Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Bangun Pangan Berbasis Sistem jadi Solusi Status Gizi Masyarakat

Atalya Puspa
26/1/2021 13:10
Bangun Pangan Berbasis Sistem jadi Solusi Status Gizi Masyarakat
STUNTING - Anak-anak stunting di Desa Oesusu, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, NTT mendapatkan bantuan dari swasta.(MI/ Palce Amalo)

MASA pandemi membuat usaha untuk mencapai ketahanan pangan semakin berat. Berbagai masalah muncul seperti berkurangnya produksi, terhambatnya rantai logistik dan tingkat konsumsi yang justru makin meningkat.

Padahal dalam kondisi normal saja tujuan ketahanan pangan ini masih belum bisa dicapai. Sementara, kebutuhan pangan nasional masih mengandalkan produksi dari luar negeri. Banyak komoditas makanan pokok harus mengimpor dari negara lain.

“Tujuan akhir dari pencapaian ketahanan pangan bukan pada komoditas pangan. Tetapi untuk mencapai kualitas hidup tinggi dari konsumsi pangan yang baik. Artinya, kebutuhan pangan terpenuhi baik secara jumlah dan kualitas. Namun, faktanya penduduk Indonesia, jika dilihat dari status gizi masih jauh dari berkualitas dan kita masih mengalami banyak masalah dasar untuk pemenuhan gizi,” ujar dosen IPB University dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (Fema) Drajat Martianto dikutip dari laman resmi IPB University, Selasa (26/1).

Lebih lanjut ia menerangkan, Indonesia masih banyak mengalami permasalahan gizi. Utamanya adalah kekurangan nutrisi, seperti underweight dan tingkat stunting yang tinggi. Masalah stunting menjadi masalah penting bagi Indonesia karena kasusnya masih di atas 30%. Hal ini dampak negatifnya besar bagi anak. Kekurangan gizi akan mengakibatkan rendahnya kecerdasan dan kapasitas fisik.

Drajat mengungkapkan menurut World Health Organization (WHO) permasalahan stunting di Indonesia masuk kategori sangat tinggi. Salah atau alasannya adalah makanan orang Indonesia yang kurang beragam.
Masih banyak masyarakat yang tidak mengkonsumsi makanan yang beragam jenisnya. Indonesia masuk dalam negara yang masyarakatnya tidak mampu mengakses makanan yang sehat dan beragam.

Masalah lainnya adalah kelaparan yang tidak terlihat atau micronutrient deficiency. Masalah ini terjadi karena seseorang kekurangan vitamin dan mineral. Padahal keduanya adalah zat gizi yang penting untuk menjamin imunitas dan keseimbangan tubuh. Penyakit yang paling sering muncul adalah anemia pada ibu hamil. Angkanya masih di atas 40% dan terus meningkat. Hal ini perlu upaya intensif antar seluruh elemen turut menyelesaikan masalah tersebut.

“Solusinya adalah membangun pangan harus berbasis sistem. Bukan hanya fokus pada komoditas tapi pada keamanan dan kualitas pangan. Hal ini bisa dicapai dengan adanya integrasi yang inklusif pada saat perencanaan, implementasi hingga tahan evaluasi yang didukung dengan kebijakan yang tepat. Selain itu keberlanjutan dari ketersediaan pangan harus di prioritaskan pada pangan lokal sebagai kontributor utama dalam pemenuhan pangan,” tambah Drajat Martianto.

Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan IPB University itu mengatakan, bahan pangan lokal kurang dikembangkan bahkan cenderung ditinggalkan. Hal ini terjadi karena ada pesaing kuat bahan makanan dari luar negeri, yaitu tepung terigu. Peran industrialisasi menjadi sangat penting agar pangan lokal bisa menyaingi terigu dalam bentuk tepung. Solusi ini agar pangan lokal bisa diolah menjadi aneka pangan. Bukan tidak mungkin nantinya beberapa jenis lokal bahkan menjadi pangan fungsional.(H-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik