Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Penting, Sosialisasi untuk Memutus Rantai KDRT

Atikah Ishmah Winahyu
14/11/2020 15:00
Penting, Sosialisasi untuk Memutus Rantai KDRT
Pemeran tampil pada aksi teatrikal kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Lhokseumawe, Aceh, Selasa (10/12/2019).(ANTARA/RAHMAD)

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih dianggap sebagai ranah pribadi/domestik yang tidak perlu diungkap sebagai konsumsi publik. Kondisi ini menyebabkan korban KDRT sering tidak terdeteksi, sehingga suara korban KDRT tenggelam dalam budaya patriarki yang kuat di sebagian masyarakat Indonesia.

Berdasarkan data SIMFONI PPA pada 1 Januari-6 November 2020, menunjukkan bahwa dari seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan yang mencapai 5.573 kasus, mayoritas merupakan kasus KDRT sebanyak 3.419 kasus atau 60,75%. Angka ini pun diprediksi belum menggambarkan jumlah kasus sebenarnya.

Baca juga: KPPPA Dorong Peningkatan Pelayanan Puskesmas Ramah Anak

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Bintang Puspayoga mengatakan, KDRT sesungguhnya merupakan persoalan publik yang secara nyata diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, sehingga dibutuhkan sosialisasi dengan pendekatan khusus ke akar rumput dan komunitas muda-mudi agar mereka mengenali sejak dini jenis-jenis KDRT.

“Mata rantai KDRT dapat diputus bila komunitas muda-mudi sebagai calon ibu dan calon ayah dalam rumah tangga diberikan pemahaman pengetahuan dan peran yang signifikan dalam penghapusan KDRT. Keberadaan dan pelibatan komunitas muda-mudi merupakan langkah strategis. Semakin cepat kaum muda-mudi mengenali potensi KDRT, maka semakin siap mereka menangkal dan/atau menghindarinya,” kata Bintang yang dikutip Media Indonesia, Sabtu (14/11).

Sementara itu, penanganan KDRT bagi mereka yang sudah berumah tangga jauh lebih sulit, karema memerlukan waktu, pengorbanan, dan biaya yang lebih banyak. Begitu juga dampak fisik maupun psikologis yang dirasakan korban sangat besar. Oleh karena itu, sumber daya perlu diinvestasikan pada upaya pencegahan.

Menurut Bintang, sosialisasi pencegahan KDRT harus lebih massif dilakukan dengan menggandeng banyak pihak. Salah satunya, sosialisasi yang digelar di Masamba dan mendapat sambutan antusias dari para generasi muda yang ingin lebih jauh mengenal jenis KDRT, pencegahan dan tempat pengaduan yang tersedia. 

Ada 10 ikrar yang diserukan oleh para peserta sosialisasi yaitu, menjaga diri dan lingkungan dari segala bentuk kekerasan, menjauhi tindakan yang menyakiti,merendahkan dan menghilangkan martabat dan kehormatan diri dan orang lain, mencari pertolongan dan melaporkan segala bentuk kekerasan yang menimpa diri mereka dan orang lain serta melaksanakan 5 isu prioritas arahan Presiden.

Bintang meminta agar deklarasi ini tidak berhenti untuk terus dilaksanakan.

“Jangan hanya dideklarasikan dalam ucapan saja, tetapi bisa menjadi cara untuk mencegah munculnya kasus-kasus baru KDRT di keluarga muda. Korban banjir di Masamba saat ini mendapat ujian berat karena mengalami bencana ganda di masa pandemi Covid-19. Saya berharap tidak ada kasus baru KDRT saat pascabencana,” tuturnya.

Pasangan calon pengantin Rasmaida dan Budianto yang ikut menjadi peserta sosialisasi menyatakan bahwa materi sosialisasi memberi pengetahuan membangun keluarga tanpa kekerasan.

“Kami belajar bahwa dibutuhkan keterbukaan satu sama lain, tidak menyembunyikan rahasia, membangun komunikasi yang baik dengan pasangan dan belajar membanguan rumah tangga yang dewasa.”ujar Rasmaida dan Budianto.

Sementara itu, Kepala Dinas PP dan PA di Kabupaten Luwu Utara, Andi Sarrapi mengungkapkan, pencegahan KDRT di wilayahnya dilakukan dengan melibatkan Forum Anak dan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang tetap aktif membuka layanan meskipun sekretariat PUSPAGA terdampak bencana.

Pendekatan kekeluargaan yang intensif dari para konselor PUSPAGA turut membantu mengungkapkan kasus KDRT. Tahun 2021 mereka berharap dapat memiliki tenaga psikolog klinis tanpa harus merujuk ke Provinsi untuk membantu deteksi dini pada korban KDRT. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya