Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
DALAM dua tahun terakhir, yakni 2020-2021, cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi turun drastis. Pada 2020, target imunisasi sekitar 92% dengan cakupan 84%, kemudian pada 2021 imunisasi ditargetkan 93%, namun cakupan hanya 84%.
Penurunan cakupan imunisasi diakibatkan oleh pandemi covid-19. Diketahui, lebih dari 1,7 juta bayi belum mendapatkan imunisasi dasar selama periode 2019-2021. Dampak dari penurunan cakupan tersebut terlihat dari peningkatan jumlah kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Berikut, terjadinya kejadian luar biasa (KLB), seperti campak, rubela dan difteri di beberapa wilayah. “Bila kekurangan cakupan imunisasi ini tidak dikejar, akan terjadi peningkatan kasus yang menjadi beban ganda di tengah pandemi,” jelas Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu dalam konferensi pers, Selasa (28/6).
Baca juga: IDAI: Tiga Penyakit Ini Masih Jadi Ancaman Bagi Anak-Anak
Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Soedjatmiko mengatakan setiap tahun, ada ancaman campak rubella dan difteri sejak 2007 hingga 2022. Pada 2021, lanjut dia,s ada 25 provinsi dengan kasus rubela yang meningkat.
Menurutnya, penyakit campak berbahaya bagi bayi, balita dan anak sekolah. Bukan sekadar demam, batuk, pilek, sesak, bintik merah, namun ada potensi radang otak. Sepanjang 2012-2017, terdapat 571 bayi dengan kasus radang otak.
“Ada juga kasus radang paru atau pneumonia sejak 2012 sampai 2017 dengan jumlah 2.853 bayi. Lalu, anak yang mengalami radang paru akibat campak,” papar Soedjatmiko.
Pemerintah pun mengejar cakupan imunisasi yang kurang itu dengan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Adapun BIAN terdiri dari dua kegiatan layanan imunisasi, yakni pertama layanan imunisasi tambahan berupa pemberian satu dosis imunisasi campak dan rubela, tanpa memandang status imunisasi sebelumnya.
Kedua, layanan imunisasi kejar, berupa pemberian satu atau lebih jenis imunisasi untuk melengkapi status imunisasi dasar maupun lanjutan, bagi anak yang belum menerima dosis vaksin sesuai usia. Pelaksanaan BIAN dibagi atas dua tahap.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Balita Dinilai Mendesak, ITAGI Tunggu Lampu Hijau Kemenkes
Rinciannya, pada tahap pertama diberikan bagi semua provinsi yang berada di luar Jawa dan Bali mulai Mei 2022. Imunisasi yang diberikan berupa imunisasi campak rubela untuk usia 9-15 tahun. Sementara untuk imunisasi kejar, diberikan pada anak usia 12-59 bulan yang tidak lengkap imunisasi OPV, IPV dan DPT-HB-Hib.
Lalu, tahap kedua dilaksanakan mulai Agustus 2022 di wilaayh Jawa dan Bali. Untuk imunisasi campak rubela menyasar usia 9-59 bulan. Untuk imunisasi kejar diberikan pada anak usia 12-59 bulan, yang tidak lengkap imunisasi OPV, IPV dan DPT-HB-Hib.
Sampai saat ini, lebih dari 11 juta anak sudah mendapatkan imunisasi campak rubela. Pada imunisasi kejar, untuk imunisasi tetes sudah sekitar 138 ribu anak, imunisasi polio suntik sekitar 140 ribu anak dan imunisasi pentavalen hampir 160 ribu anak.(OL-11)
Keterlibatan ayah tidak hanya membentuk aspek fisik anak, tapi, juga mempengaruhi kepercayaan diri dan keberanian mengambil risiko.
Selain dukungan dalam bentuk kebijakan, efektivitas sistem perlindungan perempuan dan anak sangat membutuhkan political will dari para pemangku kepentingan.
Anak-anak yang belum bisa berkomunikasi dengan baik perlu selalu didampingi saat bermain sendiri maupun bersama teman-temannya.
Sebelum anak dilepas bermain di luar, orangtua diminta memulai dengan pengawasan hingga pemantauan di awal.
Ringgo Agus Rahman mengaku belum ada hal yang dapat ia banggakan pada anak-anaknya untuk ditinggalkan.
PENGUATAN langkah koordinasi dan sinergi antarpara pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah serta masyarakat harus mampu melahirkan gerakan antikekerasan.
Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes, mengatakan bahwa kandungan gula garam dan lemak pada (GGL) pada makanan yang dikonsumsi ditengarai menjadi salah satu penyebab obesitas pada anak.
Rasio dokter di Indonesia hanya sekitar 0,60 hingga 0,72 dokter per 1.000 penduduk. Angka itu jauh di bawah standar WHO yaitu 1 dokter per 1.000 penduduk.
Sebanyak 103 lokasi Koperasi Desa Merah Putih akan menjadi proyek percontohan untuk kehadiran klinik dan apotek desa.
DIREKTUR Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan, Ina Agustina Isturini, mengatakan bahwa Indonesia menempati posisi ketiga dalam penemuan kasus kusta di dunia pada 2023.
Hingga saat ini, layanan tes HIV tersedia di 514 kabupaten/kota, layanan IMS di 504 kabupaten.
Dari 356 ribu ODHIV tersebut, sekitar 67 persen atau 239.819 orang sedang dalam pengobatan dan sekitar 55 persen atau 132.575 virusnya tersupresi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved