, maka kami memohon semua pihak untuk membantu kami mendorong perubahan Revisi UU Sisdiknas yang mengakui Hak Profesi Guru PAUD Non Formal," tandasnya. (H-3)
Dukungan itu direkam dalam video yang kemudian beredar di media sosial dan pesan whatsapp.
KABUPATEN Sumedang, Jawa Barat, masih kekurangan jumlah guru ASN sekitar 2.000 orang untuk tingkat SD dan SMP. Saat ini, kekurangan itu ditanggulangi guru non ASN.
Perbuatan tersebut, dilakukan setelah bersangkutan mencuri 26 komputer di ruang labolatorium sekolah. Uangnya digunakan untuk judi online.
Pelatihan diharapkan dapat berkontribusi dalam peningkatan kompetensi guru bahasa Indonesia.
Guru itu dihadapkan dengan sanksi kepegawaian, selain sanksi hukum yang sedang dijalaninya.
Raden Ajeng Kartini, seorang Pahlawan Nasional Indonesia, memperjuangkan hak pendidikan, kesetaraan gender, dan hak-hak perempuan di masa penjajahan Belanda.
Agar anak-anak lebih semangat belajar, Bunda bisa memanfaatkan konten video pembelajaran yang dikemas menarik. Dengan cara itu, proses belajar menjadi lebih menyenangkan.
Hingga saat ini, melalui penjualan pakaian yang diproduksi oleh One Fine Sky bersama para dreamers atau kolaborator, telah berhasil mendonasikan 22.557 seragam
Program kuliah online bisa menjadi alternatif cara bagi para pekerja untuk meraih gelar sarjana. Seperti apa prosesnya?
Sedang memilih sekolah untuk si kecil? Idealnya, lokasinya jangan terlalu jauh dari rumah untuk mencegah kelelahan anak maupun orang tua.
Di tengah kondisi rakyat Indonesia yang membutuhkan protein untuk mengatasi stunting, potensi kekayaan harus dimanfaatkan optimal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved