Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Temuan Sea Glider, Sadarkan Perlunya Riset Tentang Laut

Suryani Wandari
09/1/2021 08:55
Temuan Sea Glider, Sadarkan Perlunya Riset Tentang Laut
KSAL ungkap temuan Sea Glider(ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

PENEMUAN seaglider di perairan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, Sabtu (26/12) silam menjadi sorotan.

Pasalnya, seaglider atau autonomous underwater vehicle (AUV) yang merupakan bagian dari perkembangan teknologi riset di bidang kelautan ini umum digunakan untuk melakukan survei hidrografi, pengumpulan data bawah laut, hingga eksplorasi dasar laut. Namun, jika seaglider ini ditemukan di perairan teritorial suatu negara, maka harus ada izin dari negara pantainya.

Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono memastikan, dari pemeriksaan sementara tidak ada ciri-ciri tulisan yang menjadi penanda negara pembuat.

Terkait penemuan ini, Dosen Departemen Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad Noir Primadona Purba memiliki dua pandangan

Pertama, sensor di tubuh seaglider tak terkontrol akhirnya masuk Indonesia. Menurutnya, perangkat seaglider bisa dipasang beragam sensor yang tak terkalahkan oleh kepentingan peneliti. Sensor ini dapat berupa sensor suhu, salinitas, oksigen, dan lain-lain.

Apabila seaglider dipasang sensor kelautan, ada kemungkinan perangkat ini tidak terkontrol sehingga akhirnya masuk ke perairan Indonesia.

“Tidak terkontrol mungkin karena kesalahan komunikasi dengan perangkat atau dalam beberapa publikasi bahwa dinyatakan jika kecepatan arus lebih cepat dari sistem kontrol seaglider, maka kemungkinan glider tidak bisa melawan arus tersebut,” tuturnya.

Dugaan ini terjadi dengan kondisi perairan Kepulayan Selayar yang terletak di wilayah Selat Makassar. Noir menjelaskan Selat Makassar merupakan salah satu perairan dengan arus cepat baik di permukaan dan lapisan tengah perairan masukan air dari Samudera Pasifik.

Baca juga: Analisis Sea Glider Memakan Waktu 1 Bulan

Kedua, seaglider memang diterjunkan untuk meneliti perairan Indonesia. Karena itu, lanjutnya, proses peningkatan juga perlu melihat apakah ada sensor yang dipasang pada wahana seaglider tersebut. Sensor ini akan mendukung proses yang dilakukan.

Noir menjelaskan, teknologi seperti seaglider, ROV (remotely operating vehicle) hingga argo floats adalah perangkat robotik untuk melakukan pengukuran langsung untuk riset bawah laut.

“Selain itu digunakan juga penurunan dan pemasangan instrumen, seperti misalnya Mooring-Buoy untuk tsunami dan oseanografi, CTD untuk pengukuran suhu dan salinitas dan paramater lainnya,” paparnya.

Sebagai negara yang diapit dua samudera, Indonesia memiliki potensi maritim yang besar. Sayangnya, jumlah publikasi publikasi yang dilakukan peneliti Indonesia masih perlu penelitian.

“Kita kekurangan sumber daya, baik manusia dan infrastruktur pendukung untuk riset laut beserta di dasar perairan. Hal ini penting, tetapi publikasi yang terkait hal ini masih jarang ditemukan,” ujar Noir.

Indonesia, setidaknya memiliki 150 jurusan yang fokus pada bidang kelautan. Selain itu, tidak lebih dari 30 instansi pemerintahan dan swasta yang melakukan riset di laut.

Dari segi infrastruktur, Indonesia sudah mempunyai 20 kapal riset. Namun, jika dibandingkan dengan luas laut Indonesia, hal ini masih sangat kurang. Apalagi jika digunakan untuk riset di laut lepas dan laut dalam.

Diakui Noir, perairan Indonesia merupakan salah satu laboratorium alam terbesar di dunia. Dari segi ekosistem, Indonesia mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi untuk ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan mangrove.

Kategori perairan timur ke barat atau utara ke selatan sangat berbeda. Keragaman karakter ini menjadikan riset di perairan Indonesia harus dilakukan secara lokal dan kontinu.

Luasnya perairan Indonesia juga menjadi tantangan dalam riset dunia. Riset perairan Indonesia tidak hanya berbicara seputar eksplorasi. Secara paralel, riset juga mendukung untuk menjaga sumber daya laut.

“Hal paling penting adalah negara-negara lain juga memberikan kondisi laut Indonesia. Jika laut Indonesia dalam kendisi baik, maka kondisi perairan serta ekosistem di negara mereka juga pasti baik,” tukasnya.

Lebih lanjut Noir menjelaskan, riset yang dilakukan terkait laut sangat banyak. Hampir seluruh bidang ilmu pandangan berwujud mengenai laut. Para oseanografer atau ahli kelautan juga sudah berusaha memetakan kondisi laut.

“Sampai saat ini masih sekitar 50% yang berhasil dieksplorasi,” imbuhnya.

Menurutnya, saat ini sumber daya riset masih belum optimal, sejumlah peneliti maupun instansi Indonesia kerap menjalin kerja sama dengan pihak asing, terutama untuk riset yang melibatkan perairan laut lepas. Berbagai negara, seperti Tiongkok, Perancis, Jepang, Jerman, hingga Amerika Serikat kerap melakukan kerja sama riset dengan Indonesia.

Topik penelitian yang ditemukan di antaranya untuk mengetahu arus lintas Indonesia, pembalikan massa air laut (upwelling), tsunami, hingga iklim dan cuaca.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya