USAHA budidaya bambu (agroforestri) yang kini dikembangkan oleh masyarakat bersama Yayasan Bambu Lestari di Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), terus bertumbuh. Lewat sistem agroforestri ini, penggunaan lahan pepohonan dikombinasikan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan.
Saat ini telah tertanam sekitar 8 ribu hektare bambu di kawasan itu. Pada 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyediakan pembibitan 100 ribu bibit dan akan ditingkatkan lagi di tahun depan.
Nilai ekonomi bambu sangat tinggi tidak hanya untuk furnitur, tapi juga pembangunan rumah dan suvenir. Apalagi NTT merupakan salah satu provinsi yang dikembangkan destinasi pariwisata super prioritas di Labuan Bajo.
"Mestinya hotel-hotel, restoran ke depannya memakai produk-produk dari bambu yang sudah diolah sedemikian rupa dengan kualitas tinggi. Peluang sangat banyak maka potensi hutan bambu di Kabupaten Ngada ini ke depannya dapat menjadi sentra bambu nasional," kata Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) Alue Dohong dalam keterangan resminya.
Menurutnya, bambu menjadi salah satu perhatian Presiden Joko Widodo untuk dikembangkan menjadi green economy. Sebab selain memiliki nilai ekonomi, bambu juga mempunyai nilai lingkungan dan konservasi karena dapat menyerap karbondioksida yang di simpan di akar, batang dan daun, sehingga lingkungan setempat akan terasa dingin dan sejuk.
Ia menambahkan potensi bambu untuk penggunaan di sektor pariwisata sangat tinggi. Alue menyontohkan sebuah green village di Bali, denga rumah-rumah dan hotel penginapan yang semuanya dari bambu mulai dari atap, tiang, kamar tidur, tempat wastafel, sampai toilet pun dilapisi bambu dengan kualitas yang sangat bagus. (H-2)