Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
BADAN Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, sejak Sabtu (23/10) pukul 00.00 WIB dinihari hingga Minggu (24/10) 2021 pukul 10.00 WIB sudah tercatat sebanyak 32 kali aktivitas gempa di Banyubiru, Ambarawa, Salatiga dan sekitarnya.
Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan, seluruh gempa yang terjadi memiliki magnitudo kecil, bahkan tidak ada yang melebihi Magnitudo 3,5. Gempa paling banyak terjadi memiliki magnitudo kurang dari 3,0 dengan magnitudo terkecil yang dapat dianalisis adalah gempa dengan Magnitudo 2,1.
Ia menjelaskan, seluruh gempa yang terjadi merupakan gempa sangat dangkal dengan kedalaman kurang dari 30 kilometer. Gempa paling banyak terjadi berada pada kedalaman kurang dari 10 km dimana gempa terdangkal berada pada kedalaman 3 kilometer yang terjadi sebanyak 3 kali.
"Jika kita mencermati data parameter gempa yang terjadi sejak Sabtu pagi dinihari tampak bahwa berdasarkan sebaran temporal magnitudo gempa, maka fenomena tersebut dapat dikategorikan sebagai gempa swarm," kata Daryono dalam keterangannya, Minggu (24/10).
Daryono menjelaskan, gempa swarm dicirikan dengan serangkaian aktivitas gempa bermagnitudo kecil dengan frekuensi kejadian yang sangat tinggi, berlangsung dalam waktu relatif lama di suatu kawasan, tanpa ada gempa kuat sebagai gempa utama (mainshock).
Adapun, umumnya penyebab gempa swarm antara lain berkaitan dengan transpor fluida, intrusi magma, atau migrasi magma yang menyebabkan terjadinya deformasi batuan bawah permukaan di zona gunung api.
"Gempa swarm memang banyak terjadi karena proses-proses kegunungapian," imbuh dia.
Selain berkaitan dengan kawasan gunung api, beberapa laporan menunjukkan bahwa aktivitas swarm juga dapat terjadi di kawasan nonvulkanik, meskipun kejadiannya sangat jarang. Swarm dapat terjadi di zona sesar aktif atau kawasan dengan karakteristik batuan yang rapuh sehingga mudah terjadi retakan.
"Terkait fenomena swarm yang mengguncang Banyubiru, Ambarawa, Salatiga dan sekitarnya ada dugaan jenis swarm tersebut berkaitan dengan fenomena tektonik (tectonic swarm), karena zona ini cukup kompleks berdekatan dengan jalur Sesar Merapi Merbabu, Sesar Rawapening dan Sesar Ungaran," jelas Daryono.
Ia melanjutkan, dugaan tektonik swarm ini tampak dari bentuk gelombang geser (shear wave) yang sangat jelas dan nyata menggambarkan adanya pergeseran 2 blok batuan secara tiba-tiba.
Tectonic swarm umumnya terjadi karena adanya bagian sesar yang mengalami rayapan (creeping) sehingga mengalami deformasi aseismik atau bagian/segmen sesar yang tidak terkunci (locked) bergerak perlahan seperti rayapan (creep).
Adapun, berdasarkan catatan BMKG, gempa swarm bukan sekali ini terjadi di Indonesia. Beberapa fenomenanya pernah terjadi beberapa kali, di antaranya di Klangon, Madiun pada Juni 2015, Jailolo, Halmahera Barat pada Desember 2015 dan Mamasa, Sulawesi Barat pada November 2018.
"Masa berakhirnya aktivitas swarm berbeda-beda, dapat berlangsung selama beberapa hari, beberapa minggu, beberapa bulan, hingga beberapa tahun sperti halnya swarm Mamasa Sulawesi Barat yang mulai terjadi sejak akhir tahun 2018 dan masih terus terjadi hingga saat ini," ungkap Daryono.
Dampak gempa swarm jika kekuatannya cukup signifikan dan guncangannya sering dirasakan dapat meresahkan masyarakat. Daryono menegaskan, masyarakat diimbau untuk tidak panik tetapi waspada. Terjadinya fenomena gempa swarm ini setidaknya menjadikan pembelajaran tersendiri untuk masyarakat, karena aktivitas swarm memang jarang terjadi.
"Namun demikian, jika kita belajar dari berbagai kasus gempa swarm di berbagai wilayah, sebenarnya tidak membahayakan jika bangunan rumah di zona swarm tersebut memiliki struktur yang kuat," kata Daryono.
"Jika struktur bangunan lemah maka dapat menyebabkan kerusakan bangunan rumah seperti yang saat ini sudah terjadi pada beberapa rumah warga di Banyubiru dan Ambarawa," pungkas dia. (H-1)
Gempa bermagnitudo 5,4 mengguncang gugusan Kepulauan Tokara di Prefektur Kagoshima, Jepang barat daya, pada Sabtu (5/7).RR
Badan Meteorologi Jepang (JMA) membantah keterkaitan antara rangkaian gempa bumi dan ramalan bencana yang muncul di sebuah cerita manga karya Ryo Tatsuki dengan judul The Future I Saw.
Pemerintah Jepang mulai melakukan evakuasi terhadap warganya yang tinggal di pulau-pulau barat daya akibat gempa yang terus terjadi di wilayah tersebut.
Dilaporkan terpantau embusan asap putih tipis hingga sedang dengan ketinggian berkisar antara 20 hingga 200 meter dari dasar Kawah Ratu
Gempa tektonik dengan magnitudo 6,1 di wilayah lepas Pantai Timur Sarangani, Provinsi Davao Occidental, Filipina Selatan
Salah satu ancaman gempa bumi besar di Jawa Barat ialah di patahan Sesar Lembang. Sesar ini jika bergerak berpotensi menimbulkan gempa dengan magnitudo 6,5 hingga 7
Ketinggian gelombang terjadi di perairan Jawa Tengah tersebut cukup berisiko terhadap kegiatan pelayaran.
"Tim melalukan pemantauan sekaligus menyampaikan sosialisasi secara langsung kepada warga pesisir untuk meningkatkan kewaspadaan,"
Badan Meteorologi BMKG memperkirakan cuaca ekstrem akan melanda sebagian besar wilayah Indonesia pada Minggu, 13 Juli 2025.
Program 100 Hari Pramono – Rano, salah satunya adalah program pengerukan sungai untuk penanganan banjir.
BMKG memperingatkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun musim kemarau secara klimatologis telah dimulai.
Kabar gembira datang dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved