Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Sektor Ristek Terjebak dalam Kesibukan Integrasi BRIN

Faustinus Nua
02/8/2021 16:29
Sektor Ristek Terjebak dalam Kesibukan Integrasi BRIN
: Pekerja merakit komponen mesin ventilator portabel Vent-I di PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Jawa Barat, Rabu (20/5/2020).(ANTARA/M Agung Rajasa)

Di tengah amukan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, semua energi bangsa harus berfokus pada penanganan dan pengendalian penyebaran virus. Dampaknya yang meluas pada hampir semua sektor merupakan tanda bahaya yang menjadi tanggung jawab bersama.

Pada masa-masa awal pandemi, sektor riset dan teknologi terlihat mulai bergairah dalam memainkan peranan pentingnya sebagai problem solver. Beberapa inovasi meski belum maksimal tapi terlihat nyata, sebut saja GeNose C-19 yang awalnya dikembangkan untuk mendiagnosis TBC dengan segera diubah atau dimodifikasi untuk screening Covid-19. Begitu pula ventilator dari berbagai lembaga riset hingga pada pengembangan vaksin Merah-Putih dan alat-alat kesehatan lainnya.

Namun, di tengah kelangkaan oksigen dan upaya percepatan vaksinasi, sektor ristek seperti kehilangan fokus. Tidak banyak inovasi yang diciptakan saat ini untuk. Bahkan progres dari program-program ristek tidak menunjukan perkembangan yang signifikan alias melambat.

Baca juga: Survei BPS: Kepatuhan Responden pada Prokes Cukup Baik

Pengamat ristek Sulhajji Jompa mengungkapkan bahwa sektor ristek Tanah Air saat ini sedang terjebak dalam isu-isu reorganisasi. Hadirnya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di tengah situasi krisis justru mengganggu fokus dari lembaga-lembaga riset di bawahnya hingga menimbulkan keresahan para peneliti itu sendiri.

"Nah pada akhirnya kita kan terjebak, kita lihat terjebak dalam kesibukan melakukan perombakan. Apa yang terjadi akhirnya kan muncul keresahan, coba cek di lembaga-lembaga yamg masuk dalam kategori akan digabungkan dalam BRIN," ungkapnya, Senin (2/8).

Peneliti dan praktisi inovasi teknologi itu mengatakan bahwa tagline konsolidasi tidak ada bedanya dengan peleburan. Lantas, para peneliti tentunya lebih memilih melakukan penyesuaian dengan organisasi baru ketimbang tetap fokus pada riset mereka.

Dan bukan sesuatu yang perlu diperdebatkan lagi bila akhir-akhir ini sektor tersebut menjadi kurang menonjol. Padahal lembaga riset harus diarahkan untuk pembangunan nasional terutama menjadi problem solver seperti di masa pandemi.

"Bisa dibayangkan lembaga yang lagi fokus-fokudnya untuk riset tertentu, misalnya kemudian akan digabungkan dengan lembaga lain akhirnya semua jadi sibuk berpikir aku mau ke mana. Jadi tipikal pegawai kan beda-beda ya," ucap lulusan S3 Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSDAL) IPB yang pernah berkecimpung dalam dunia penelitian selama 24 tahun.

Sulhajji menilai bahwa integrasi lembaga riset ke dalam BRIN bukan sekadar dilakukan di waktu yang salah. Lebih jauh, dia menyebut ada kesalahan dalam menterjemahkan UU No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas IPTEK).

Integrasi yang dimaksud, menurutnya adalah mengarahkan dan mensinergikan. Sementara yang diterjemahkan BRIN melalui Perpres No. 33 Tahun 2021 merupakan penggabungan atau peleburan dari lembaga-lembaga riset yang pada.

Baca juga: Menkes: Penanganan Terlambat, Banyaknya Pasien Covid-19 Wafat

Jelas, bahwa seharusnya lembaga riset yang sudah ada saat ini diperkuat dan BRIN akan mengorkestrasikannya. Bukan kemudian digabungkan menjadi satu lembaga riset dari berbagai lembaga dengan core riset yang berbeda.

"Ok lah kalau niatnya berusaha maksimal negara untuk lebih fokus, tapi menurut saya tetap harus diluruskan bahwa kata integrasi itu yang dimaksud dalam pasal 48 adalah mengarahkan dan mensinergikan secara optimal terhadap kelembagaan ristek yang ada. Kan begitu. Bukan diterjemahkan bahwa mereka digabungkan, kemudian diaduk-aduk," terangnya.

Dikatakanya, pembentukan BRIN di masa pandemi memang tidak ada urgensinya. Justru, kenyataan saat ini lembaga itu malah sibuk melakukan reorganisasi di internalnya sehingga tidak ada out put. BRIN seharusnya hadir untuk menguatkan lembaga riset yang sudah ada, memberi arahan padanaspek fokus tertentu yang kebutuhan nasional.

"Negara butuh apa, BRIN menjadi wasitnya, semua lembaga riset kita fokus di sini, semua tim ahli, SDM kita gabungkan untuk percepat, untuk produksi sesuatu," tambahnya.

Dia pun berharap agar kekeliruan tersebut segera diperbaiki pemerintah. Bagaimana pun BRIN berfungsi menjadi penyelenggara yang mengarahkan dan mensinergikan lembaga ristek. Sementara, psikologi para peneliti sebenarnya tidak boleh terganggu dengan permasalahan organisasi atau lembaga. Dan yang terpenting, BRIN harus tetap bisa memberi solusi bagi bangsa di tengah pandemi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya