Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

World Hearing Day, Waspada Anak Lahir Tuli, 1 per 1.000 Kelahiran di Indonesia

Ferdian Ananda Majni
02/3/2022 08:05
World Hearing Day, Waspada Anak Lahir Tuli, 1 per 1.000 Kelahiran di Indonesia
Pemasangan Alat Bantu Dengar (ABD) kepada anak penerima bantuan di Kantor Pemerintah Provinsi Lampung, Lampung, sebelum pandemi.(ANTARA/ARDIANSYAH)

WORLD Report on Hearing 2021 menyebutkan sekitar 1,5 miliar penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran, di mana 430 juta orang di antaranya memerlukan layanan rehabilitasi untuk gangguan pendengaran bilateral yang dialami.

Namun tanpa upaya penanggulangan yang intensif maka diperkirakan sekitar 2,5 miliar penduduk dunia akan mengalami gangguan pendengaran pada tahun 2050, dan sekitar 700 juta orang diperkirakan membutuhkan layanan rehabilitasi dan alat bantu dengar. Hampir 80% orang dengan gangguan pendengaran berada di Negara dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah.

Gangguan pendengaran merupakan penyebab tertinggi ke-empat untuk disabilitas secara global. Dampak yang ditimbulkan oleh gangguan pendengaran dan ketulian sangat luas dan berat, yakni mengganggu perkembangan kognitif, psikologi dan sosial. Akibatnya, kualitas SDM menjadi rendah serta penurunan daya saing masyarakat di pangsa pasar.

Baca juga: Sejumlah Wilayah Dilanda Banjir, BNPB Minta Pemda Siapkan Langkah Antisipasi 

Baca juga: KLHK Usung Tiga Isu Prioritas Lingkungan dalam Agenda G20

Ketua Perhimpunan Ahli Ilmu Penyakit THT Indonesia (PP PERHATI) Prof Jenny Bashiruddin mengatakan bahwa angka tuli kongenital pada bayi baru lahir mencapai 1/1000 kelahiran.

"Kejadian bayi lahir tuli di Indonesia angkanya 1 per 1.000 kelahiran. Artinya ada 1 bayi dari 1.000 kelahiran mengalami tuli kongenital," kata Prof Jenny pada temu media dalam rangka Hari Pendengaran Sedunia bertajuk "Jaga Pendengaran Kita Kini dan Nanti" Selasa (1/3).

Guru besar Neuro-Otologist Universitas Indonesia (UI), menjelaskan ada beberapa faktor penyebab kondisi itu terjadi, sehingga perlu menjadi perhatian serius seperti penyakit rubella pada bayi baru lahir.

"Penyebab bayi lahir tuli, rubella menjadi salah satu faktor terjadinya tuli kongenital pada bayi baru lahir," ujarnya.

Menurutnya  infeksi TORCH (toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes) merupakan momok berbahaya bagi ibu hamil dan bayi baru lahir. Sehingga infeksi tersebut dapat menyebabkan berbagai kecacatan pada anak

"Pada masalah rubella, sebetulnya tuli yang dialami si bayi bisa dicegah dengan pemberian vaksinasi rubella. Kemenkes sudah melakukan vaksinasi rubella, tetapi cakupannya masih sangat rendah di beberapa wilayah dan ini meningkatkan risiko bayi lahir tuli di daerah tersebut," terangnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, Elvieda Sariwati senada menyebut faktor penyebab bayi lahir tuli lainnya adalah bayi lahir berat badan rendah.

"Bayi yang lahir dengan berat badan rendah berisiko tinggi mengalami tuli. Karena itu, diperlukan pemeriksaan rutin untuk bayi dengan kondisi ini," sebutnya.

Skrining bayi dari adanya risiko gangguan pendengaran termasuk tuli dilakukan setelah bayi lahir ke dunia. Kemudian bayi akan dipantau per 3 bulan dan 6 bulan.

"Bayi baru lahir bisa dilakukan skrining, sampai usia 6 bulan. Jika terdeteksi maka akan ditindaklanjuti sesuai dengan hasil pemeriksaan dan rekomendasi dari dokter yang menanganinya," paparnya.

Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa dalah satu pencegahan dengan melakukan vaksinasi campak rubella agar kasus tuli pada bayi baru lahir bisa dikendalikan.

Pemeriksaan pendengaran merupakan prosedur yang lazim dilakukan pada bayi baru lahir sebelum pulang dari rumah sakit. Pemeriksaan yang lazim digunakan adalah OAE (Otoacustic Emission), yaitu pemeriksaan sederhana, tidak invasif, dan tidak memerlukan kooperasi dari subjek, sehingga cocok digunakan untuk bayi baru lahir

Diketahui berdasarkan Riskesdas 2018 menyatakan ada 0,11% dari anak usia kurang dari 5 tahun atau sekira 25 ribu kasus masuk pada kategori tuli. Sehingga diperlukan langkah preventif yang harus dilakukan oleh para orang tua yang di antaranya berperilaku hidup sehat, cegah kekurangan gizi ibu hamil, perbanyak asupan gizi seimbang. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya