Dukung PTM, Epidemiolog: Harus Dibuat Manajemen Risiko Berlapis

Faustinus Nua
06/4/2021 15:55
Dukung PTM, Epidemiolog: Harus Dibuat Manajemen Risiko Berlapis
Tenaga pendidik mengantre untuk vaksin covid-19 di SMP 216, Jakarta, Selasa (6/4/2021)(ANTARA/GALIH PRADIPTA)

Pemerintah melalui SKB 4 Menteri telah mewajibkan semua sekolah untuk menyediakan opsi pembelajaran tatap muka (PTM). Kebijakan tersebut dapat diterapkan dengan syarat utama yakni guru dan tenaga kependidikan di suatu sekolah sudan divaksinasi.

Menanggapi hal itu, epidemiolog Dicky Budiman mengapresiasi langkah pemerintah. Menurutnya, secara global sekolah memang sudah harus dibuka bila pandemi sudah bisa dikendalikan.

Dijelaskannya, secara ilmiah pada saat pandemi merebak dan belum terkendali, sekolah merupakan institusi terakhir yang harus ditutup. Institusi lain di sektor ekonomi dan sektor lainnya harus ditutup lebih awal.

Baca juga: Pemerintah Perluas PPKM Mikro, Kasus Aktif Dinilai Berkurang

"Ketika pandemi mulai terkendali yang pertama harus dibuka itu sekolah. Itu sains kesepakatannya secara universal seperti itu, para ahli epidemiologi di manapun di dunia ini akan mengatakan hal yang sama," ungkapnya kepada Media Indonesia, Selasa (6/4).

Meski demikian, Dicky melihat yang terjadi di Indonesia tidak berbasis sains. Pandemi belum terkendali, sektor lain sudah dibuka dan sekolah sendiri malah masih ditutup dan diperdebatkan potensi risiko penyebaran virus di lembaga pendidikan.

"Ini paradoks di Indonesia ini, kita ada pilkada tapi sekolah tutup, ekonomi dibuka tapi sekolah tutup. Ini berarti strategi kita tidak berbasis sains ketika menutup sekolah," imbuhnya.

Menurutnya, ketika sekolah ditutup dan sektor lainnya dibuka maka upaya penanganan pandemi pun tidak berpengaruh. Potensi penyebaran virus di lingkungan sekolah sangat kecil dibandingkan sektor lain, sehingga jelas tidaklah efektif.

Lebih lanjut, meski medukung PTM, Dicky mengatakan tetap harus dibuat manajemen risiko yang berlapis. Setiap level pemerintah perlu mempersiapkannya secara matang, sehingga sekolah tetap menjadi tempat yang aman.

"Manajemen risiko tatap muka sekolah ini harus betul-betul dibuat pada setiap tingkat pemerintahan. Pada tingkat pusat, bagaimana, provinsi bagaimana dan kabupaten bagaimana," kata dia.

Manejemen risiko dimulai dari pematuhan protokol kesehatan seperti 3M ditambah 3T dan juga aturan lainnya termasuk kesiapan infrastruktur. Pemerintah pada level daerah pun perlu diberi kewenangan untuk mengambil tindakan segera bila terjadi kasus posisit di sekolah.

Di samping itu, vaksinasi guru pun harus dipercepat. Meskipun, menurut dia hal itu bukan merupakan kriteria keberhasilan mengendalikan pandemi seperti hasil survailance dan tingkat penuebaran yang masih tinggi.

Dicky mengakui hampir semua daerah di Indonesia belum memenuhi kriteria pengendalian pandemi. "Bicara kriteria yang moderat itu tes positif di bawah 8% kasusnya juga di bawah 50 per 100 ribu orang per hari," tambah dia.

Lantas, strategi pengamanan berlapis menjadi kunci PTM bisa berjalan dengan aman. Vaksinasi, pematuhan protokol kesehatan 3M dan 3T, kesiapan infrastruktur, sosialisasi kepada semua elemen masyarakat serta pengambilan tindakan segera bila sewaktu-waktu terdapat kasus sangat dibutuhkan. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya