TEMBAKAU merupakan tanaman produktif yang memberi devisa triliunan rupiah tiap tahun bagi negara. Berdasarkan laporan penerimaan periode Januari 2022 yang mencapai Rp17,54 triliun, meningkat sebesar 98,6 persen dari periode tahun lalu sebesar Rp8,83 triliun.
Kontribusi dari sektor tembakau yang besar ini telah menghidupi 30,5 juta orang di pertanian, serta penghidupan langsung bagi jutaan pekerja.
Namun, menurut Ketua Komunitas Kretek Jibal Windiaz Hari Tanpa Tembakau (HTTS) sedunia yang diperingati setiap tahun, sarat dengan kepentingan kapitalisme farmasi. Nuansa pengendalian tembakau dimainkan melalui berbagai muatan kampanyenya.
"Peringatan HTTS 2022 tahun ini telah menunggangi isu lingkungan, menyasar pada upaya penyingkiran industri kretek yang merupakan rokok khas Indonesia. Jadi, atas dasar apa kretek disebut tidak ramah lingkungan, unsur filter yang digunakan berasal dari tanaman yang food grade, aman dikonsumsi, jika tidak, tentu tidak lolos uji BPOM dan bercukai," ujar Jibal.
Kampanye antirokok menuding praktik budaya tembakau di Indonesia sebagai penyebab pemanasan global dan deforestasi.
Menurut Jibal, tudingan ini tidak didasarkan fakta pada praktik pertembakauan di Indonesia yang mengedepankan kearifan lokal.
Data BPS menunjukkan, pembukaan lahan untuk komoditas perkebunan dari 2019-2021 di Indonesia mencapai 25 juta hektar. Perkebunan kelapa sawit berada di peringkat pertama, luasan pembukaan lahan mencapai 14 juta hektar.
“Perkebunan sawit melakukan praktik deforestasi dalam pembukaan lahannya, antirokok tutup mata sama fakta ini, lagipun problem limbah medis pencemaran laut itu belum juga teratasi serius," tandasnya. (OL-8)