Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Setelah 15 Tahun, 40 Kilogram Benda Arkeologi Dikembalikan ke Labuan Bajo

Ardi Teristi Hardi
16/7/2025 18:25
Setelah 15 Tahun, 40 Kilogram Benda Arkeologi Dikembalikan ke Labuan Bajo
Benda arkeologi(Dok: UGM)

KOLEKSI benda arkeologi yang selama ini disimpan di Universitas Gadjah Mada dikembalikan kepada masyarakat Warloka, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Senin (14/7). Benda itu meliputi 40 kilogram artefak hasil ekskavasi yang terbagi menjadi 15 kategori, termasuk perhiasan, alat bantu, keramik, gerabah, koin, serta sisa-sisa kerangka dari tiga individu leluhur.

"Kami dari Departemen Arkeologi dan Program Studi Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Gadjah Mada menyerahkan benda-benda budaya," kata Ketua Tim Repatriasi UGM, Dr Tular Sudarmadi, dalam siaran pers, Rabu (16/7).

Tular menyampaikan, benda-benda ini merupakan hasil penggalian yang dilakukan 15 tahun lalu. Selama ini, benda-benda tersebut disimpan di UGM untuk kebutuhan riset. Proses repatriasi ini menjadi langkah yang menegaskan pentingnya tanggung jawab etis dalam kegiatan akademik, termasuk refleksi atas posisi peneliti dan prinsip keadilan dalam berbagi pengetahuan dan manfaat riset.

"Warisan budaya seharusnya tidak dikelola dengan pendekatan eksploitatif yang bersumber dari praktik kolonial," ucap dia.

Sebagai akademisi, pihaknya memahami pentingnya membangun relasi setara dengan komunitas yang menjadi subjek penelitian. Kini, UGM tengah merancang pedoman universitas untuk tata kelola benda hasil ekskavasi arkeologis, yang akan menjadi inisiatif pertama di Indonesia.

“Saya merasa memiliki kewajiban moral untuk mengembalikan benda-benda ini kepada Komunitas Warloka,” ujarnya.

Dosen FIB lainnya, Dr. Rucitarahma Ristiawan, menambahkan, pemulangan artefak kepada komunitas asal merupakan langkah penting menuju keadilan epistemik. Ia juga menekankan pentingnya pembagian manfaat hasil riset secara adil antara akademisi dan masyarakat. Pemulangan artefak bukan hanya tindakan simbolis, tetapi juga bentuk nyata dari transformasi praktik akademik.

“Repatriasi ini mengakui nilai sistem pengetahuan lokal dan memperkuat hak komunitas untuk menarasikan sejarahnya sendiri,” tuturnya.

Pemulangan benda arkeologi ini juga diikuti arkeolog UGM, Oto Alcianto. Pun turut melibatkan dukungan dari University of Glasgow melalui peneliti art crime dan kriminologi, Dr. Emiline Smith.

Emiline menyampaikan, repatriasi ini menunjukkan perlunya refleksi atas tanggung jawab etik akademisi dan penguatan peran negara dalam tata kelola warisan budaya. Ia menambahkan bahwa proses pemulangan artefak harus dilengkapi dengan dukungan kelembagaan yang memungkinkan pelestarian dan penghormatan terhadap sisa leluhur.

"Dalam konteks ini, kolaborasi antarnegara menjadi penting untuk memastikan keberlanjutan program repatriasi," tukasnya.

Sisa kerangka leluhur nantinya akan dimakamkan kembali sesuai dengan adat dan kepercayaan masyarakat Warloka. Di samping itu, artefak budaya akan disimpan sementara di Dinas Pariwisata setempat sambil menunggu pembangunan ruang pamer khusus di Warloka. Benda-benda warisan budaya itu akan digunakan Dinas Pariwisata dan komunitas untuk mengedukasi masyarakat dan wisatawan tentang sejarah lokal serta pentingnya riset kolaboratif dalam pelestarian warisan budaya. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya