Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PARA Guru Besar Universitas Sumatera Utara terus angkat bicara terkait self plagiarism yang dituduhkan Rektor Runtung Sitepu kepada Rektor Terpilih Muryanto Amin.
Sebelumnya Guru Besar Ilmu Hukum Ekonomi USU Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, dan Guru Besar Fakultas Hukum USU Prof. Dr. Tan Kamello, S.H, M.S dengan tegas mengkritisi tuduhan tersebut. Kali ini pandangan serupa dilontarkan Guru Besar Ilmu Hukum USU Prof. Dr. Ningrum Sirait SH, MLI.
"Kasus dugaan plagiat harusnya dilakukan dengan mengedepankan due process of law," ujarnya, Rabu (20/1).
Dia menuturkan, semua universitas pasti menghadapi tantangan, tidak ada yang tidak menghadapi masalah dalam penyelenggaraan tugasnya, termasuk adanya kasus dugaan plagiasi dari sisi akademis.
Namun dia menilai kasus dugaan self plagiarism yang kini terjadi di USU sangat kental kaitannya dengan proses pemilihan Rektor yang sudah selesai.
"Kenapa isu plagiarisme tiba tiba muncul justru sesudah adanya pemenang pemilihan yang notabene proses ini terjadi di dalam mekanisme penjaringan dan pemilihan oleh USU sendiri?" tanya Prof Ningrum.
Karena itu, lanjut dia, tidak heran jika mencuatnya kontroversi kasus yang dituduhkan kepada Rektor Terpilih USU Muryanto Amin menjadi pertanyaan besar bagi kalangan akademik.
Sebab perkara sejenis ini harus diperlakukan dengan pendekatan yang bersifat hati-hati. Kemudian mengedepankan pendekatan yang berazaskan Due Process of Law atau proses yang berkeadilan karena akan banyak menimbulkan dampak.
Selain itu, untuk menelusuri perkara ini harus memegang asas "audi alteram partem", semua pihak diberikan kesempatan yang sama dalam prosesnya untuk mengemukakan bukti dan argumentasi.
Dengan melihat seluruh fakta dan proses yang sedang terjadi, menurutnya esensi perkara yang terjadi pada dasarnya adalah berkaitan dengan etika akademik.
Karena itu, harus diperlakukan dengan pendekatan yang bersifat sangat hati-hati karena dampak dari perkara tersebut bukan hanya bersifat hukuman tetapi adanya unsur social sanction yang mengikutinya.
"Sanksi juga bukan hanya berdampak pada yang bersangkutan tetapi dalam dampak lebih luas menyangkut universitas itu sendiri," papar wanita yang memperoleh Master of Legal Institution dari University of Wisconsin Amerika Serikat ini.
Untuk itu, kata Ningrum, penting sekali adanya due process of law yang berkeadilan karena ini menyangkut putusan terhadap nasib seseorang, termasuk institusinya.
"Esensi dari due process of law adalah setiap penegakan dan penerapan hukum harus sesuai dengan persyaratan konstitusional serta harus mentaati hukum. Oleh sebab itu, dalam due process of law tidak memperbolehkan adanya pelanggaran hanya dengan melihat suatu bagian hukum saja, tetapi melihat prosesnya secara keseluruhan yang lengkap," paparnya.
Baca juga : Mendikbud Sebut 34.200 Sekolah Sudah Gelar PTM
Ningrum mengatakan, penanganan perkara ini harus dengan memberikan kesempatan yang sama bagi para pihak yang berperkara. Upaya ini dilakukan untuk dapat didengar secara adil yang dikenal dengan azas Audi Alteram Partem, tidak menggunakan cara cara yang represif atau Abuse of Power.
Dalam permasalahan ini pemeriksaan harus berpegang teguh dan taat pada asas yang berkeadilan dan harus sesuai peraturan yang berlaku.
Asas harus selalu dipegang teguh dan penegakan hukum yang berkeadilan sehingga mampu melindungi hak asasi para pihak dan sekaligus mengawasi dari abuse of power atau kesewenang-wenangan.
Dengan begitu akan mampu menghasilkan keputusan yang seadil-adilnya dengan melihat kepentingan yang lebih besar lagi dan dalam hal ini adalah kepentingan universitas, akademik dan terutama dunia pendidikan.
"Proses yang sesuai dengan peraturan yang berlaku adalah kata kunci dari penerapan due process of law dimaksud," imbuhnya.
Prof Ningrum pun berharap masalah ini secepatnya diselesaikan agar energi sivitas akademika USU dapat digunakan untuk membangun kampusnya lebih baik lagi.
"Berikan kesempatan kepada pihak Kemendikbud sesuai kewenangannya," ujarnya.
Keputusan Kemendikbud yang sesuai dengan keputusan rapat MWA menjadi gong terakhir untuk memberi kepastian hukum kepada USU dengan segala konsekuensinya. Dan dengan adanya pimpinan yang defenitif maka proses akademik USU tidak terganggu, berjalan lancar dan tidak terkendala.(OL-2)
Kultur akademik kerap dipandang sebagai penyelesaian kewajiban kerja semata sehingga upaya ini bertentangan dengan perwujudkan pendidikan tinggi yang berkualitas.
Universitas Widyatama (UTama) memberikan kesempatan kepada hampir 1.000 siswa SMA dan SMK dari sejumlah daerah di Jawa Barat (Jabar) ikuti program Trial Class “Satu Hari Menjadi Mahasiswa”.
Wisuda kali ini diikuti 272 peserta dari empat fakultas.
Universitas yang sudah berdiri sejak 1958 itu terus memacu diri untuk meningkatkan kapasitas dan kualitasnya
Kegiatan yang baru pertama kalinya digelar ini bertujuan untuk membangun konektivitas antara perguruan tinggi dengan masyarakat umum
Disaat senat Universitas Siliwangi Tasikmalaya menggelar deklarasi damai jelang Pemilu 2024, BEM mendukung senat untuk bersikap kritis.
MENTERI Austria Christine Aschbacher, mengundurkan diri dari jabatannya di kabinet menyusul tuduhan plagiarisme (menyontek tanpa izin) dalam beberapa karya universitasnya.
Bettel mengatakan dirinya telah meminta Universitas Lorraine di Prancis untuk mencabut gelar Master yang diraihnya pada 1999 demi menghilangkan keraguan mengenai nilai gelar itu.
Universitas di Prancis, Sciences Po, melarang penggunaan kecerdasan buatan ChatGPT demi mencegah plagiarisme.
Konkretnya tegas Bismar, secara teknis Komisi I Komisi Pembinaan Suasana Akademik dan Etika Keilmuan Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara harus menghentikan penuntutan dugaan plagiat
Tim independen juga melihat empat artikel yang dipandang berpotensi self plagiarism. Nyatanya, di antara artikel terkait tidak persis sama. Ada juga perubahan peneliti.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved