Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
MEMBANGUN citra diri di media sosial, menurut pakar komunikasi, tidak melulu dilakukan oleh orang terkenal, tapi, juga oleh setiap pengguna media sosial.
"Sebagai individu, kita bisa membangun branding atau penokohan," kata Ketua Program Studi Komunikasi, Universitas Sahid, Hayu Lusianawati, dalam webinar Ngobrol Bareng Legislator - Jangan Asal Curhat di Media Sosial, Selasa (7/6).
Membangun citra diri bisa menggambarkan seperti apa seseorang ingin dikenal sebagai seorang pengguna media sosial dan konten apa yang akan dibagikan. Misalnya, jika suka memasak, bisa mengunggah konten yang berkaitan dengan menu masakan.
Baca juga: Twitter Kembali Terbukti Gunakan Data Pengguna secara Ilegal
Menurut Hayu, ada tujuh hal yang perlu diperhatikan ketika ingin membangun citra diri di media sosial. Hal yang paling awal bisa dilakukan, pertama dan kedua, dengan memperkenalkan diri dan mengunggah kegiatan sesuai dengan kesukaan.
Agar tidak monoton, buat variasi unggahan di media sosial. Misalnya jika suka memasak, setelah mengunggah konten tentang cara memasak, keesokan hari bisa mengunggah aktivitas yang sedang dilakukan.
Hayu mengingatkan konten yang diunggah semestinya adalah sesuatu yang nyata, yang memang dilakukan. Ini penting untuk membangun kredibilitas.
Ketiga, menurut Hayu, media sosial bisa digunakan untuk membangun jejaring.
"Saat ini zaman kolaborasi," kata Hayu.
Keempat, pengguna harus memahami popularitas dalam jaringan, misalnya hal apa yang sedang sering dibahas.
Dalam hal ini, pengguna harus berhati-hati supaya tidak terjebak aktivitas yang tidak perlu sampai mengeluarkan kata-kata yang negatif di media sosial.
Ketika menyikapi hal yang sedang viral, menurut Hayu, penting juga untuk mengedepankan empati. Contohnya, tidak menuduh berbohong pada unggahan yang memuat musibah.
Kelima, pengguna sebaiknya beradaptasi dengan interaksi di media sosial. Misalnya, balas komentar atau ucapkan terima kasih pada teman yang menyukai unggahan.
Keenam, media sosial sejatinya adalah ruang untuk berteman di dunia maya. Maka, upayakan memberikan dukungan dan ujaran yang positif kepada teman-teman di media sosial.
Terakhir, evaluasi terhadap unggahan di akun media sosial, termasuk juga membaca lagi apakah unggahan sudah sesuai dengan apa yang ingin disampaikan.
Dalam acara yang sama, penasihat Forum Akademisi Indonesia, Aat Surya Safaat menyatakana ada enam hal yang sebaiknya tidak dilakukan di media sosial.
Hal tersebut adalah tidak boleh menyudutkan orang lain, tidak boleh menyinggung perasaan orang lain, tidak boleh mengadu domba, tidak boleh memprovokasi, tidak boleh mengambinghitamkan orang lain, dan sebaiknya tidak membuat unggahan ketika sedang marah. (Ant/OL-1)
RAMAI di media sosial tentang trend (tren) baru yaitu garis merah di atas kepala atau disebut S-Line. Kemunculan tren ini diawali dengan viralnya drama Korea terbaru yang berjudul S-Line.
WARGA Desa Senteluk, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan peningkatan keterampilan digital atau digital skill.
Pelajar bernama Keimita, asal Kabupaten Bekasi, menjadi perhatian publik setelah video curhatnya viral. Dalam video itu, ia mengaku sedih karena kesulitan mendaftar sekolah negeri.
Kritik tak selalu berarti penolakan, melainkan bentuk cinta terhadap negeri.
Pemerintah berupaya memperluas basis pajak dan mengoptimalkan penerimaan negara. Salah satunya membidik pengenaan pajak berbasis media sosial dan data digital di tahun depan.
Media sosial dapat memperburuk kondisi emosional penderita bipolar. Ketahui tiga dampak negatif utamanya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved