Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
DI seluruh dunia, anak perempuan lebih mungkin daripada anak laki-laki untuk menyalahkan kegagalan akademis karena kurangnya bakat. Ini menurut suatu penelitian besar tentang stereotip gender yang diterbitkan Rabu (9/3).
Paradoksnya, gagasan bahwa laki-laki secara inheren lebih cemerlang paling mengakar di negara-negara yang lebih egaliter. Stereotip semacam itu telah dieksplorasi di masa lalu. Namun karya terbaru, yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances, memiliki kelebihan mencakup 500.000 siswa di seluruh dunia, sehingga memungkinkan untuk membandingkan antarnegara.
Itu menggunakan data dari Program for International Student Assessment (PISA) 2018, penelitian yang dilakukan setiap tiga tahun untuk mempelajari lebih lanjut tentang pengetahuan dan keterampilan siswa berusia 15 tahun dalam matematika, membaca, dan sains. Survei 2018 memasukkan kalimat, "Ketika saya gagal, saya takut saya tidak memiliki cukup bakat."
Hasilnya, di 71 dari 72 negara yang diteliti, bahkan ketika kinerjanya setara, anak perempuan lebih cenderung mengaitkan kegagalan mereka dengan kurangnya bakat daripada anak laki-laki, yang lebih cenderung menyalahkan faktor eksternal. Satu-satunya pengecualian ialah Arab Saudi.
Bertentangan dengan yang diharapkan, perbedaan paling menonjol di negara-negara kaya. Di negara-negara kaya OECD, 61% anak perempuan setuju dengan pernyataan itu. Ini lebih besar dibandingkan dengan 47% anak laki-laki. Ada selisih 14%.
Di negara-negara non-OECD, kesenjangan masih ada, tetapi perbedaannya hanya 8%. Perbedaannya juga lebih besar di antara siswa yang berkinerja lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berkinerja rata-rata.
"Kami tidak memiliki penjelasan yang sempurna untuk paradoks ini," rekan penulis studi Thomas Breda, dari CNRS dan Sekolah Ekonomi Paris, mengatakan kepada AFP. Namun keanehan yang tampak telah diamati sebelumnya, semisal dalam hal kepercayaan diri serta anak laki-laki lebih cenderung belajar sains dan matematika.
Ini menunjukkan, menurut Breda, bahwa sebagai negara berkembang, norma-norma gender tidak hilang, tetapi mengonfigurasi ulang diri mereka sendiri. Satu hipotesis yakni negara-negara dengan lebih banyak kebebasan pada akhirnya meninggalkan lebih banyak ruang bagi individu untuk jatuh kembali ke stereotip lama.
Negara-negara ini juga sangat fokus pada kesuksesan individu sehingga menempatkan premi yang lebih besar pada gagasan tentang bakat itu sendiri. Dalam masyarakat yang tidak memberikan banyak nilai pada bakat, ada lebih sedikit ruang bagi orang untuk menerapkan stereotip.
Para peneliti lebih lanjut menunjukkan bahwa ada korelasi yang kuat antara gagasan menjadi kurang berbakat dan tiga indikator lain yang dipelajari sebagai bagian dari survei PISA. Semakin rendah bakat yang diyakini anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki, semakin rendah kepercayaan diri yang mereka miliki, semakin sedikit mereka menikmati persaingan, dan semakin kecil keinginan mereka untuk bekerja dalam pekerjaan yang didominasi laki-laki seperti teknologi informasi dan komunikasi.
Ketiga indikator tersebut sering disebut-sebut sebagai alasan yang dapat berkontribusi pada keberadaan langit-langit kaca yang menghalangi perempuan untuk mengakses posisi tertinggi. Secara keseluruhan, hasilnya, "Menunjukkan bahwa langit-langit kaca tidak mungkin menghilang ketika negara-negara berkembang atau menjadi lebih egaliter gender," kata para penulis dalam makalah tersebut.
Solusi yang diusulkan, "Berhentilah berpikir tentang bakat bawaan," kata Breda. "Sukses datang dari belajar melalui trial and error. Jika kita mendekonstruksi konsep bakat murni, kita juga akan mendekonstruksi gagasan bahwa anak perempuan secara alami diberkahi dengan bakat daripada anak laki-laki." (AFP/OL-14)
Dialog kebijakan antara Australia dan Indonesia merupakan langkah penting menuju pembangunan kemitraan yang lebih dinamis dan saling menguntungkan.
KELELAWAR vampir punya cara yang sangat aneh untuk mendapatkan energi. Hal itu diungkapkan para ilmuwan setelah menempatkan mereka di atas treadmill.
Pola makan nabati yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian utuh, kacang-kacangan, dan biji-bijian menyediakan nutrisi penting yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal.
Ahli biologi, Joan Robert, berpendapat bahwa tubuh akan menghasilkan hormon melatonin ketika kita tidur dalam keadaan lampu dimatikan.
BAB terlalu sering atau terlalu jarang dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan mendasar.
C-Hub atau Connectivity Hub dirancang untuk menjadi pusat dinamis bagi penelitian interdisipliner, pertukaran budaya, dan keunggulan akademik.
Inovasi yang diusung adalah Biscatur (Biskuit Cangkang Telur) yang diformulasikan untuk membantu pencegahan stunting pada anak-anak dan osteoporosis pada orang dewasa.
Menciptakan tes berbiaya rendah dinilai sangat penting karena dapat mempermudah pemeriksaan tahunan untuk penyakit Alzheimer
Peneliti menginginkan pengukuran yang lebih objektif dari asupan makanan cepat saji untuk mempelajari hubungan antara pola makan tinggi energi dari makanan olahan ultra dan hasil kesehatan.
Perjalanan Rahayu Oktaviani meneliti Owa Jawa dimulai pada 2008 ketika dia sedang menyusun skripsi.
OsRKD3 mampu mengaktifkan kembali potensi sel somatik atau sel tubuh tanaman biasa untuk berkembang menjadi embrio lengkap.
Tim UNJ mengadakan pelatihan bagi guru-guru mengenai pengembangan kurikulum, penyusunan media pembelajaran digital, serta kegiatan pendampingan belajar bagi siswa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved