Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Mindset Harus Sekolah Negeri, Penyebab Kisruh PPDB

Syarief Oebaidillah
03/7/2020 21:57
Mindset Harus Sekolah Negeri, Penyebab Kisruh PPDB
Ilustrasi(Antara)

POLA pikir inginkan anak meraih pendidikan di sekolah negeri serta sekolah favorit menjadi salah satu penyebab kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020.

“ Pola pikir atau mindset para orang tua belum berubah,mereka ingin anak anaknya seperti dirinya mendapat sekolah negeri yang bagus juga favorit .Sehingga mencuat perilaku kecurangan dengan modus baru melakukan pemalsuan Surat Keterangan Domisili ( SKD),” kata pemerhati pendidikan Ifa H Misbah.

Seperti diberitakan di sejumlah daerah di Surabaya, Jawa Timur dan Magelang di Jawa Tengah ditemukan puluhan ribu SKD palsu yang dilakukan para orang tua guna mendapatkan sekolah bagi anak anak mereka di sekolah negeri pada PPDB 2020.

Menurut Ifa yang juga dosen Psikologi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, pihak dinas pendidikan dan sekolah setempat mesti berkoordinasi dengan Dukcapil Kemendagri di daerah untuk berkoordinasi dan bekerjasama menyelesaikan masalah tersebut.

Hemat dia, sistem zonasi yang bertujuan positif guna meminimalisir kastanisasi sekolah yang masih terjadi mesti dilakukan sosialisasi lebih lanjut kepada pihak sekolah dan orang tua. Sebagai psikolog pendidikan dia mengakui banyak anak didik yang stress akibat pandemic covid serta tekanan selama belajar di rumah. “Kondisi ini juga mesti dipahami pihak orang tua, guru dan sekolah serta pemerintah atau Kemendikbud,” tegasnya. .

Tim Transformasi Guru, di Staf Khusus Menteri bidang Pembelajaran, Kemendikbud Elih Sudiapermana mengutarakan kepada pihak yang men ilai terjadinya kekisruhan pada pelaksanaan PPDB 2020 mesti mempunyai tolok ukur tentang kisruh tersebut, “ Apakah berupa banyaknya pelanggaran aturan, atau hiruk pikuk sikap masyarakat terhadap proses dan hasil PPDB. Jika hiruk pikuk sikap masyarakat terhadap pelanggaran yang terjadi sebagai bentuk koreksi. Saya melihat masih ada sikap ketidak setujuan terhadap aturan yang mencakup proses perumusan kebijakan. Terjadi hiruk pikuk ketika aturan sudah dijalankan dan menjadi terdampak karena anaknya tidak diterima pada PPDB,” ujarnya.

Menurut Elih masyarakat perlu diedukasi tidak cukup sekedar sosialisasi prosedur teknis PPDB.Pasalnya hal ini menyangkut perubahan paradigma pada orang tua dan siswa dengan mindset sekolah negeri minded, orientasi sekolah favorit, nilai akademik atau rapor dan kelulusan sebagai tolok ukur utama. Kendati ketentuan nasional zonasi minimal .50% sebenarnya sudah membuat ruang bagi kriteria diluar jarak, yakni prestasi dan afirmasi yang bisa diterjemahkan oleh daerah.

Bagi Elih yang pernah menjabat Kasubdit pada salah satu Direktorat Jenderal Paud Kemendikbud tahun 2009 ini menilai fenomena PPDB 2020 dapat menjadi bahan analisis dan kebijakan pembangunan dunia pendidikan seperti pembinaan bagi sekolah negeri dan sekolah swasta, menentukan titik pembangunan sekolah baru, rotasi kepala sekolah dan guru berkualitas bisa berjalan, dan lain lain

“ Menarik juga jika dianalisis perbedaan persoalan sekolah antara daerah perkotaan dan pedesaan,” tukas Elih yang pernah menjadi Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung , Jawa Barat .

Baca juga : Bantu Anak Disabilitas, Pemerintah Siapkan Call Center 119

Pada bagian lain, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Ramli Rahim berpendapat kisruh PPDB tidak terlepas dari ketidakmampuan Pemerintah menjadikan fasilitas pendidikan yang cukup dan berkualitas. Pasalnya, program zonasi PPDB bukan hal baru sebab telah dijalankan tahun 2017 artinya di tahun 2020 ini PPDB sistem zonasi telah memiliki lulusan sekolah..

Karena sudah memiliki alumni, seharusnya pemerintah telah memiliki formulasi khusus menangani masalah terkait PPDB sistem zonasi ini. “ PPDB seharusnya tidak lagi menimbulkan kegaduhan di mana-mana dan tahun ini kegaduhan itu terjadi di ibu kota negara bukan sekadar persoalan PPDB tapi bercampur aduk dengan urusan politik,” cetusnya..

Dikakatakan, jika Kemendikbud memahami betul kondisi PPDB semestinya kegaduhan tahun ini tidak perlu terjadi apalagi di tengah deraan Covid-19. Pemerintah sejak awal mesti mampu mengantisipasi PPDB sistem zonasi, semisal dengan membuat pemerataan kualitas pendidikan. Kemendikbud bisa saja membuat aturan bahwa guru guru terbaik ditempatkan di sekolah sekolah dengan fasilitas minim sementara sekolah-sekolah dengan fasilitas sangat baik diisi oleh guru yang biasa-biasa saja atau bisa saja

“ Kemen dikbud mesti membuat solusi lain sehingga orangtua tidak perlu merasa ragu memasukkan anaknya ke sekolah manapun yang mereka inginkan,” tegas Ramli.

Dikatakan, PPDB sudah berjalan semestinya Mendikbud , dengan , Dirjen yang baru sudah mencermati segala hal agar mampu menemukan solusi sehingga tahun depan tidak ada lagi orang tua yang berpikir untuk memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah tertentu. “ Karena mindset mereka telah berubah terhadap apa yang sudah dilakukan Kemendikbud dan . peran sekolah swasta mesti dilibatkan,”pungkasnya. (OL-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya