Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Siswa Masih Alami Kesulitan pada PJJ Fase 2

Atikah Ishmah Winahyu
13/11/2020 20:35
Siswa Masih Alami Kesulitan pada PJJ Fase 2
Siswa Sekolah Khusus Negeri 1 Lebak didampingi orangtua mengikuti kegiatan belajar daring di Rangkasbitung, Banten, Rabu (14/10).(ANTARA/MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS )

KOMISIONER Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, siswa masih merasa kesulitan/terbebani dalam melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di fase kedua pada masa pandemi covid-19. Menurutnya, masih belum ada perubahan berarti, bahkan jumlah pengaduan yang masuk ke KPAI terkait PJJ fase kedua sudah hampir mencapai 800 pengaduan.

“Prinsipnya pembelajaran jarak jauh fase 2 masih berat bagi anak-anak,” kata Retno dalam konferensi pers Belajar Efektif di Masa Pandemi, Jumat (13/11).

Retno menuturkan, sebenarnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah membuat sejumlah kebijakan untuk merespons kesulitan PJJ di masa pandemi, seperti menerbitkan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 15 Tahun 2020 terkait penyelenggaraan belajar dari rumah di masa pandemi, menerbitkan kurikulum darurat, hingga memberikan subsidi kuota. Namun, kebijakan tersebut rupanya tidak diterima dengan baik di daerah.

Baca juga: Evaluasi Program Organisasi Penggerak Kemendikbud Rampung

“Dari hasil pengawasan KPAI di lapangan, dari 46 sekolah yang kami datangi di 19 Kabupaten/Kota di Indonesia, hasilnya memang surat edaran Sesjen nyaris tidak dipahami daerah, tidak sampai ke daerah. Jadi petunjuk belajar jarak jauhya belum berubah pada fase PJJ pertama sampai kedua,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala menambahkan, pelaksanaan PJJ yang sudah berlangsung selama 8 bulan seharusnya sudah menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk menyiapkan alternatif baru.

“Saya pikir pemerintah keblinger kalau masih berpikir ini adalah force majeure. Kita mesti memikirkan cara kedua atau alternatif lain, misalnya sekali seminggu anak disuruh masuk sekolah dengan protokol kesehatan. Anak bisa dapat dunia bermain kembali walaupun masih dibatasi,” tuturnya.

Tim Pakar Bidang Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Agnes Tuti Rumiati menuturkan, seluruh pemangku kepentingan perlu menyiapkan diri untuk mengejar ketertinggalan standar pendidikan yang turun akibat pandemi.

“Kita punya pekerjaan besar yaitu ketertinggalan yang harus dikejar saat kondisi normal karena misalnya saat lulusan SMA masuk ke perguruan tinggi, perguruan tinggi tidak mungkin akan menurunkan standarnya, ini kan mengkhawatirkan. Ini yang harus kita pikir. Dampak pandemi dari aspek pendidikan luar biasa besar karena nanti akan berantai,” tandasnya. 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik