Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Hari Kartini, Perempuan Masih Rentan Menjadi Korban Kekerasan

Suryani Wandari Putri Pertiwi
21/4/2021 15:04
Hari Kartini, Perempuan Masih Rentan Menjadi Korban Kekerasan
Gambar tokoh wanita Indonesia RA. Kartini(ANTARA FOTO/Maulana Surya)

Hari Kartini sekarang ini, situasi perempuan dan anak perempuan Indonesia dirasa masih “GELAP”.

Menurut Koordinator Sekretariat Nasional FPL, Veni Siregar, perempuan masih mengalami banyak hambatan untuk mendapatkan rasa aman dan kepastian hukum karena disebabkan oleh beberapa hal.

"Seperti peraktik budaya di beberapa wilayah masih mendiskriminasikan perempuan, masyarakat masih mempersalahkan korban, sikap aparat penegak hukum yang belum sensitive dan beberapa kebijakan daerah ataupun nasional masih melanggengkan impunitas bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seskual," kata Veni dalam keterangan resminya, Rabu (21/4).

Ia melanjutkan, situasi perempuan Indonesia belum dapat terbebas dari kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. Ditambah Pemerintah Nasional belum mampu mendukung peran aktif masyarakat, terlebih dukungan bagi masyarakat yang berperan aktif dalam penanganan perempuan korban kekerasan.

Padahal hasil penelitian Komnas Perempuan tahun 2020, menujukan dalam situasi Covid-19 korban kekerasan termasuk korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan Korban kekerasan seksual (KS) cenderung mencari pertolongan di pengada layanan masyarakat sipil, karena jam layanan mereka lebih dari 8 jam kerja. Walaupun COVID-19 berdampak signifikan terhadap ketersediaan anggaran pengada layanan berbasis masyarakat sipil terutama untuk penangan dan pemulihan.

Komnas Perempuan mencatat dari 299.911 kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) terdapat 8.234 kasus yang dilaporkan dari lembaga layanan inisiatif masyakat.

Baca juga: Perempuan Punya Andil Besar dalam Riset dan Inovasi di Indonesia

Kondisi lembaga layanan didaerah semakin terjepit, karena hingga kini Pemerintah tidak memiliki mekanime yang mampu mendukung upaya dan peran aktif masyakat sipil dalam memberikan penanganan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan.

Padahal Peratuan Pemerintah nomor 4 tahun 2006 tengang Penyelenggaraan dan kerjasama pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga, khususnya pasal 15 ayat 2 dan 3 mengamatkan kepada Kementerian untuk membentuk Forum Koordinasi pusat yang keaggotaannya berasal dari Intansi terkait dan Masyarakat yang peduli terhadap PKDRT. Lalu melahirkan Peraturan Menteri (Permen) sebagai landasan kebijakan. Namun KPPPA malah membentuk Permen pembentukan untuk pelaksana teknis daerah, yang menghambat peran koordinasi dan kerjasama masyarakat dalam penangan kasus.

"Peran Pemerintah dalam mendorong peran serta masyarakat GAGAL. Tercermin dengan dikeluarkanya Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik, Dana Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak Tahun Anggaran 2021," tandas Vani.

Ia mengatakan, anggaran itu hanya pendukung UPTD PPA di daerah dalam memberikan penanganan. Kebijakan ini kembali tidak mendukung pelibatan dan peranserta masyarakat termasuk lembaga layanan inisitif masyarakat sipil yang sudah berkontribusi dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di tingkat pusat dan daerah. Akibatnya upaya mendukung penyadaran masyarakat tentang dampak dan bentuk kekerasan terhadap perempuan terhambat, karena kerja yang dilakukan pemerintah minim.

Kontribusi Lembaga layanan dalam situasi Covid-19 salah satunya mendukung data kekerasan terhadap perempuan yang digunakan Kantor Sekertariat Presiden dalam melauncing SEjiwa dan BAPPENAS dalam melakukan riset angka kekerasan tehadap perempuan di masa Covid-19. Lembaga layanan di daerah juga melakukan penguatan masyarakat dan mendirikan posko-posko pengaduan berbasis komunitas untuk menjangkau perempuan korban di daesa-desa.

Artinya kontribusi lembaga layanan untuk upaya pengenatasan pemenuhan hak perempuan sudah diakui. Namun dukungan pemerintah dalam upaya mendukug peran serta masyarakat NIHIL. Maka dapat dikatakan langkah KPPPA berbanding terbalik dengan semangat Tujuan Pembangauan berkelanjutan atau kita kenal dengan SDG’s tentang “No one is left behind” yaitu sebuah semangat kebersamaan. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya