Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Hari Populasi Dunia, Ini 6 Masalah Kependudukan di Indonesia

Zubaedah Hanum
11/7/2020 06:05
Hari Populasi Dunia, Ini 6 Masalah Kependudukan di Indonesia
Seorang pengendara melintas di depan mural Kampung KB di Bekasi, Jawa Barat.(MI)

HARI ini, 11 Juli 2020 seluruh dunia memeringati World Population Day atau Hari Kependudukan Sedunia. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai kondisi dan dampak kependudukan.
 
Hari Kependudukan Dunia ditetapkan oleh PBB sebagai bentuk perhatian besar masyarakat pada peringatan “Hari Lima Miliar” penduduk dunia yang terjadi pada 1987 silam. Sejak saat itu, populasi dunia terus bertambah dan berdampak pada meningkatnya permasalahan kependudukan.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, Hasto Wardoyo mengamini, permasalahan kependudukan kian hari ke hari sudah sedemikian kompleks semua masalah itu harus dicarikan solusinya.

Lantas, apa saja masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia saat ini? Berikut ini informasinya diambil dari pernyataan-pernyataan Kepala BKKBN dalam beberapa kesempatan.

1. Kualitas SDM

Sekitar 30% sumber daya manusia (SDM) yang ada di Indonesia memiliki kualitas yang sedikit di bawah standar. Ketidaktahuan dan ketidaksiapan pasangan saat menikah menimbulkan banyak risiko kesehatan terhadap ibu dan bayi yang dilahirkan. Ketidaktahuan itu juga menurunkan kemampuan pasangan muda untuk menghasilkan generasi baru yang unggul dan berkualitas.

Program keluarga berencana (KB) bukan semata-mata untuk Memberi jarak kelahiran antaranak di keluarga, tapi juga untuk membangun keluarga yang berkualitas yang mendukung tumbuh kembang generasi emas Indonesia.

2. Menikah muda

Di Indonesia, satu dari sembilan anak perempuan berusia 20-24 tahun sudah menikah sebelum mencapai usia 18 tahun. Saat ini, ada 1,2 juta kasus perkawinan anak yang menempatkan Indonesia di urutan ke-8 di dunia dari segi angka perkawinan anak secara global. Banyak di antara mereka tidak paham tentang masalah bagaimana mengatur jarak aman kelahiran agar anak bisa lahir dengan sehat dan tidak stunting (gagal tumbuh).

Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan memang telah mengubah batas usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan yaitu usia 19 tahun. Namun pada kenyataannya seseorang tetap bisa menikah meski di bawah usia yang ditentukan jika mengantongi dispensasi kawin yang dikeluarkan pengadilan agama setempat.

Anak yang menikah di bawah 18 tahun karena kondisi tertentu memiliki kerentanan lebih besar dalam mengakses pendidikan, kesehatan, sehingga berpotensi melanggengkan kemiskinan antargenerasi, serta memiliki potensi besar mengalami kekerasan.

3. Melahirkan muda

Perlu diketahui, alasan mengapa perempuan sebaiknya jangan menikah di bawah usia 21 tahun adalah karena organ reproduksi belum siap, bisa menyebabkan hamil tak sehat, mengalami pendarahan, serta kanker mulut rahim setelah berhubungan.

Banyak sekali bayi yang setiap tahun dilahirkan dari orang-orang yang masih berusia sekitar 15 hingga 19 tahun. Jumlahnya mencapai setengah juta orang. Bayi-bayi yang lahir dari ibu yang masih sangat muda itu berpotensi lahir dengan ukuran di bawah standar sekitar 10% dan prematur (sebelum waktunya) mencapai 20%.

4. Minim pengetahuan

Edukasi dan kesadaran untuk mempersiapkan 1.000 hari pertama kehidupan bayi sangat penting. Seribu hari pertama kehidupan itu tercapai ketika anak sudah mencapai 3 tahun. Kecukupan asupan nutrisi dan gizi pada rentang usia tersebut menjadi kunci agar bayi yang dilahirkan menjadi generasi baru yang unggul dan berkualitas. Anak yang tidak cukup mendapatkan asupan gizi dan nutrisi bisa mengalami gizi buruk dan memicu stunting.
 
5. Perencanaan keluarga

Remaja dulu dan sekarang berbeda karakter. Remaja saat ini perlu diajak memahami pentingnya lima tahapan kehidupan yakni, melaksanakan pola hidup sehat dengan makan-makanan
bergizi, meraih cita-cita melalui pendidikan yang baik, memiliki karir atau pekerjaan baik laki-laki maupun perempuan, menjadi anggota masyarakat, dan berkeluarga. Ini menjadi jalan mempersiapkan remaja agar siap menjadi orangtua pada waktunya.

Ada delapan fungsi keluarga yang semuanya dapat tercakup ke dalam prinsip asah, asih, dan asuh demi mewujudkan ketahanan keluarga. Keluarga harus asah, yakni, mengasah kemampuan sosialisasi, menerapkan nilai agama dan juga kepekaan lingkungan; asih yakni fungsi cinta kasih dan reproduksi; asuh yakni fungsi ekonomi dan perlindungan. Sehingga dapat menciptakan keluarga berkualitas dengan ukuran tiga dimensi keluarga berkualitas yakni tenteram, mandiri dan bahagia.

6. Ledakan kelahiran pascapandemi

Dengan laju pertumbuhan 1,49% saat ini, penduduk bertambah 4,5 juta orang setiap tahun. Pertambahan jumlah penduduk itu sebanyak satu negara Singapura. Salah satu cara meredamnya ialah dengan menggelorakan kembali program keluarga berencana. Di mana-mana dibangun kampung KB.

Namun, program KB terancam gagal selama masa pandemi covid-19. Diketahui, ada 17,5% angka kehamilan yang belum atau tidak dikehendaki jika dibandingkan dengan kondidi sebelum pandemi. Itu terjadi di beberapa kota besar, seperti DKI Jakarta yakni, 26% dan Yogyakarta 24%.

Kehamilan yang tidak atau belum dikehendaki oleh pasangan usia subur itu akibat hambatan dalam mengakses layanan kontrasepsi. Rata-rata penggunaan alat kontrasepsi dari Februari hingga Maret secara nasional menurun sebanyak 40%. Di daerah tertentu, seperti Banten dan Sulawesi Barat, angkanya mencapai 50%.

Untuk itu, patut diantisipasi adanya ledakan kelahiran anak yang bisa membuat penambahan jumlah penduduk Indonesia sembilan bulan mendatang melebihi 4,5 juta jiwa. (H-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya