Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

RUU PPRT Didesak Untuk Segera disahkan 

Mediaindonesia.com
03/11/2021 22:00
RUU PPRT Didesak Untuk Segera disahkan 
Aksi Massa mendukung pembhasan RUU PPRT(MI/M. Irfan)

KETUA Umum Kongres Wanita Indonesia (Ketum KOWANI) Giwo Rubianto Wiyogo mendesak DPR untuk segera menuntaskan pembahasan dan menyetujui untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). 

"Walaupun Baleg (Badan Legislasi) DPR RI sudah memutuskan RUU PPRT untuk ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR, namun hingga Oktober 2021 masih belum diagendakan," kata Giwo ketika memberi sambutan dalam seminar nasional bertajuk "Gerakan Ibu Bangsa untuk Perlindungan Pekerja Rumah Tangga" yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Kongres Wanita Indonesia, Rabu (3/11). 

Berdasarkan penjelasan Giwo, Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak mengakomodasi perlindungan terhadap para pekerja rumah tangga karena wilayah kerja yang bersifat domestik dan pribadi. Wilayah kerja tersebut juga menjadi penyebab tidak adanya kontrol dan pengawasan dari pemerintah. 

Padahal, pekerja rumah tangga rentan mengalami diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan. Selain itu, para pekerja rumah tangga juga tidak dihitung dan dikecualikan dari semua jenis program subsidi pemerintah, sementara survei dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menunjukkan bahwa 50-75 persen PRT mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan dengan pemotongan upah akibat COVID-19. 

"PRT dengan keluarganya berada dalam situasi krisis pangan, papan, dan riskan terhadap jeratan utang," ucap dia. 

Oleh karena itu, ia menekankan, UU PPRT telah menjadi kebutuhan yang mendesak dan akan melahirkan sejarah baru dari penghapusan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap PRT di Indonesia. 

UU PPRT akan mengatur mengenai ketentuan pengupahan, jam kerja, istirahat, batasan usia minimum boleh bekerja, hingga jaminan sosial dan hal-hal lain yang mampu menunjang kualitas hidup ART. Di sisi lain, pemberi kerja juga akan mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum yang diatur dengan jelas di dalam UU PRT. 

"Sebagai negara yang Pancasila, sebagai wujud kemanusiaan dan keadilan sosial, diperlukan adanya UU PPRT ini," ujar Giwo. 

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Aditya meminta kesiapan dan komitmen dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk membahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). 

"Solidaritas gerakan untuk PRT ini kami minta juga komitmen, kalau mau, Kemenaker siap enggak membahas ini? Kalau siap, nanti datang ke pimpinan DPR (dan katakan, red.) kalau Kemenaker siap membahas ini," kata Willy. 

Willy mengungkapkan landasan yuridis, atau landasan hukum, terkait dengan pembahasan RUU PPRT masih terpecah-pecah dan belum kuat sebab UU Ketenagakerjaan yang saat ini berlaku di Indonesia masih belum mengakui pekerja rumah tangga sebagai pekerja. 

Biasanya, kata dia, para pekerja rumah tangga disebut sebagai asisten rumah tangga, pembantu, atau sebutan lainnya oleh para pemberi pekerjaan. Hal tersebut yang kemudian dibutuhkan pengakuan yang menyatakan bahwa pekerja rumah tangga juga merupakan bagian dari tenaga kerja yang hak-haknya sebagai pekerja harus dilindungi oleh peraturan yang berlaku. 

Selain itu, Willy juga mengatakan bahwa pihaknya akan membagi UU PPRT menjadi dua klaster. Klaster pertama adalah pekerja rumah tangga yang bekerja karena direkrut langsung oleh pemberi kerja. 

"Ketika dia direkrut langsung oleh pemberi kerja, relasi yang diutamakan adalah relasi yang sifatnya kekeluargaan dan kerabatan," tutur Willy. 

Baca juga : Penghargaan Ksatria Seni dari Prancis untuk Pematung Nyoman Nuarta

Berdasarkan relasi tersebut, perihal jam kerja, teknis kerja, serta keseluruhan perjanjian kerja merupakan hasil dari musyawarah dan mufakat di antara pekerja dan pemberi kerja. 

Apabila pekerja rumah tangga tidak direkrut dengan langsung, kata Willy, harus terdapat perusahaan yang bisa dikendalikan atau dipantau oleh Pemerintah untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia. Model ini adalah klaster kedua. 

Dalam klaster kedua, pemerintah daerah dapat menyediakan balai latihan kerja (BLK) melalui kerja sama dengan perusahaan-perusahaan penyedia jasa, serta mengatur kesepakatan kerja yang lebih detail dengan pihak-pihak pemberi kerja. 

"Dengan statement kesiapan pemerintah, khususnya Kemenaker, untuk membahas ini, itu jadi kekuatan dan kami tetap berjuang, bersolidaritas, semoga RUU PPRT segera menjadi hak inisiatif DPR dan dibahas bersama Kemenaker," kata Willy. 

Di sisi lain, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mendorong terus dilakukan sosialisasi jaminan ketenagakerjaan untuk pekerja rumah tangga (PRT) di saat masih rendahnya pekerja di sektor itu yang memiliki jaminan sosial baik ketenagakerjaan maupun kesehatan. 

"Data menunjukkan jumlah PRT yang sudah terkaver oleh jaminan sosial baik kesehatan maupun ketenagakerjaan datanya masih sangat minim," katanya. 

Ia mengaku mendorong BPJS Ketenagakerajaan menyosialisasikan hal itu agar PRT mendapat perlindungan yang optimal. 

"Saya terus mendorong kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk terus mensosialisasikan agar para pekerja rumah tangga kita mendapatkan perlindungan," katanya. 

Dia menjelaskan perlunya PRT mendapatkan jaminan sosial sudah diisyaratkan dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang di dalamnya berisi persyaratan menjadi PRT, dibutuhkannya perjanjian kerja, hak, dan kewajiban. 

Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, hingga 2018 terdapat 149.566 PRT yang mendapatkan perlindungan bidang ketenagakerjaan sebagai peserta bukan penerima upah (BPU). 

Dari jumlah tersebut, 147.548 pekerja migran Indonesia yang berkarya sebagai pekerja domestik, perawat lansia dan anak, serta pengurus rumah, dengan sisanya PRT di sektor domestik. 

Cakupan itu terbilang masih kecil mengingat data Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) memperlihatkan pada 2015 terdapat 4,2 juta orang yang bekerja sebagai PRT di Indonesia dengan tren peningkatan setiap tahunnya. 

Untuk itu, Menaker Ida secara khusus meminta agar sosialisasi terus dilakukan untuk memperluas cakupan perlindungan bagi PRT di Indonesia, yang masih menghadapi kerentanan termasuk eksploitasi hubungan kerja. 

"Agar terus menyosialisasikan karena saya kira memang tidak banyak yang mengetahui secara pasti manfaat yang diperoleh dari program jaminan sosial ketenagakerjaan," pungkas Ida. (Ant/OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya