Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Di Gunung Mutis, Antisipasi Karhutla Gunakan Kearifan Lokal

Atalya Puspa
18/7/2020 12:05
Di Gunung Mutis, Antisipasi Karhutla Gunakan Kearifan Lokal
Warga melakukan ritual berdoa di kawasan cagar alam Gunung Mutis, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.(MI/Ramdani)

KAWASAN cagar alam Gunung Mutis yang terletak di daratan Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, ikut mewaspadai ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal itu ditegaskan Kepala Balai Besar KSDA (BBKSDA) NTT,  Timbul Batubara, Sabtu (18/7).

"Di Mutis, karhutla menjadi hal penting untuk diantisipasi, adanya bulan kering yang lebih panjang dan aktivitas perladangan masyarakat sekitar kawasan konservasi, serta budaya bercocok tanam dengan cara tebas bakar menjadi ancaman serius karhutla di kawasan ini," ungkapnya.

Sejak ratusan tahun lalu, tutur Timbul, cagar alam seluas 17.211,95 hektare di Kecamatan Fatumnasi dan Kecamatan Tobu Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara, ini merupakan sumber air bagi masyarakat sekitar.

Cagar alam ini terkenal dengan gunung-gunung batu marmernya yang oleh masyarakat setempat disebut Faut Kanaf. Masyarakatnya merupakan salah satu dari suku tertua di Nusa Tenggara Timur yaitu Suku Dawan.

Penetapan Mutis sebagai kawasan cagar alam dinyatakan melalui surat keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 423/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999. Tahun lalu, kebakaran di area konservasi di wilayah NTT tercatat 340.152 hektare. Sebanyak 260,1 ha area kebakaran terjadi di cagar alam Mutis.

Untuk mengantisipasi kejadian karhutla tahun ini, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK telah mengingatkan semua pengelola hutan konservasi untuk waspada dalam surat tertanggal 21 April 2020.

Balai Besar KSDA NTT menyambut langkah antisipasi karhutla ini salah satunya dengan dengan cara sosialisasi dan bermusyawarah dengan para tokoh masyarakat di sekitar CA Mutis, dengan menggunakan pendekatan Aparigraha, yakni kesadaran semua pihak untuk datang bermusyawarah dengan kemurnian kalbu secara bersama-sama.

"Diharapkan kegiatan sosialisasi dengan pendekatan Aparigraha ini menyatukan niat baik kita semua untuk pengelolaan CA Mutis yang lebih baik, dapat menjadi salah satu best practice dan lesson learned dalam pengelolaan kawasan bersama di CA Mutis, khususnya harmonisasi antara keberadaan alam CA Mutis dan budaya yang sangat kuat dari masyarakat Mutis," katanya.

Pendekatan lain dilakukan dengan filosofi Ahimsa atau pendekatan dengan cara damai, menghentikan semua cara-cara kekerasan. Selain itu, ada juga Anekanta, yakni melakukan perundingan, kerukunan dan persatuan.

"Perkembangan pengelolaan konservasi di Indonesia yang semakin dinamis kini telah menempatkan masyarakat sebagai subjek dalam pengelolaan kawasan konservasi dan membangun rasa saling percaya antara pemangku kawasan dengan masyarakat," pungkasnya.  (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya