Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KETUA Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Imam Parikesit menyatakan pihaknya menyambut positif keputusan pemerintah pusat yang menyetujui pembelajaran tatap muka diselenggarakan mulai semester genap yang berlangsung awal tahun depan.
Imam mengatakan ia selalu mengevaluasi terkait pembelajaran jarak jauh. Dari hasil evaluasinya, keluhan terbesar yang disampaikan orangtua yakni anak-anak sudah sangat bosan belajar dari rumah.
Orangtua pun tidak melulu bisa selalu mendampingi anak-anaknya belajar secara daring. Para orangtua pun khawatir anak-anak tidak menangkap substansi pelajaran dengan maksimal dalam pembelajaran jarak jauh.
"Di Jakarta keluhannya itu rata-rata orangtua sudah bosan dan anakpun bosan. Apalagi di masa PSBB Transisi ini sudah banyak orangtua yang kembali bekerja secara penuh sehingga mendampingi anak itu sudah tidak bisa, menyerahkan ke orang lain," kata Imam saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (21/11).
Di sisi lain, untuk kondisi Jakarta yang 60% sekolah swasta adalah dengan siswa tingkat ekonomi menengah ke bawah, pembelajaran jarak jauh sulit dilakukan karena keterbatasan biaya serta gawai.
Pembelajaran jarak jauh menurutnya justru lebih boros dibandingkan pembelajaran tatap muka.
"Kebanyakan siswa sekolah swasta di Jakarta adalah menengah ke bawah sampai lebih bawah lagi. Itu mereka banyak juga yang memakai gawai harus bergantian. Jadi tidak maksimal. Belum lagi harus beli kuota," ungkapnya.
Baca juga : Akademisi: Perlu Program Baru Cegah Intoleransi di Pendidikan
Dengan alasan itu, ia mendukung pembelajaran tatap muka disegerakan. Namun, ia mencatat bahwa setiap sekolah harus dipastikan telah menerapkan protokol kesehatan dengan baik.
"Pastinya akan ada biaya lebih yang harus dikeluarkan oleh sekolah untuk menambah infrastruktur seperti penyediaan hand sanitizer, tempat cuci tangan, penyekat antar meja dan lainnya. Juga biaya tambahan bagi honor guru yang harus mengajar dua sif. Tapi saya dorong bahwa sekolah harus berupaya sendiri, jangan meminta bantuan dari DKI. Karena kita tahu bahwa anggaran DKI juga sedang menyusut," tandasnya.
Sebelumnya, pemerintah pusat melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah akan dimulai kembali per Januari 2021. Hal ini berlaku untuk semua zona meski pandemi covid-19 belum reda.
Dengan begitu, peta warna risiko Covid-19 tidak lagi menjadi acuan pembukaan sekolah. Namun, pemerintah daerah memiliki kewenangan mutlak untuk mengeluarkan izin pembelajaran tatap muka (PTT) ini menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Dimulainya PTT pada Januari 2021 ini merupakan keputusan bersama empat menteri yakni Mendikbud Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agama Fachrul Razi, dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Keputusan tersebut disepakati oleh Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.(OL-7)
Politikus Partai Persatuan Pembangunan Hasbiallah Ilyas mendukung pembukaan sekolah tatap muka di zona hijau covid-19.
"Karena memang kita tak ingin sekolah jadi klaster baru sebagaimana di negara-negara lain yang dirasa aman," ungkap Ariza
PEMPROV DKI Jakarta belum bisa memastikan kapan kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah dibuka kembali.
Pemprov DKI Jakarta akan melakukan kajian dan membahasnya dengan lintas SKPD.
Anies mengatakan belum bisa memastikan kegiatan tatap muka sekolah kapan bisa dilaksanakan karena harus melihat dulu perkembangan pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19).
Menurutnya, jenjang-jenjang yang lebih rendah nantinya akan secara bertahap dibuka setelah ada keputusan yang lebih lanjut.
PEMBELAJARAN jarak jauh (PJJ) yang sudah berlangsung sekitar sembilan bulan akibat pandemi covid-19 memiliki banyak tantangan.
Tidak ada rencana untuk memberikan Aditya sanksi akibat tidak bisa mengikuti PJJ sampai enam bulan.
Pemprov DKI Jakarta akan memberikan solusi bagi siswa tidak mampu yang tidak punya ponsel pintar dan harus menjalani pembelajaran jarak jauh.
KETERSEDIAAN perangkat elektronik seperti ponsel pintar untuk mendukung pembelajaran jarak jauh (PJJ) ternyata tidak hanya dirasakan siswa di pelosok daerah.
Sejauh ini, JakWifi telah terpasang di 1.200 titik yang tersebar di 445 RW kumuh.
SEBANYAK 171.998 peserta didik di Jakarta tidak memiliki gawai untuk melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved