Lima Ons Lagi, Mykel Bebas Gizi Buruk

Palce Amalo
07/9/2020 14:15
Lima Ons Lagi, Mykel Bebas Gizi Buruk
Yanuar Santri, 30, dan anaknya Carles Talaen, 1,1 tahun yang menderita gizi buruk di Desa Desa Tanah Merah, Kupang, NTT.(MI/Palce Amalo)

HARI jelang malam saat tiga petugas gizi tiba di Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, akhir pekan lalu.

Mereka datang untuk memantau kemajuan berat badan Mykel Pah, 3,4 tahun, balita penderita gizi buruk di Dusun IV RT 02/RW 01, yang menerima program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan sejak delapan bulan terakhir.

Buah hati pasangan Jermias Pah-Yunita Djara ini diberikan makanan tambahan pemulihan berupa biskuit dengan kandungan gizi tinggi. Sebab menderita gizi buruk dan stunting sejak Februari 2020 atau sebelum
pandemi covid-19.

Ketika itu, usia Mykel 2,8 tahun, namun berat badannya jauh di bawah normal. Hasil timbangan, berat badannya hanya 7,2 kilogram (kg) dan tinggi 78 sentimeter (cm). Berat dan tinggi badannya jauh dibandingkan pertumbuhan normal anak seusianya yang semestinya berbobot 10,1 kg dan
tinggi 86,5 cm.

Dengan kondisi tersebut, Puskesmas Tarus, Kupang Tengah melibatkan Mykel sebagai peserta program penanggulangan gizi buruk terpadu (PPGBT) untuk pemulihan gizi buruk yang dideritanya.

Sejak itu, Mykel tidak hanya rutin mengonsumsi makanan tambahan pemulihan, tetapi wajib datang ke posyandu setiap pekan untuk ditimbang dan diukur tinggi badannya. Persoalan timbul setelah muncul pandemi korona yang memaksa pemerintah membatasi aktivitas warga di luar rumah, yang kemudian berdampak terhadap rutinitas pemberian makanan tambahan.

Hal ini terjadi lantaran sang ibu tidak membawa balitanya ke posyandu. "Pemberian makanan tambahan pemulihan sempat terputus karena ibu sibuk dengan pekerjaannya padahal berat badan anak sudah mulai naik," kata Petugas Gizi Puskesmas Tarus, Imelda Mooy.

Karena tak kunjung datang ke posyandu, pada Juli 2020, petugas berkunjung ke rumah dan menemukan berat badan Mykel tidak banyak mengalami perkembangan membaik. "Saya bilang kasih lagi Myke makanan tambahan pemulihan," tandasnya.

Sejak itu, anak ke-4 pasangan ini kembali mengonsumsi makanan tambahan bergizi. Dua bulan setelah menjalani proses pemulihan, pada September 2020, kondisinya  mulai menunjukkan tanda-tanda membaik, seperti berat badan bertambah menjadi 8,1 kg dan tinggi 78 cm. Itupun masih masih di bawah berat badan ideal.

Ia juga kesulitan melakukan berbagai aktivitas seperti bermain bersama anak-anak lain karena gizi buruk yang dideritanya. "Masih kurang lima ons lagi untuk mencapai berat badan normal 8,6 kg, setelah itu kita
setop makanan tambahannya," katanya.

Lain pemberian makanan tambahan di puskesmas, lain pula asupan makanan di rumah. Yunita Djara, 26, sang ibu jarang menyajikan makanan bergizi bagi anak-anaknya, termasuk Mykel. Kalaupun ada, frekuensi pemberian makanan berbahan dasar hewani dan nabati ternyata tidak teratur. Dengan rata-rata pendapatan suaminya Rp50 ribu per hari dari berjualan ikan, Yunita tak mungkin menyajikan makanan bergizi secara rutin bagi anak-anaknya. Tidak ada susu, daging, telur dan sayuran di dapur sudah pemandangan biasa.

Saban pagi dan malam, Yunita hanya menyajikan nasi dan ikan untuk seluruh anggota keluargnya. Ikan yang disajikan itupun dibawa pulang sang suami. Pasalnya dengan pendapatan sebesar itu, ia masih harus membagi ke dalam beberapa pos pengeluaran, seperti beras seharga Rp13 ribu per kg dan kebutuhan lainnya. Lantaran pendapatan yang kecil, untuk mengurangi beban keluarga di masa pandemi, dua dari empat anaknya kini tinggal bersama keluarga terdekat.

"Satu orang tinggal menetap bersama mama angkat, satu orang lagi tinggal bersama neneknya, tetapi kadang kembali ke rumah," cerita Yunita.

Persoalan frekuensi dan asupan makanan bergizi di rumah memang sangat menganggu petugas gizi. Untuk mencegah Mykel kembali  menderita gizi buruk, setelah pemberian makanan tambahan dari puskesmas berakhir, sejumlah langkah sudah disiapkan.

Petugas gizi sudah memberikan movitasi kepada orang tua balita untuk bertahan dalam jangka panjang dengan menanam sayuran dan buah-buahan di pekarangan rumah. Hasil panen tanaman untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, apalagi rata-rata keluarga pasien gizi buruk di daerah itu memiliki halaman yang luas.

Membangun kebun sayur, bukan lagi tugas dinas kesehatan, melainkan instasi teknis lainnya seperti dinas pertanian dan perkebunan. "Penyuluhan dan edukasi untuk orang tua di bidang kesehatan sudah dilakukan, dan kami mewanti-wanti mereka jangan sampai terulang lagi balitanya ke masalah yang sama," pesannya.

Di desa yang berbatasan dengan Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang itu, Mykel tidak sendiri. Masih ada dua balita tetangga terdekat dengan kondisi yang sama yakni Steven Kononi 4,4 tahun yang menderita gizi buruk dan Jevardo Lede Tallo, 7 bulan yang menderita stunting.

Di Desa Tanah Merah yang berjarak sekitar tiga kilometer dari Mata Air, ada tiga balita gizi buruk. Di antaranya Carles Talaen, 1,1 tahun dengan berat badan 6,5 kg, tinggi 70 cm dan ukuran lingkar lengan atas 11,7 cm di bawah normal 12 cm.

Setelah diberikan formula Ready To Use Therapeutic Food (RUTF), makanan pemulihan untuk balita sangat kurus pada Juni 2020. Pada awal September, berat badan Carles telah mencapai berat badan ideal anak seusianya yakni 7,3 kg . Namun, saat ini berat badan anak kedua pasangan Yanto Talaen, (30) dan Yanuar Santri, 30 tahun itu turun lagi menjadi 6,9 kg karena diare.

"Karena diare dan berat badan turun, kita kurangi pemberian RUTF menjadi dua bungkus per hari, dari sebelumnya tiga bungkus per hari," kata petugas Gizi Puskesmas Pembantu Desa Tanah Merah, Onya Foeh.

Onya menyebutkan pemberian makanan pemulihan terus dipantau sehingga berat badan Carles bakal naik lagi dalam dua pekan mendatang. "Saya pantau dan cek makanannya," tambahnya.

Demi menjaga balita kembali menderita gizi buruk, petugas gizi terus mengedukasi orang tua menaruh perhatian serius terhadap asupan makanan pasca penghentian makanan pemulihan, yaitu berkarbohidrat, protein, susu, dan menjaga kebersihan badan dan pakaian. "Percuma kalau makan sehat tetapi anak-anak kotor," ujarnya.

Mereka bagian dari 421 total balita wasting (gizi buruk dan gizi kurang) di seluruh Kupang Tengah sesuai Data Balita Stunting Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Basyarakat (PPGBM) Februari 2020. Dari jumlah itu, 131 orang di antaranya stunting dan 250 orang gizi kurang. Masih ada 1.999 balita dengan status gizi normal dan 123 orang lainnya berstatus gizi lebih.

Secara keseluruhan, balita wasting di 26 kecamatan di Kabupaten Kupang berjumlah 4.904 orang, 1.369 balita di antaranya berstatus gizi buruk dan 3.535 balita berstatus gizi kurang. Selain Kupang Tengah, sebaran gizi buruk dan gizi kurang terbanyak terdapat di Fatuleu 414 orang, Amarasi 359 orang, Kupang Timur 325 orang, dan Kupang Barat 321 orang.

Untuk wilayah NTT, gizi buruk tercatat 8.351 balita dan gizi kurang 28.362 balita menyebar merata di 22 kabupaten dan kota, terbanyak di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Kota Kupang, Rote Ndao, dan Alor. Saat ini, seluruh tenaga kesehatan di daerah itu kembali melakukan pengukuran balita di posyandu yang hasilnya diumumkan September 2020.

Asupan Makanan dan Gizi

Sejak pandemi covid-19 yang berdampak terhadap masalah ekonomi dan penurunan akses serta daya beli masyarakat terhadap pemenuhan pangan bergizi, potensi meningkatkan risiko masalah gizi akut hingga gizi kronik atau stunting sangat besar.

Tidak terkecuali pelayanan gizi lantaran pembatasan layanan tersebut, namun bagi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang, dokter Robert AJ Amheka, berbagai pembatasan yang diterapkan, tidak sampai menghentikan pelayanan di lapangan.

Dinas kesehatan tetap waspada jangan sampai pembatasan yang ada memperburuk masalah gizi. Petugas tetap menjalankan kegiatan di lapangan mengunakan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah, yakni pengukuran tinggi dan berat badan balita agar status gizi mereka terus dipantau, dan diberikan intervensi agar tidak berkembang menjadi gizi buruk.

"Perlu kita perhatikan gizi buruk maupun gizi kurang, akut maupun kronis terutama menyerang penduduk miskin. Kalau orang berkecukupan jarang sekali masuk ke gangguan gizi," katanya.

Sebetulnya petani di daerah itu tidak terlalu terpengaruh dengan berbagai pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah, kecuali mereka tetap diingatkan tetap menjaga higienitas dan selalu mengunakan masker. Karena itu, langkah-langkah yang perlu dilakukan daerah ialah tetap menjaga akses orang terhadap sumber pangan terutama pangan bergizi.

Menurut dokter Robert Amheka, intervensi untuk mencegah stunting misalnya, harus dimulai sejak remaja putri, ibu usia produktif dan ibu menyusui. Untuk keadaan normal saja, angka stunting cenderung meningkat terutama disebabkan kurangnya asupan makanan kurang dan pola asuh yang tidak memadai, yang nantinya berdampak rendahnya akses terhadap pendidikan, kesehatan hingga pekerjaan. "Stunting ini kan harus diperhatikan sejak anak itu direncanakan, saat hamil dan sampai di luar rahim," jelasnya.

Dampak Gagal Panen

Selain masih terbatasnya akses terhadap bahan makanan bergizi, ditambah gagal panen yang diderita petani musim panen tahun ini berpotensi memperburuk kondisi kekurangan gizi di masyarakat, yang tentu memicu persoalan lain yang terkait dengan gizi yakni kelebihan berat badan (overweight), wasting (terlalu kurus untuk tinggi badan) dan stunting (terlalu pendek untuk usia).

Sebagai perbandingan, pada 2017 balita stunting di Kupang Tengah berjumlah 62 orang kemudian bertambah menjadi 1.298 orang pada 2018. Pada akhir 2019, balita stunting di Kupang telah berkurang menjadi 416 orang. Adapun balita wasting pada 2017 di kecamatan tersebut 249 orang, berkurang menjadi 166 orang pada 2018, namun bertambah lagi menjadi 309 orang pada akhir 2019.

Menyusul gagal panen tanaman pangan di wilayah itu, Kementerian Pertanian telah membuat proyek percontohan pengembangan jagung yang dipusatkan di areal kantor bupati setempat. Selanjutnya dinas kesehatan melakukan fortifikasi pangan. "Kalau selama ini makanan pokoknya beras, dicampur dengan jagung supaya jangan sampai setelah kekeringan ini berakhir, justru stunting atau gizi buruknya bertambah," tuturnya.

Selain itu, dinas kesehatan akan memperbaiki tabulasi data hasil penimbangan balita di posyandu. Langkah itu dilakukan karena beberapa timbangan yang dioperasikan ternyata rusak yang kemudian memengaruhi hasil penimbangan. Ia yakin hasil penimbangan ulang balita yang akan diumumkan bulan ini, angka stunting bakal menurun signifikan.

Semua program inovasi yang dilakukan dinas kesehatan bekerja sama dengan lembaga keagamaan, serta yang dilakukan instansi lainnya punya satu tujuan yaitu memperbaiki asupan makanan lebih bergizi sehingga bayi 0-2 tahun lahir dalam keadaan tidak stunting.

Akasi-aksi spesifik di posyandu, dan aksi sensitif yang dilakukan instansi lain di tahun sebelumnya, menurut Dia, justru menyumbang 70 persen suksesnya penurunan stunting. Hanya saja, selama pandemi
covid-19, banyak proyek yang terkait dengan pertanian seperti irigasi, pembukaan lahan persawahan, dan proyek infrastruktur lainnya terhambat.

Terkait kondisi itu, pemerintah diminta menyetop dulu persiapan ekspor sejumlah bahan pangan, tetapi dimanfaatkan oleh masyarakat. "Obat yang paling utama untuk stunting adalah makan dan gizi. Kalau masih ada orang stunting, berarti negara kita masih banyak yang lapar. Di NTT masih banyak yang lapar termasuk di Kabupaten Kupang," katanya.

Dukungan Unicef

Nutrition Officer Unicef Perwakilan NTT Blandina Bait menyebutkan hilangnya pendapatan rumah tangga di masa pandemi meningkatkan risiko anak mengalami gizi buruk. Selain itu, anak-anak yang pulih dari gizi
buruk, masih berisiko mengalami perkembangan dan pertumbuhan selama hidupnya. Namun, berbagi upaya untuk menekan infeksi covid-19 dapat mempersulit identifikasi dan pemberian layanan pada balita gizi buruk.

Unicef juga mengestimasi beban kasus gizi buruk yang ditangani pemerintah NTT sesuai data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes),Kementerian Kesehatan 2018, sebanyak 21.850 orang atau 4.6 persen dari jumlah balita sebanyak 475.000 orang, namun yang tertangani saat itu hanya 13 persen atau 3.057 orang. Cakupan balita gizi buruk yang diterapi rendah menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi stunting di daerah itu.

Blandina mengatakan Unicef antara lain mendukung pemerintah untuk memastikan layanan gizi tetap berjalan bagi remaja, ibu hamil menyusui, bayi dan balita selama pandemi. Dukungan itu dilakukan melalui
pengembangan pedoman layanan gizi pada masa pandemi Covid-19 dan pembuatan berbagai pesan gizi utk masyarakat dan kelompok rawan, sebagai bagian dari komunikasi risiko.

Dukungan lain terkait penyediaan Ready to Use Therapeutic Food (RUTF) atau obat terapi gizi dan pita lingkar lengan atas (Lila) dalam penanganan anak gizi buruk tanpa komplikasi melalui layanan rawat jalan.
Unicef juga bermitra dengan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) di Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan untuk mendukung dinas kesehatan memastikan layanan gizi dasar tetap berjalan di masa pandemi,  mobilisasi masyarakat dan penguatan kapasitas tenaga kesehatan, kader pembangunan manusia (KPM), tokoh Agama dan tokoh masyarakat dalam penemuan dini kasus gizi buruk.

Untuk itu, Unicef telah mengeluarkan sejumlah pesan kunci antara lain memanfaatkan sumber pangan lokal sebagai upaya pencegahan malnutrisi mengunakan bantuan dana desa.

Pesan lain ialah memastikan kelompok rentan mendapatkan akses makanan bergizi secara optimal dan pemilihan jenis pangan untuk bantuan sosial di era pandemi tidak saja memenuhi kebutuhan karbohidrat, tetapi juga sumber protein, mineral, dan vitamin.  Namun, langkah-langkah penanganan malnutrisi yang dilakukan dinas kesehatan maupun Unicef  di era pandemi korona ternyata masih menyisakan kendala.

Dokter dokter Robert Amheka menyebutkan kendala terbesar ialah mengubah kebiasaan dan persoalan rendahnya pendapatan keluarga. "Agak rumit mengubah kembali pengetahuan orang tentang gizi dan pentingnya asupan makanan bergizi," tambahnya. Seperti yang dialami balita gizi buruk Mykel Pah dan Carles Talaen, pasca pemberhentian makanan tambahan pemulihan, asupan makanan bergizi balita tersebut dikhawatirkan kembali terganggu. (OL-13)

Baca Juga: Presiden Minta Penanganan Kesehatan Diutamakan



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya