Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
PAKAR Kesehatan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) sekaligus Epidemiolog, Masdalina Pane mengatakan bahwa angka kematian demam berdarah (DBD) pada tahun ini memang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, termasuk juga jumlah kasusnya. Menurutnya, banyak hal yang menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian karena demam berdarah.
“Titik kritisnya pada kemampuan mendeteksi dan mengendalikan demam berdarah. Walaupun DBD masuk dalam NTD (Neglected Tropical Diseases) yang biasanya Indonesia disebut penyakit tropis yang terabaikan. Penyakit-penyakit ini hanya ditemui di daerah tropis maupun subtropis, hanya diderita oleh orang-orang yang mempunyai taraf hidup yang rendah dan sering tidak mendapatkan perhatian yang sama jika dibandingkan dengan penyakit menular lainnya seperti Tb, malaria dan HIV,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Minggu (10/11).
Lebih lanjut, Masdalina menambahkan bahwa pada 2023-2024, DBD meningkat 2 kali lipat, tidak hanya di negara tropis saja, tetapi juga terjadi pada negara subtropis seperti Amerika dan Eropa, yang biasanya kasusnya sedikit dan sebagian kasus impor dengan riwayat perjalanan dari negara tropis.
“Cuaca yang lebih hangat dan basah (kelembaban tinggi) serta perubahan iklim diduga berkontribusi terhadap penyebaran dan perluasan demam berdarah di tahun ini,” kata Masdalina.
Berbeda dengan negara lain, selain kasusnya tinggi, di Indonesia kematian juga tinggi, sehingga Indonesia pernah menyumbangkan kematian hampir 1/4 kematian dunia. Padahal pemerintah menargetkan 0 kematian demam berdarah pada 2030 sesuai dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Demam Berdarah Dengue 2021-2025,
“Pada dokumen itu juga pemerintah menargetkan angka kasus demam berdarah yaitu kurang dari 49 per 100.000 penduduk pada 2024 untuk menuju nol kasus kematian pada 2030, faktanya sampai dengan november 2024 kasus demam berdarah Indonesia per Juli 2024 saja sudah mencapai 149.866 kasus yang tersebar di 465 kabupaten di 38 provinsi. Padahal maksimal kasus untuk penduduk 182 juta jiwa dengan indikator < 49 per 100,000 penduduk adalah < 138.400 kasus,” tuturnya.
Sementara itu, kasus kematian karena DBD di Indonesia dikatakan sudah lebih dari 900 kematian, maka dari itu dia menyangsikan target 0 DBD di 2030 yang tinggal 5 tahun lagi.
“Jika tidak sesuai indikator seperti ini, tiba-tiba pencatatan dalam surveilansnya tidak dilanjutkan atau tidak dipublish, tidak boleh seperti itu, karena data itu penting untuk komunikasi risiko, bukan sekadar pencitraan pejabat saja, karena yang menjadi korbannya adalah masyarakat luas yang harus dilindungi,” tandasnya. (H-2)
KASUS demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada 2025 hingga minggu ke-25 sebanyak 355 kasus dan tiga meninggal.
Dinas Kesehatan Kota Semarang, kecamatan hingga kelurahan serta seluruh warga dan relawan terus gencar melakukan pemberantasan jentik nyamuk setiap pekan.
DOKTER spesialis penyakit dalam dr. Dirga Sakti Rambe menyebut terdapat penjelasan mengapa kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia sulit sekali dihentikan.
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) melaporkan hingga 2 Juni 2025 terdapat 277 kasus kematian akibat DBD dari 63.014 kasus incidence rate dari berbagai daerah.
Upaya pengasapan (fogging) yang selama ini dilakukan belum cukup efektif dalam memberantas nyamuk secara menyeluruh.
Salah satu kasus DBD yang mengenaskan terjadi Bengkulu, kakak dan adik kandung di Bengkulu dilaporkan meninggal dunia di pekan yang sama akibat terjangkit virus dengue.
Hingga pekan ke-5 2024, jumlah kumulatif kasus DBD tercatat hampir mencapai 250.000 kasus dengan insident rate mencapai 88 per 100.000 penduduk.
Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menilai isu korupsi masih tetap mengancam persepsi publik terhadap integritas pengadilan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved