Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PROTECT Breastfeeding: A Shared Responsibility menjadi tema World Breastfeeding Week tahun 2021 . Tema ini semakin memperjelas bagaimana menyusui berkontribusi pada kelangsungan hidup, kesehatan, dan kesejahteraan semua orang.
“Menyusui adalah investasi berharga bagi tumbuh kembang si kecil, hingga dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang membutuhkan dukungan di semua tingkata,” kata Dokter Umum Konselor Laktasi RS Pondok Indah, Bintaro Jaya, dr. Nia Wulan Sari, CIMI, pada keterangan pers, Senin (2/8).
Ia menegaskan bahwa meskipun dukungan di tingkat individu sangat penting, menyusui bukan hanya tanggung jawab sang ibu seorang, tetapi juga suami, keluarga terdekat, dan lingkungan di sekitarnya.
“Sayangnya, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa menyusui hanyalah tugas ibu saja, dan seorang ibu pasti bisa menyusui secara alamiah tanpa masalah. Tentu saja anggapan ini keliru,” ujar dr.Nia.
“ Suburnya tanggapan ini di masyarakat membuat banyak hambatan menyusui menjadi tidak terpecahkan. Pada akhirnya, tumbuh kembang sang buah hati pun menjadi taruhannya,” jelasnya.
Permasalahan menyusui yang kerap ditemui. Menurut dr.Nia, beberapa masalah menyusui yang sering terjadi, antara lain:
•Masalah dari kondisi ibu seperti: ASI belum lancar keluar, posisi perlekatan bayi yang belum baik sehingga menyebabkan puting ibu lecet dan terasa nyeri saat menyusui, payudara bengkak, bentuk puting payudara datar/retracted
•Kurangnya pengetahuan dan informasi ibu mengenai laktasi
•Keluarga tidak mendukung pemberian ASI
•Anjuran pemberian susu formula sejak dini dari orang-orang di sekitar ibu
•Tenaga kesehatan yang kurang sabar/kurang berpengalaman dalam memberikan edukasi laktasi pada ibu menyusui, sehingga kurang memberikan dukungan kepada ibu
•Pendapat negatif orang lain
“Begitu banyak permasalahan yang bisa terjadi dalam proses menyusui. Karenanya, diperlukan dukungan penuh dari keluarga terdekat, tenaga kesehatan, dan masyarakat untuk menyukseskan pemberian ASI eksklusif, mulai dari dukungan moril, materiil, hingga pemberian informasi laktasi yang aktual,” papar dr.Nia.
Berbagai penelitian, jelas dr.Nia, menunjukkan bahwa ibu menyusui yang mendapatkan dukungan penuh dari suami dan keluarga memiliki tingkat keberhasilan menyusui lebih tinggi, jika dibandingkan dengan ibu menyusui dengan suami dan keluarga yang kurang membantu dalam merawat si kecil.
Menurut dr.Nia, pemberian informasi aktual mengenai laktasi dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan/konselor laktasi kepada calon ibu dan ibu menyusui dalam 7 kesempatan berikut ini:
1.Ketika hamil, membahas keuntungan dan manajemen menyusui
2.Ketika hamil, membahas proses menyusui dan kendala-kendala yang mungkin dihadapi
3.Setelah melahirkan, bimbingan kontak kulit dini antara ibu dengan bayi saat IMD
4.24 jam setelah melahirkan, bimbingan posisi menyusui yang baik (posisi tidur atau duduk) dan membantu perlekatan mulut bayi pada payudara
5.Satu minggu setelah melahirkan, diskusi mengenai kesulitan atau kendala yang dihadapi
6.Satu bulan setelah melahirkan, untuk mendiskusikan kesulitan yang mungkin masih dialami oleh ibu menyusui
7.Dua bulan setelah melahirkan, untuk mendiskusikan kesulitan yang mungkin masih dialami oleh ibu menyusui, persiapan kembali bekerja, bagaimana memerah ASI, penyimpanan dan pemberian ASI perah, dan lainnya
Di masa pandemi seperti sekarang ini, memastikan dukungan dan perlindungan yang baik bagi ibu menyusui untuk memberikan ASI kepada si kecil menjadi hal yang sangat penting.
“Bagaimanapun, ASI merupakan nutrisi terbaik yang paling penting, yang menjadi sumber pertahanan tubuh dan juga stimulasi bagi si kecil sejak dini,” tegasnya.
Bayi yang tidak mendapat ASI, dijelaskan dr.Nia, memiliki risiko lebih mudah sakit dibandingkan bayi yang mendapat ASI. Kandungan pada ASI dapat memberikan antibodi pada si kecil yang membantunya terhindar dari infeksi saluran napas (ISPA), diare, infeksi telinga, serta berbagai penyakit lainnya. Bayi yang tidak mendapat ASI juga lebih berisiko untuk mengalami obesitas.
Bolehkah ibu positif Covid-19 menyusui?
Kondisi pandemi di Indonesia yang masih belum terkendali mengakibatkan semakin banyaknya ditemukan ibu menyusui yang terinfeksi Covid-19.
Kondisi tersebut pun memunculkan dilema, haruskah kegiatan menyusui diteruskan atau dihentikan? Adakah risiko si kecil dapat tertular Covid-19 dari sang ibu akibat proses menyusui?
Efek perlindungan ASI sangat kuat dalam melawan infeksi penyakit melalui peningkatan daya tahan tubuh bayi. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa terdapat antibodi Covid-19 yang mengalir dalam ASI.
Sampai saat ini, belum ada bukti penularan Covid-19 secara langsung dari ibu kepada anaknya melalui ASI, dan hanya antibodinya yang ditemukan dalam ASI.
“Karenanya, ibu positif Covid-19 tetap disarankan untuk memberikan ASI pada bayinya. Proses menyusui bisa tetap dilanjutkan dengan catatan ibu tidak memiliki gejala, atau hanya bergejala ringan saja, dan mampu menyusui. Hal ini juga dilakukan untuk memelihara interaksi (skin to skin contact) antara ibu dan bayi,” ujar dr.Nia.
Apabila ibu mengalami gejala Covid-19 yang sedang hingga berat hingga menyulitkan pemberian ASI, bayi dapat diberikan donor ASI perah (ASIP) atau ASI donor yang sudah di-screening sesuai persyaratan untuk memastikan higienitas ASIP dari penyakit menular.
“Pemberian ASIP dapat dilakukan menggunakan media seperti cup feeder, sendok, atau pipet agar meminimalisir bayi mengalami bingung puting,” tuturnya.
Ibu yang positif Covid-19 dan tetap ingin memberikan ASI kepada bayinya harus mempraktikkan prosedur pencegahan penularan infeksi yang ketat.
“Selalu cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah kontak dengan bayi, rutin membersihkan benda-benda yang disentuh ibu dengan disinfektan, gunakan masker dengan rapat menutupi hidung, mulut, dan dagu, serta hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut ketika menyusui si kecil,” jelasnya. (Nik/OL-09)
Bukan hanya bermanfaat bagi kesehatan tulang saja, ternyata Vitamin K juga sangat memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan tubuh lainnya.
Penerapan intervensi pada pemaknaan kesehatan atau Health Belief Model dapat membantu efektivitas program kesehatan.
Membangun komunikasi terbuka dan transparan berdasarkan penelitian ilmiah menawarkan peluang nyata untuk memengaruhi pilihan gaya hidup merokok di antara penduduk Indonesia.
Beberapa penyakit kuno seperti Rabies, Trakoma, Kusta, TBC, dan Malaria masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia.
Menggunakan talenan yang sama untuk sayur dan daging bisa menyebabkan kontaminasi silang berbahaya seperti Salmonella. Simak tips mencegahnya berikut.
Adapun ruang lingkup kerja sama yang dilakukan yaitu pengembangan sistem klaim digital dan pengembangan sistem pembayaran kepada seluruh fasilitas kesehatan.
Masalah kulit bayi seperti ruam popok, kemerahan, hingga iritasi, masih menjadi keluhan umum yang sering dihadapi para orangtua.
Jangan panik bila anak anda alami kejang demam. Ini gejala dan penanganannya.
Dokter berhasil mengobati bayi dengan defisiensi CPS1, penyakit genetik langka, menggunakan terapi pengeditan gen.
Bayi yang baru lahir (newborn) membutuhkan waktu tidur yang cukup lama dan terbagi dalam beberapa sesi, karena bayi baru lahir itu memang sebagian besar hidupnya adalah tidur.
Delapan dari 10 ibu mengandalkan rekomendasi dari komunitas parenting sebelum memutuskan pembelian.
Bayi memiliki aroma alami yang sangat menyenangkan, berbeda dengan remaja yang mulai mengalami bau badan akibat perubahan hormon saat memasuki masa pubertas
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved