Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Jaga Kesehatan Mental Nakes Selama Pandemi

Atikah Ishmah Winahyu
28/8/2020 12:55
Jaga Kesehatan Mental Nakes Selama Pandemi
Petugas medis puskesmas Ulee Kareng memakai APD saat memberikan imunisasi kepada anak balita di Banda Aceh, Aceh, Kamis (16/7).(ANTARA/IRWANSYAH PUTRA)

PANDEMI covid-19 di Tanah Air telah berlangsung sejak Maret lalu atau sekitar enam bulan lamanya. Sejak saat itu, tenaga kesehatan (nakes) telah berperan dalam penanganan covid-19.

Namun, Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan, kesehatan mental para tenaga kesehatan terkadang kurang diperhatikan. Padahal, mereka merupakan garda terdepan dalam penanganan pasien.

“Kita harus sadar bahwa tenaga kesehatan kita tidak resistan dari isu ini (kesehatan mental). Mereka harus bekerja dalam situasi yang sangat menantang dan memiliki risiko terjangkit masalah kesehatan mental. Berdasarkan penelitian, tenaga kesehatan dua hingga tiga kali lebih berisiko mengalami post traumatic syndrome selama pandemi,” kata Ari dalam acara webinar Kesehatan Mental bagi Tenaga Kesehatan, Jumat (28/8).

Baca juga: Faskes Tingkat I Harus Perkuat Sosialisasi Protokol Kesehatan

Dalam kesempatan yang sama, Spesialis Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Hervita Diatri mengungkapkan, para tenaga kesehatan di Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat selama pandemi, mulai dari terkait mortalitas, tempat kerja, dan lingkungan atau komunitas.

Menurut data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hingga saat ini terdapat 89 dokter dan 50 perawat yang meninggal dunia akibat tertular covid-19. Tingkat kematian tenaga kesehatan akibat covid-19 di Tanah Air mencapai 1,9 persen.

Menurut Hervita, pengetahuan dan skill spesifik terkait covid-19 termasuk bagaimana menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai standar pada para tenaga kesehatan masih cukup rendah. Kemudian selama pandemi covid-19, beban kerja para tenaga kesehatan juga bertambah hingga mereka harus bekerja lebih lama dari biasanya dengan menggunakan APD, tidak jarang mereka juga mengalami kelelahan akibat bekerja terlalu keras.

Berdasarkan hasil survei online yang diikuti oleh 393 tenaga kesehatan, sebagian dari mereka mengalami gelisah dan depresi selama masa pandemi.

“Sekitar 39 persen dari mereka merasa gelisah dan depresi yang sebagian besar berasal dari kekhawatiran terhadap kondisi kesehatan fisik, terutama karena mereka merasa tempat kerjanya tidak dapat melindungi mereka,” ujar Hervita.

Selain mengkhawatirkan kondisi fisik, para tenaga kesehatan juga mengkhawatirkan pengeluaran sehari-hari dan biaya pengobatan, takut menularkan virus pada keluarga mereka karena sehari-hari bergelut dengan pasien, hingga khawatir tentang stigma dan diskriminasi dari lingkungan sekitar.

“Di samping gelisah dan depresi, 30 persen tenaga kesehatan mengalami simptom PTSD, 6 persen mengalami symptom psychotic, bahkan 3 dari 174 orang memiliki ide untuk bunuh diri,” tuturnya.

Untuk menghadapi kondisi tersebut, FKUI dan RSCM telah menyediakan beberapa program seperti materi edukasi terkait kesehatan jiwa yang dapat diakses melalui media sosial, layanan konseling secara daring bagi kelompok maupun perseorangan, hingga layanan tes skrining bagi tenga kesehatan yang berisiko tinggi terpapar covid-19. Kemudian, pihak rumah sakit dan pemerintah juga telah menyediakan insentif, transportasi alternatif yang aman, dan tempat tinggal khusus bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien covid-19. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya