Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
UNTUK pertama kalinya Perhutanan Sosial secara eksplisit diatur dalam Undang-Undang (UU). UU Cipta Kerja merupakan wujud nyata penciptaan lapangan kerja bagi seluruh masyarakat di Indonesia, khususnya masyarakat yang ada di dalam kawasan hutan dan di sekitar kawasan hutan, dan bagaimana keadilan harus terus di dorong dalam sebuah undang-undang yang nyata.
Dalam acara “Bincang Undang-Undang: Atasi Kesenjangan Multi-Tafsir dengan tema Hutan Sosial Untuk Lapangan Kerja dan Keadilan” yang diselenggarakan KLHK pada Senin (12/10) sore, Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono, menegaskan dengan perhutanan sosial dalam UU Cipta Kerja merupakan wujud nyata keadilan kepada masyarakat dan menciptakan lapangan kerja.
“Perhutanan sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraannya, menjaga keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya," jelas Bambang Hendroyono.
"Perhutanan sosial juga menjadi salah satu alternatif penyelesaian berbagai permasalahan kehutanan yang akut dan menahun. Melalui UU Cipta Kerja masyarakat di sekitar hutan dapat bekerja dengan perlindungan hukum yang jelas,” papar Bambang.
Dalam acara yang dipandu Karo Humas KLHK, Nunu Anugrah ini, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi, juga menjelaskan bahwa secara kultural, perhutanan sosial sudah tebentuk ketika kolonial Inggris dan Belanda.
"Tujuan utamanya yaitu melindungi areal hutan yang tidak boleh dijamah oleh masyarakat, yang harus terjaga kelestariannya, tetapi ekonomi masyarakat harus tetap hidup. Saat ini, pemerintah memiliki otorisasi penuh dalam menentukan arah pengelolaan sumber daya kehutanan," tutur Dedi.
Dedi berharap para pengelola di bidang kehutanan dapat meletakkan hutan tidak hanya sebagai sumber ekonomi publik tetapi juga sebagai sumber spiritualitas publik.
“Dalam proses pengembangan-pengembangan hutan sebagai peningkatan ekonomi, perlu diterapkan prinsip-prinsip kepada masyarakat bahwa ekonomi bukan kayunya, ekonomi bukan rantingnya, tetapi ekonomi adalah pelestariannya,” kata Dedi.
Pemerataan ekonomi
Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Bambang Supriyanto, menjelaskan bahwa program Perhutanan Sosial tidak hanya untuk distribusi akses tetapi juga didampingi dengan kebijakan pemerataan ekonomi melalui program pendampingan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan dukungan akses, modal serta pasar.
“Data capaian kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) sejak tahun 2016 hingga 2020 yang terus mengalami peningkatan. Jumlah KUPS hingga Juni tahun 2020 tercatat 7.311 KUPS dan terdapat lebih dari dua juta tenaga kerja sektor Perhutanan Sosial,” jelas Bambang Supriyanto.
“Dengan masuknya perhutanan sosial ke dalam UU Cipta Kerja akan lebih memperkuat pengelolaan Perhutanan Sosial dalam kaitannya dengan penciptaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
Sebagai contoh nyata bahwa program Perhutanan Sosial selama ini sangat berdampak baik pada masyarakat adalah produk petani hutan, madu, minyak kayu putih, jahe merah, yang menjadi produk petani hutan yang laris saat pandemi Covid-19.
Prof. San Afri Awang yang hadir dalam kesempatan tersebut menegaskan bahwa masuknya Perhutanan Sosial dalam UU Cipta Kerja, menunjukkan negara hadir untuk masyarakat. Oleh karenanya perhutanan sosial harus diletakkan sebagai sentral karena memuat tiga hal yaitu ekologi, ekonomi dan kesejahteraan.
“Perhutanan sosial menjadi strategis dan penting. Untuk itu perlu diperkuat dalam Peraturan Pemerintah sebagai tindak lanjut dari UU Cipta Kerja. Peraturan Pemerintah terkait perhutanan sosial harus mampu mengatur dengan tata kelola yang baik semua bentuk perhutanan sosial yang digagas KLHK dan yang digagas masyarakat seperti yang dinyatakan dalam definisi perhutanan sosial,” kata Prof. San Afri.
“Pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam menciptakan inisiatif-inisiatif program. Jangan lupa juga, social forestry punya kewajiban menanam kayu. Siapapun yang pegang izin, pastikan mereka juga menanam kayu,” tegas Prof. San Afri.
UU Cipta Kerja sangat berpihak kepada masyarakat dan mengedepankan restorative justice. Penegakan hukum bagi perusak lingkungan juga semakin jelas, tegas, dan lebih terukur. Untk itu, Undang-Undang ini perlu tersampaikan dengan baik kepada masyarakat sehingga dapat terselenggara sebagaimana tujuannya mewujudkan Indonesia Maju. (RO/OL-09)
KLHK melalui Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) menyegel empat perusahaan yang diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan (karhutla)
‘’Kolaborasi, termasuk dengan kerja sama dengan pihak swasta menjadi kunci untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang efektif, bernilai ekonomis dan ramah lingkungan,”
KEPALA Subdit Ditjen KLHK Yuli Prasetyo Nugroho menuturkan terdapat beberapa kearifan lokal dari masyarakat adat yang dapat menjadi contoh dalam pengelolaan sampah sisa makanan (food waste).
Kayu itu dikumpulkan untuk kemudian direbus. Sebanyak 10 kg kayu mangrove, direbus dengan 10 liter air untuk menghasilkan 7 liter cairan tinta.
Program pembagian bibit pohon gratis yang digagas KLHK menjadi langkah penting dalam upaya pelestarian lingkungan di Indonesia.
Dalam mengelola sampah kemasan, GCPI bekerja sama dengan Indonesia Packaging Recovery Organisation (IPRO),
KETUA Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang meyakini kelembagaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) sebaiknya tetap dipisah.
Setelah melakukan simulasi, menurut dia, berbagai partai politik tersebut akan memutuskan sikap untuk sistem penyelenggaraan pemilu atau pilkada ke depannya.
Ketua Banggar DPR RI menekankan pembangunan IKN tetap dilanjutkan meski anggarannya memiliki perubahan dari waktu ke waktu.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
DPR menyebut perayaan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus digelar di Jakarta, bukan di Ibu Kota Nusantara atau IKN, Kalimantan Timur karena memakan biaya banyak.
DPR dan pemerintah tidak menyerap aspirasi semua pihak dalam membahas RUU KUHAP.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved