Gejala DBD dan Covid-19 Mirip

Atikah Ishmah Winahyu
04/11/2020 04:25
Gejala DBD dan Covid-19 Mirip
Demam Berdarah di Masa Covid-19(Sumber: Kementerian Kesehatan RI/Riset MI-NRC/Grafis: SENO)

WASPADALAH sebab kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia pada 27 Oktober 2020 bertambah 4.859 menjadi 93.178 kasus hanya dalam waktu sebulan. Sebagian besar kasus tertinggi terjadi di Provinsi Bali, yakni Buleleng, Badung, dan Gianyar.

Dalam pandemi covid-19 yang masih berlangsung, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Didik Budijanto mengingatkan pentingnya untuk mengenali bedanya gejala DBD dan covid-19.

“Sebab penyakit covid-19 ini diagnosisnya agak beda-beda tipis,” kata Didik kepada Media Indonesia, Minggu (1/11).

Baik DBD maupun covid-19, terang Didik, ditandai dengan panas yang tinggi di atas 38 derajat Celsius. Gejala DBD juga dibarengi dengan nyeri otot, nyeri sendi, dan sakit kepala. Adapun gejala covid-19 diikuti dengan sakit kepala dan tenggorokan, mual dan muntah, batuk kering, nyeri dada, serta sesak napas.

“Ini harus kita tekankan kepada teman-teman di puskesmas atau di pelayanan di rumah sakit, harus betulbetul bisa bedakan apakah ini covid- 19 atau justru DBD,” pesannya.

Selain itu, Didik meminta masyarakat untuk melakukan pencegahan. Untuk DBD dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSM) dengan 3M Plus (menguras, menutup, dan mengubur, plus menghindari gigitan nyamuk). Sebab virus dengue penyebab DBD ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpictus

 

Akurasi skrining

Gabriele Jessica Kembuan dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Sulawesi Selatan, dalam jurnalnya yang dipublikasikan Agustus 2020 mengingatkan, akurasi tes menjadi kunci untuk bisa membedakan mana DBD dan covid-19.

Hal itu karena tidak semua pasien pada awalnya datang dengan karakteristik batuk kering atau sesak napas. “Rontgen dada dari banyak pasien normal saat masuk,” ujarnya seperti dikutip dari sciencedirect.com.

Menurutnya, penting sekali penggunaan CT scan dada pada pasien dengan tanda demam berdarah untuk bisa mencegah komplikasi serius akibat minimnya diagnosis. Hal itu didapatnya dari kasus meninggalnya seorang pasien laki-laki berusia 53 tahun yang terkonfirmasi positif covid-19 setelah sebelumnya divonis DBD.

Ia datang dengan keluhan utama demam tinggi selama dua hari, malaise, dan sakit tenggorokan. Tidak ada keluhan batuk, sesak napas, atau hidung tersumbat.

Pemeriksaan serologi menunjukkan hasil NS1 DBD positif. Pasien memilih untuk menjalani pengobatan rawat jalan dan istirahat di rumah dengan pemberian obat simtomatik.

Pada hari ke-7, pasien menjalani pemeriksaan serologi dengue dan tes cepat antibodi total covid-19, dan hasilnya negatif. Karena itu, perawatan di rumah dilanjutkan.

Pada hari ke-9 gejala, pasien tibatiba menunjukkan sesak napas dan dirawat di ICU. Saturasi oksigennya turun menjadi 87%, dan CT scan dada menunjukkan opasitas kaca dasar di semua bidang paru yang menunjukkan infeksi SARS-CoV-2.

Pasien meninggal sehari setelah masuk karena pneumonia berat, syok septik, dan gagal napas sehingga dikebumikan sesuai dengan protokol covid-19.

“Sejak 10 hari berlalu setelah timbulnya penyakit sampai sampel darah yang digunakan untuk PCR diambil, hasil RT-PCR dianggap tidak akurat, dan hasil NS1 awal yang dikombinasikan dengan IgM dan IgG positif menunjukkan bahwa kasus tersebut melibatkan koinfeksi dengan demam berdarah dan covid-19,” sebut Gabriele. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya