Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Tradisi Lisan dan Ekonomi Kreatif Maksimalkan Bonus Demografi

Suryani Wandari Putri Pertiwi
24/9/2020 14:15
Tradisi Lisan dan Ekonomi Kreatif Maksimalkan Bonus Demografi
Pengunjung melihat sejumlah produk UMKM Kota Bandung yang dijual di Pasar Kreatif Bandung 2020 di Trans Studio Mall, Bandung, Jumat (11/9).(ANTARA/NOVRIAN ARBI)

Indonesia saat ini sedang mengalami bonus demografi, dengan jumlah penduduk usia produktif  mencapai lebih dari 68% dari total populasi Indonesia. Direktur Industri Kreatif Musik, Seni Pertunjukan dan Penerbitan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Amin Abdullah,  hal ini tentunya perlu penanganan karena bonus demografi justru bisa jadi bencana.

"Bonus demografi ini bukan hanya menjadi kekuatan tetapi kalau kita tidak mampu memanfaatkannya bisa juga menjadi sebuah bencana," kata Amin dalam diskusi tradisi lisan dan ekonomi kreatif, Kamis (24/9).

Terlebih, kata Amin, saat ini Indonesia masih terdampak atas covid-19 yang bisa menambah angka pengangguran.

Baca juga: Waspadai Penyebaran Covid-19 di Rumah Sakit

Untuk mengantisipasinya, lanjut Amin, penggabungan antara tradisi lisan dan ekonomi kreatif menjadi salah satu yang bisa dilakukan.

Amin menjabarkan tradisi lisan sebagai segala hal yang ditransmisikan melalui tuturan meliputi yang beraksara dan tak beraksara, sistem pengetahuan lokal, sistem genealogi, sejarah, hukum, lingkungan, alam semestara, adat istiadat, tekstil, obat-obatan, religi dan kepercayaan, nilai-nila moral, bahasa, seni,  dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut Undang-Undang No 24 Tahun 2019 tentang ekonomi kreatif, ekonomi kreatif merupakan perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia yang berbasis wawasan budaya, ilmu pengetahuan atau teknologi.

"Ada dua hal yang sepertinya dapat tautkan dari dua definisi itu, yakni sesuatu yang dtransmisikan dan kemudian adalah warisan budaya. Itu titik temunya," tutur Amin.

Percampuran antara ekonomi kreatif dan tradisi lisan ini menurut Amin bisa dijalankan oleh mereka yang kreatif yang bisa menjadi ekonomi inklusif. 

Saat cabang ini ekonomi kreatif pun telah ada 17 subsektor yang dapat dikembangkan seperti aplikasi, fashion, desain komunikasi fisual, kuliner, pengembangan permainan, film, animasi dan video, arsitkektur, desain interior, desain produk, musik, kriya, fotografi, periklanan, seni rupa, televisi, dan radio.

Tak hanya itu, dalam undang-undang kebudayaan terdapat pernyataan kebudayaan atau tradisi lisan yang bisa dimanfaatkan. Pernyataan tersebut yakni, pertama kebudayaan sebagai investasi untuk membangun masa depan. Kedua, kontribusi budaya melalui pemanfaatan. Ketiga, pendayagunaan objek pemajuan kebudayaan untuk penguatan ekonomi. Selanjutnya keempat, bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat dan terakhiri tradisi lisan sebagai objek emajuan kebudayaan.

Amin kemudian mencontohkan makanan soto yang memang kini telah berkembang pesat. Soto ini menurutnya transformasi dari Jao-to dibawa oleh armada maritim Cheng Ho ke Nusantara pada 1405-1433.

Kini terdapat 100 varian soto tercatat dalam pemecahan rekor MURI tahun 2014. Soto tersebar di 24 daerah di indonesia dengan penamaan yang berbeda di beberapa tempat yakni coto atau tauto.

Jika dihitung soto ini kontribusi terhadap PBD ekonomi kreatif sebanyak 41,40%. "Kalau ini dimanfaatkan ke ranah ekonomi kreatif, akan ada merek dan resep berbeda sehingga bisa didaftarkan menjadi rahasia dagang," katanya.

Contoh lain yakni batik pekalongan yang merupakan bukti keindahan akulturasi budaya dari etnis Tionghoa, Arab dan Belanda. Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menangah Kota Pekalongan bahkan mencatat realisasi nilai ekspor selama 2019 mencapai USD22,926 juta atau sekitar lebih dai Rp313 miliar.

Contoh lain memasukan unsur kebudayaan ke ekonomi kreatif juga dilakukan grup band Netral. Nyanyian rakyat Apuse dari Kabupaten Biak Numfor ini mengalami proses diantonasi atau penggunaan tangga nada musik barat dan dimasukan dalam strutur lagu Garuda di Dadaku dari Album The Story of Netral (2009).

"Lirik apuse kokon dao itu dijadikan chorus dan diubah liriknya menjadi garuda di dadaku. Itu menjadi contoh pemanfaatan tradis lisan didalam ekonomi kreatif," katanya.

Saat itu lagu Apuse memang dikatakan tidak diketahui siapa penciptanya sehingga bisadimanfaatkan. Keberhasilan lagu ini pun menjadi soundtrack film Gruda di Dadaku (209) dan menjadi nyanyian wajib suporter tim nasional sepak bola Indonesia.

Lebih lanjut Amin berharap, perpaduan antara tradisi lisan dan ekonomi kreatif ini bisa menjadi jawaban untuk mengantisipasi bonus demografi. "Indonesia adalah 17 ribu pulau, ketika kita memanfaatkan kebudayaan menjadi ekonomi kreatif tentu saja itu menjadi peluang," pungkasnya.(H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya