Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra menilai pemerintah belum siap memenuhi sejumlah unsur dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah. Apalagi direncanakan mulai diterapkan pada Juli 2021.
"Ketika kami melakukan analisis SKB di Januari dan Juli ini sebenarnya itu berdasarkan setting situasi, karena dalam SKB 4 Menteri menyebutkan rencana waktu, sementara kajian kita berdasarkan epidemiologi pergerakan mobilitas dan juga setting situasi saat itu yang memungkinkan sehingga pada Januari kita mengatakan tidak mungkin, dan pada Juli ini kita tidak mungkin," kata Hermawan dalam diskusi virtual bertajuk Ngopi seksi "PPKM Darurat: Bagaimana Nasib Pendidikan Indonesia?" Minggu (11/7).
Baca juga: Kesadaran Kolektif Kunci Kesuksesan PPKM Darurat
Dalam kajian itu disebutkan bahwa potensi kenaikan kasus akan tinggi, lanjut Hermawan itu terbukti sekarang. Namun jika ditanya sekarang atau kapan ke depan situasi yang efektif untuk PTM digelar, tentunya ada dua kondisi yang menjadi syarat agar kebijakan tersebut bisa diterapkan secepatnya.
"Pertama kebijakannya extaraordinary, misalnya lockdown regional, apabila dilakukan pada 3 minggu secara disiplin, ketat itu mampu memutus mata rantai covid," sebutnya.
Lockdown itu meminimalisasi multitafsir pemerintah daerah terkait kebijakan, karena lockdown itu berlaku menyeluruh untuk semua, tidak ada subjektivitas penegakan di lapangan. Tentunya otomatis membatasi mobilitas di rumah saja.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) menambahkan apabila pemerintah ingin betul mengukur dampak risiko sehingga setelahnya bisa kembali hidup dengan risiko yang terkendali. Sehingga itu menjadi opsi pendekatan pertama, tentu saja otoritas pemerintah yang bisa atau tidak.
"Kedua solusi adalah vaksin, sebenarnya vaksinasi inilah yang dipilih dan yang diinginkan, oleh sebab itu presiden di 13 Januari melakukan seremoni pertama kali vaksinasi bersama para tokoh, pejabat dan diikuti publik," paparnya
Pemerintah juga berambisi agar jangka waktu 15 bulan mampu mewujudkan 81,5 juta orang tervaksinasi. Artinya 70% dari populasi etnis dari 270 juta penduduk Indonesia.
Baca juga: Menkes Harapkan Kedatangan Vaksin Moderna Bisa Percepat Vaksinasi
"Konsep epidemiologi di dalam public health science bahwa herd immunity atau imunitas secara komunal akan terbentuk paling tidak bila 70% populasi birisiko tervaksinasi," ujarnya.
Namun hingga 6 bulan vaksinasi digencarkan pada vaccination rate atau rata-rata harian jumlah orang yang tervaksinasi itu belum mampu konsisten 1 juta per hari. Adapun presiden terus mendorong hingga adanya 1 juta dan 2 juta tentu perlu diapresiasi.
"Tetapi keterbatasan kita dalam vaksin, pertama karena negara kita bukan produsen vaksin sehingga isu sediaan, isi kesersediaan, dan isu ketersediaan menjadi big problem dalam vaksinasi, itu sebab kalau dikatakan kapan? Kalau kita sudah mampu vaksinasi 70% populasi, anggaplah kita tanya guru saja, apakah 70% guru teman-teman dengan profesi yang mulia ini sudah tervaksinasi?," terangnya.
Oleh karena itu, para guru saja belum mencapai cakupan 70% vaksinasi. Bagaimana tenaga kependidikan, murid-murid dan rekayasa lingkungan pendidikan, seperti ruang-ruang kelas, kbagaimana juga barang dan peralatan alat peraga sehingga semua harus dipersiapkan.
"Nah ketika ini semua mampu dijawab. Inilah saatnya kita well prepare to face our offline education program," pungkasnya. (H-3)