Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
PESINETRON Aliando Syarief mengungkapkan, dirinya didiagnosis menderita obsessive compulsive disorder (OCD), selama dua tahun terakhir. Gangguan mental ini membuat dirinya tak bisa beraktivitas secara normal. Aliando mengaku, gejala penyakit OCD yang dialaminya tergolong ekstrem sehingga perlu pengobatan menyeluruh . Kondisi ini memaksa dirinya mulai jarang tampil di layar kaca.
Spesialis kedokteran jiwa, dr. Zulvia Oktanida Syarif menjelaskan OCD ialah sejenis gangguan mental yang ditandai dengan adanya gejalan obsesi (pikiran yang terjadi berulang) dan kompulsi (tindakan yang berulang). Namun, belum diketahui penyebab pastinya.
"Orang dengan OCD memiliki gejala obsesi, kompulsi, atau keduanya. Gejala-gejala ini dapat mengganggu semua aspek kehidupan, seperti pekerjaan, sekolah, dan hubungan pribadi,” kata Zulvia dalam diskusi virtual dilansir beberapa waktu.
Baca juga: BMKG: Dinamika Atmosfer Menuju Normal di Tengah La Nina
Obsesi adalah pikiran yang berulang, dorongan, atau gambaran mental yang menyebabkan kecemasan. Sementara itu, kompulsi adalah perilaku berulang seseorang dengan OCD merasakan dorongan untuk melakukan dalam menanggapi pemikiran obsesif. Kompulsi umum termasuk pembersihan berlebihan atau mencuci tangan, memesan, dan mengatur sesuatu dengan cara yang khusus dan tepat. Pengidap juga bisa berulang kali memeriksa berbagai macam hal, seperti memeriksa pintu apakah sudah terkunci.
Gejala bisa datang dan pergi, mereda seiring waktu, atau memburuk. Meskipun sebagian orang dewasa dengan OCD menyadari apa yang mereka lakukan tidak masuk akal, tetapi ada orang dewasa dan sebagian besar anak yang tidak menyadari bahwa perilaku mereka di luar kebiasaan. Orangtua atau guru biasanya mengenali gejala OCD pada anak-anak.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya OCD pada seseorang. Salah satunya, muncul stressor pada penderita OCD. Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respons stres. "Stressor ini berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial,” ujarnya.
Dia menjelaskan OCD dapat muncul pada usia 10 tahun hingga 24 tahun, bahkan bisa mulai dari dari SD atau SMP. Kondisi ini sangat mengganggu aktivitas bagi penderitanya. Bahkan ketika stressor tersebut muncul saat dewasa, dapat membuat kondisi penderitanya semakin berat.
"Menurut penelitian, faktor risiko OCD yang berasal dari faktor biologis ialah adanya ketidakseimbangan neurotransmitter di otak. Faktor lain adalah faktor genetik, pola asuh, perkembangan anak, dan faktor stressor sosial,” sebutnya.
Zulvia menjelaskan penanganan pada penderita OCD harus komprehensif atau menyeluruh dengan pemberian obat untuk menyeimbangkan neurotransmitter di otak yang menyebabkan adanya obsesi dan kompulsi.
"Penanganan kedua dengan psikoterapi yang merupakan suatu jenis terapi, dimana penderita akan dibantu oleh terapis untuk mengatasi obsesi dan kompulsi. Salah satu jenis dari terapi tersebut adalah CBT atau terapi perilaku kognitif,” paparnya.
Tidak ada cara yang pasti untuk mencegah gangguan obsesif-kompulsif. Namun, mendapatkan pengobatan sesegera mungkin bisa membantu mencegah OCD memburuk dan mengganggu kegiatan dan rutinitas pengidap sehari-hari.(H-3)
Kurang tidur menyebabkan kerusakan DNA, melemahnya kekebalan tubuh, meningkatnya peradangan, dan terganggunya ritme sirkadian, yang semuanya bekerja sama membantu sel kanker.
Wanita di India alami kanker yang datang dari kebiasaannya bekerja terlalu keras dengan minim istirahat hingga membuatnya stres.
WHO menyatakan bahwa stres merupakan respons alami manusia saat menghadapi tekanan atau perubahan dalam kehidupan. Setiap orang pasti pernah mengalami stres.
Menyesuaikan jenis olahraga dengan kepribadian dapat meningkatkan kebugaran dan menurunkan stres.
Faktor risiko cacar api yang paling sering mencetuskan terutama pada dewasa muda itu adalah stres, saat resikonya akan meningkat sekitar 47 persen.
Kondisi macet tidak boleh dipandang sebelah mata karena berbagai studi menunjukkan, kemacetan dan waktu tempuh perjalanan berpengaruh pada tingkat stress, kesehatan dan mental.
Penggunaan pacar AI di platform seperti Character.AI makin populer, tetapi pakar memperingatkan risikonya.
Cinta bukan hanya soal perasaan, tapi juga ilmiah. Pelajari efek hormon ini saat jatuh cinta dan patah hati.
Studi terbaru menunjukkan memelihara kucing dapat mengurangi stres, memperkuat kesehatan mental, serta memberikan efek positif bagi kesehatan fisik.
Konferensi internasional psikologi ulayat kali ini menjadi istimewa karena sekaligus memperingati 100 tahun kontribusi ilmiah psikolog ternama Albert Bandura.
Ingin minta maaf dengan tulus? Ini panduan minta maaf dari para ahli.
Dilansir dari The Atlantic, pareidolia merupakan fenomena psikologi saat setiap orang dapat melihat bentuk tertentu pada gambar biasa, namun persepsinya cenderung berbeda dengan orang lain.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved