Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
MASIH dalam rangka memperingati Hari Kanker Sedunia 2022, Ikatan Ekonomi Kesehatan Indonesia (IEKI) atau dikenal juga dengan INAHEA (Indonesian Health Economic Association) menyelenggarakan kegiatan dialog dengan para pemangku kepentingan mengusung tema ”Masa Depan Penyintas Kanker di Indonesia: Inovasi pembiayaan kesehatan untuk keberlanjutan layanan pengobatan kanker”.
Melalui kegiatan ini IEKI bersama dengan para pemangku kepentingan membahas tantangan yang dihadapi dalam penanganan kanker saat ini, terutama dengan adanya keterbatasan akses terhadap pengobatan inovatif dan bertujuan untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mengimplementasikan berbagai inovasi dalam pembiayaan kesehatan agar layanan pengobatan kanker.
Terutama, dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat terus mengikuti perkembangan teknologi kesehatan yang pada akhirnya akan memberikan harapan hidup yang lebih baik bagi para penyintas kanker di Indonesia.
Kanker adalah penyakit tidak menular dengan angka insiden dan kematian yang tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya sehingga perlu menjadi prioritas dan fokus semua pihak.
Baca juga: Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Miliki Risiko Tinggi Alami Gangguan Metabolik
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah berhasil membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, termasuk penyintas kanker, untuk mendapatkan penanganan dan perawatan atas kondisi kesehatan yang dialami.
Saat ini, perkembangan teknologi pengobatan kanker terus memberikan peningkatan harapan dan kualitas hidup bagi penyintas kanker, namun di sisi lain pemerintah mengalami keterbatasan pembiayaan untuk menambahkan berbagai pengobatan inovatif ke dalam cakupan JKN.
Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh The Swedish Institute for Health Economics (IHE) di tahun 2021, ditemukan bahwa negara dengan alokasi pembiayaan kanker yang lebih tinggi menunjukkan keberhasilan penanganan kanker yang lebih baik dibandingkan negara yang memiliki alokasi pembiayaan kanker lebih rendah.
Oleh karena itu, pengimplementasian pembiayaan kesehatan yang inovatif dapat menjadi salah satu solusi pendanaan kesehatan. Hal ini tentu memerlukan kolaborasi dengan berbagai pihak sehingga dapat membantu pemerintah untuk memperluas cakupan pengobatan untuk seluruh masyarakat.
Dalam diskusi Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH mengatakan, saat ini total belanja kesehatan Indonesia masih di bawah rekomendasi WHO, yaitu 5% dari GDP (PDB) atau minimal 15% dari total APBN, dan lebih rendah dibandingkan beberapa negara lain di Asia bahkan Asia Tenggara.
Selain itu dalam beberapa tahun terakhir, BPJS Kesehatan sebagai pengelola program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mengalami defisit sejak beberapa tahun terakhir yang mendorong pemerintah untuk mengurangi dan membatasi beberapa manfaat dalam cakupan JKN
“Pemerintah seharusnya tidak hanya fokus mengurangi beban biaya dengan membatasi manfaat layanan pengobatan dalam program JKN," katanya.
"Tapi perlu segera mencari ide-ide inovatif untuk meningkatkan alokasi pembiayaan sehingga pasien-pasien, terutama penyintas kanker, tetap dapat memperoleh layanan terapi kanker yang paling optimal dan memberikan harapan hidup lima tahun lebih panjang serta kualitas hidup yang lebih baik,” jelas Prof. Hasbullah.
Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt. M.B.A. M.Kes, Ketua Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajement Asuransi Kesehatan (Pusat KPMAK) UGM; menjelaskan, untuk mengatasai masalah keterbatasan biaya kesehatan, pemerintah perlu segera mencari solusi strategis, salah satunya dengan mengoptimalkan sumber-sumber dana yang ada untuk dialokasikan ke sektor kesehatan.
“Sebenarnya, Pemerintah sudah mulai menerapkan hal ini dengan mengalokasikan sebagian dari pajak rokok dan cukai tembakau yang diterima pemerintah daerah untuk sektor kesehatan," kata Diah.
"Namun, di tahun 2021, alokasi dana untuk sektor kesehatan tersebut turun dari 50% menjadi 25%. Kami berharap pemerintah pusat dapat merealokasi kembali dana untuk sektor kesehatan menjadi 50% atau memberikan fleksibiltas penggunaan dana pajak rokok dan cukai tembakau untuk pengembangan sektor kesehatan di tingkat daerah," tuturnya.
"Kami juga merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menyusun panduan teknis inovasi penggunaan pajak rokok dan cukai tembakau di sektor kesehatan, misal untuk optimalisasi pembelanjaan obat dan alat kesehatan termasuk obat inovatif kanker yang pada akhirnya akan mendatangkan manfaat bagi masyarakat yang kita layani,” jelas Diah.
Anggota Komisi IX DPR RI drg. Putih Sari, menambahkan, “Pemerintah perlu meninjau kembali tujuan awal Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yaitu untuk mencapai cakupan kesehatan semesta."
"Hal ini bukan hanya berbicara tentang cakupan jumlah kepesertaan, tapi juga cakupan layanan yang diberikan yaitu dapat menjamin akses ke layanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang sama pentingnya, berkualitas dan efektif tanpa menimbulkan beban biaya individu," katanya.
"Kami mendorong Kementerian Kesehatan RI dan seluruh pihak terkait untuk mempermudah akses obat inovatif kanker dalam program JKN, terutama untuk kanker paru yang paling mematikan," ujar Putih Sari.
"Kami juga mendorong pemerintah untuk menerapkan inovasi pembiayaan kesehatan sehingga perluasan terhadap akses pengobatan inovatif kanker tidak terbentur masalah keterbatasan biaya," jelasnya.
"Salah satu inovasi pembiayaan yang dapat dijajaki dalam waktu dekat adalah dengan membuka ruang kolaborasi yang lebih luas dengan berbagai pihak, antara lain produsen obat dan asuransi swasta. Misal dengan menyediakan beberapa skema harga dalam program JKN seperti yang sebelumnya pernah diterapkan untuk obat kanker melalui sistem risk sharing atau mekanisme inovatif lainnya,” papar Anggota DPR dari Fraksi Gerindra ini.
Ketua CISC Aryanthi Baramuli, mengatakan bahwa banyaknya pasien kanker berusia produktif juga menjadi ‘alarm’ kita bersama terkait pentingnya kemudahan akses pengobatan sehingga memberikan kesempatan bagi pasien untuk menjalani hidup yang lebih berkualitas.
“Adanya Program JKN memberikan jalan bagi kami untuk berjuang melawan kanker walalupun masih ada beberapa keterbatasan yang kami temui," jelasnya.
"Bagi kami para pasien, dukungan dari seluruh pihak untuk peningkatan layanan kesehatan dan pengobatan kanker untuk menjadi lebih baik secara kualitas tentu akan sangat bermakna," kata Aryanthi.
"Oleh karenanya,kami sangat mengapresiasi kegiatan diskusi dan rencana penyusunan rekomendasi yang diinisiasi IEKI bersama seluruh panelis yang berpartisipasi dalam acara ini," ucapnya.
"Semoga rekomendasi terkait inovasi pembiayaan kesehatan ini dapat membawa dampak besar bagi para pasien dan keluarganya, terutama untuk menurunkan angka kematian dan meningkatkan kualitas hidup para penyintas kanker,” ujar Aryanti. (Nik/OL-09)
Pemerintah resmi menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3 dalam layanan BPJS Kesehatan mulai Juli 2025. Sebagai gantinya, diberlakukan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Perpres 59/2024 menetapkan bahwa penyesuaian manfaat, tarif, dan iuran BPJS Kesehatan paling lambat diberlakukan pada 1 Juli 2025.
Secara kelembagaan, BPJS Kesehatan meraih empat penghargaan dengan predikat platinum diantaranya Best Overall Digital Transformation of The Year 2025
PENGURUS IDI sekaligus Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia Timur Tengah (PDITT), Iqbal Mochtar, menanggapi wacana dihadirkannya program obat gratis dari Presiden Prabowo Subianto.
BPJS Kesehatan menegaskan komitmennya untuk memperkuat strategi pendanaan dan mengembangkan layanan kesehatan jangka panjang
Sepanjang 2014–2024, jumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bekerja sama meningkat 28%, dari yang semula 18.437 menjadi 23.682.
Berbicara mengenai kanker, dikutip dari laman Alodokter kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan sel yang tumbuh tidak normal dan tidak terkendali di dalam tubuh.
BANYAK pasien kanker mengeluhkan rasa lelah luar biasa yang tak kunjung hilang, meski sudah cukup tidur dan beristirahat atau kelelahan akibat kanker
Berdasarkan data Indonesian Pediatric Cancer Registry, tercatat sebanyak 6.623 kasus kanker pada anak selama kurun waktu 2020 hingga 2024.
Perlunya kolaborasi menyeluruh dalam membangun ekosistem layanan kanker payudara yang lebih manusiawi, menyentuh aspek medis, dan psikososial.
Para ilmuwan mengembangkan sistem kecerdasan buatan yang merevolusi imunoterapi kanker.
Menurut data GLOBOCAN 2022, Indonesia termasuk dalam 10 besar negara dengan jumlah kasus kanker ovarium tertinggi di dunia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved