Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
KEBANYAKAN orang beranggapan bahwa penyintas Covid-19 tidak bisa lagi terinfeksi virus korona, karena antibodi terhadap virus sudah terbentuk. Namun, anggapan ini ternyata kurang tepat. Beberapa ahli mengungkapkan pendapatnya mengenai kemungkinan reinfeksi virus korona terhadap pasien yang sembuh dari virus korona.
Reinfeksi ini bisa terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi, baik dari luar maupun dalam tubuh. Apa saja faktornya? Dan apakah gejalanya lebih berat?
Penggiat Edukasi Kesehatan Covid-19, dr. Adaninggar RA mengatakan reinfeksi itu bisa terjadi baik pada penyintas maupun pada orang yang sudah divaksin, meskipun orang tersebut sudah memiliki antibodi.
"Sampai kapan risiko itu? ya sampai virus di sekitar kita, selama virus di sekitar kita masih banyak maka risiko kita terpapar juga masih ada," kata dokter yang akrab disapa Ning dalam program Nunggu Sunset, Kamis (1/4)
Menurutnya, kondisi yang membedakan yakni apabila seseorang sudah memiliki antibodi baik bagi penyintas maupun dari vaksinasi maka gejala yang akan ditimbulkan hanya ringan. "Ini ya harapan kita, tapi jangan lupa kita masih nggak tahu di varian-varian virus yang beredar ini seperti apa ya, kalau kita kebetulan terinfeksi dengan virus yang cukup berbeda dengan sebelumnya, maka antibodi tidak juga tidak akan bisa menetralisir 100%," sebutnya.
Dia tak memungkiri bahwa risiko reinfeksi masih bisa sakit. Bahkan sampai gejala berat apabila terpapar virus dalam jumlah banyak dan varian virus yang sangat berbeda.
"Ya jadi caranya untuk untuk mencegah ya tetap harus protokol kesehatan. Selain kita tetap menjaga kesehatan imun kita ya, pola hidup sehat ya, jangan bergadang, makan makanan bergizi, tidur istirahat, ngak boleh stres ditambah dengan protokol kesehatan ngak boleh lengah," paparnya.
dr Ning memastikan bahwa kunci untuk menghindari reinfeksi hanya dengan menjalankan protokol kesehatan dan menjaga pola hidup sehat. Sebab, selama pandemi belum terkendali maka paparan dari virus Covid-19 masih kemungkinan terjadi.
"Jadi jangan lupa kekebalan tubuh kita tidak hanya ditentukan oleh antibodi, ada yang namanya sel memori, jadi kalau sel memori itu sebetulnya meskipun nantinya sudah tidak terdeteksi atau kadarnya rendah, kalau kita memiliki sel memori seharusnya jika kita terinfeksi lagi dengan virus mirip, maka sel memori bisa memproduksi antibodi lagi," tegasnya.
Namun, sebut dr Ning Kemungkinan reinfeksi meningkat setelah 3 bulan. Dimana dalam laporan medis, sebelum 3 bulan peluang reinfeksi itu sangat rendah. Apalagi ada kemungkinan antibodi masih tinggi dan utuh.
"Setelah 90 hari risiko reinfeksi itu dikatakan meningkat, sementara kita tahu itu. Karena untuk antibodi pada orang-orang setelah sembuh juga sangat bervariasi dan ada yang bertahan sampai 9 bulan (antibodi) tetapi ada juga satu bulan hilang," lanjutnya.
Dalam sejumlah kasus, reinfeksi hanya menimbulkan kasus ringan. Namun, ada juga laporan yang berat tetapi kasusnya lebih sedikit.
"Jadi tidak usah terlalu khawatir, karena kebanyakan reinfeksi gejalanya ringan artinya masih ada sel memori yang bisa mengenali, meskipun tidak klop sekali tapi paling tidak gejalanya bisa lebih ringan," tuturnya.
Sementara itu, terkait reaktivasi Covid-19 merupakan virus yang lama dan sempat dorman atau tidur kemudian saat kondisi seseorang dalam imun lemah maka virusnya kembali bangun sehingga menimbulkan gejala lagi.
"Pada kasus Covid-19, belum ada bukti reaktivasi artinya setelah dia terinfeksi maka selesai, jadi kalau terinfeksi lagi maka kemungkinan besar dia terinfeksi lagi dari paparan baru artinya dari virus lain lagi, bukan dari virus yang sebelumnya tidur dan bangun lagi," pungkasnya. (OL-13)
Baca Juga: ASN Dilarang Bepergian Selama Libur Akhir Pekan
Studi baru menunjukkan peningkatan signifikan dalam komplikasi penyakit terkait alkohol di kalangan perempuan paruh baya selama periode pandemi covid-19.
Kasus peningkatan signifikan mata minus atau Myopia Booming kini menjadi perhatian serius, terutama karena dapat berdampak buruk pada masa depan anak-anak
Sebuah studi menunjukan selama pandemi Covid-19 terjadi peningkatan rawat unap untuk remaja berusia 12 hingga 17 tahun karena gangguan makan.
Produk skincare dan kesehatan menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat, terutama kaum perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh tren kecantikan dan gaya hidup sehat.
Instansi di lingkungan Pemkab Tasikmalaya diharapkan bisa berkoordinasi dan bersinergi dengan gencar melakukan sosialisasi
Di Kabupaten Cianjur belum ditemukan adanya kasus covid-19. Namun tentu harus diantisipasi karena diinformasikan kasus covid-19 kembali melonjak.
JUMLAH total kasus covid-19 di Jawa Barat, saat ini mencapai 427 kasus. Daerah dengan penjangkitan tertinggi ialah Kota Depok dengan 66 kasus, dan Kota Bandung sebanyak 63 kasus.
Kami berharap tidak banyak tenaga kesehatan yang terjangkit vaksin covid-19,
PEMERINTAH Kota Tasikmalaya terus berusaha melakukan antisipasi terkait lonjakan kasus Covid-19 yang kembali muncul di Jawa Barat.
Persetujuan izin edar telah dirilis BPOM pada 9 Desember 2023 lalu.
Ke-19 pasien tersebut hanya bergejala ringan dan melakukan isolasi mandiri di rumah mereka.
Upaya pemulihan ekonomi akan bergantung pada seberapa besar keberhasilan pemerintah menangani masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh virus korona.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved