Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KEPALA Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menekankan pentingnya manajemen pengelolaan air dalam menghadapi cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.
Menurut Dwikorita, pemerintah perlu menyiapkan berbagai skenario dari yang paling risiko rendah hingga skenario terburuk dengan risiko yang sangat tinggi, sebab pola cuaca ekstrem di Indonesia saat ini jauh lebih sering terjadi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Fenomena siklon bisa dikatakan sangat jarang terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia, namun, selama 10 tahun terakhir kejadian siklon tropis semakin sering terjadi. Kondisi ini menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim adalah benar-benar nyata,” ujar Dwikorita dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/12).
Dwikorita menjelaskan biasanya di Indonesia hanya terkena bagian ekornya siklon, tapi sekarang justru bibit siklon tersebut muncul dan terbentuk di wilayah Indonesia.
Terakhir, Siklon Tropis Seroja yang mengakibatkan bencana banjir bandang dan longsor di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada April 2021.
Cuaca ekstrem akibat La Nina maupun siklon tropis, debit air akan mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kondisi ini semakin diperparah dengan periode hujan yang terus berubah dari tahun ke tahun sejak adanya perubahan iklim akibat pemanasan global.
Baca juga : Satgas Dorong Optimalisasi PPKM Mikro Daerah Padat
Ketidaksesuaian kapasitas dan kesiapan dalam menghadapi tingginya curah hujan inilah, kata dia, yang lantas membuat air meluap dan meluber tidak terkendali sehingga menimbulkan bencana banjir.
Hal itu ditambah pola hidup masyarakat yang kerap membuang sampah sembarangan sehingga membuat sungai semakin dangkal dan penuh sesak sampah.
“Manajemen air dari hal kecil, seperti irigasi di desa dan perkotaan hingga waduk penampung air yang dimiliki Indonesia saat ini sejatinya sudah bagus, hanya saja perubahan iklim membuat semuanya menjadi berbeda,” ujar dia.
Dwikorita menyebut bahwa saluran irigasi, sungai, hingga waduk tidak siap dan belum dirancang dalam menghadapi pola cuaca ekstrem saat perubahan iklim.
Oleh karena itu, BMKG mendorong agar manajemen pengelolaan air di Indonesia juga turut mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan pola perubahan iklim yang ada. (Ant/OL-7)
Banjir, kebakaran, angin kencang, gelombang pasang, dan tanah longsor bukan hanya mengancam keselamatan manusia, tapi juga menghambat pembangunan dan menimbulkan kerugian ekonomi besar.
MEMPERINGATI Hari Logistik Nasional 2025, Lion Parcel menyoroti peran kurir sebagai garda terdepan dalam menghubungkan Indonesia melalui pengiriman barang, termasuk di wilayah timur Indonesia dengan akses yang menantang.
BNPB mencatat 18 kejadian bencana di berbagai wilayah Indonesia dalam kurun waktu 24 jam sejak Selasa (24/6) pukul 07.00 WIB hingga Rabu (25/6) pukul 07.00 WIB.
TANTANGAN dalam mengatasi dan melakukan mitigasi bencana di dunia saat ini disebut semakin kompleks. Berbagai isu global seperti perubahan iklim hingga tekanan urbanisasi menjadi pemicunya.
Cakupan perlindungan asuransi belum mampu mengimbangi besarnya potensi kerugian. Hal itu mengakibatkan semakin banyak pihak yang kurang atau tidak terlindungi.
BADAN Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi peralihan musim hujan ke musim kemarau.
SUNGAI adalah indikator kemajuan. Pemulihan dan penataan aliran sungai merupakan pekerjaan strategis, karena menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
Kerusakan ginjal bisa memberi dampak kesehatan serius bagi organ tubuh lainnya seperti jantung, hati, dan bahkan otak.
Menurut laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2020, beberapa wilayah di Indonesia akan mengalami kelangkaan atau krisis air bersih pada 2045.
Batu ginjal terbentuk dari endapan mineral, garam, dan zat sisa lainnya yang mengkristal akibat kebiasaan kurang minum.
Sebuah studi mengungkap air mungkin terbentuk jauh lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya, hanya 100-200 juta tahun setelah Big Bang.
Sebuah penelitian terbaru mengungkap air sudah mulai terbentuk di alam semesta lebih awal dari yang diperkirakan, hanya 100-200 juta tahun setelah Big Bang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved