Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

RUU Masyarakat Adat Harus Lindungi Perempuan dari Kapitalisasi

Indrastuti
03/7/2020 17:10
RUU Masyarakat Adat Harus Lindungi Perempuan dari Kapitalisasi
Suasana rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI secara virtual yang membahas RUU Masyarakat Adat.(MI/Mohamad Irfan)

Model pembangunan yang bersifat komodifikasi dan menitikberatkan kapital berpotensi mengikis peran perempuan adat dalam pengelolaan sumber daya alam. Kehadiran Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat harus menjadi bentuk perlindungan negara terhadap peran dan keberadaan perempuan adat agar tidak tercerabut dari kehidupan dan penghidupannya.

Demikian disampaikan dalam webinar Perempuan Adat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam yang diselenggarakan secara daring, kemarin.  
Komisioner Komnas Perempuan Dewi Kanti Setianingsih  mengatakan, pembangunan negara yang menitikberatkan kepada kapital tidak hanya mengakibatkan hilangnya sumber daya alam, namun juga membuat peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam terkikis.

Baca juga: Komnas Perempuan: Pelecehan Seksual di Starbucks Cederai HAM

"Perempuan adat kehilangan akses pada tanah adat, dan juga akses pada sumber daya alam yang dimiliki lingkungannya," jelas Dewi. Saat ini, ujarnya, ada kesenjangan dan pengabaian terhadap hak-hak  perempuan adat yang menjadi bagian penting dalam keberlangsungan hidup masyarakat itu sendiri.

Komnas Perempuan, lanjut Devi, merekomendasikan dua hal terkait posisi perempuan adat. Pertama, pemberdayaan perempuan tidak perlu menunggu masyarakat adat. Kedua, Komnas Perempuan menganjurkan redefinisi hutan dalam Undang-Undang Kehutanan.

Senada, Pengajar Pusat Studi Kajian Gender Universitas Indonesia  Mia Siscawati mengungkapkan, peran perempuan adat banyak dieksklusi oleh relasi kekuasaan di luarnya, mulai dari keluarga, korporasi bahkan hingga negara. "Perempuan adat masih berjuang agar bisa terlibat dalam pengambilan keputusan mengenai masyarakat di berbagai tingkatan," jelas Mia.

Ketua Umum Persekutuan Perempuan Adat Nusantara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Perempuan AMAN) Devi Anggraini menambahkan, perempuan adat tidak mendapatkan tempat dalam proses pengambilan keputusan atas pengelolaan sumber daya alam wilayah adat. "Identitas diri dan pengetahuan perempuan adat dalam mengelola sumber daya alam tidak diakui. Mereka mengalami diskriminasi dan berujung menjadi korban kekerasan ekonomi akibat konflik sumber daya alam yang berlangsung," tandas Devi.

Wilayah adat dirampas, tanah pertanian hilang, serta hilangnya mata pencaharian perempuan adat menyebabkan pengangguran dan kekerasan domestik menjadi hal yang kerap ditemui. Ia menambahkan, banyak konflik yang dialami perempuan adat tidak disuarakan secara luas.
"Publik harus terlibat dan berpartisipasi serta memantau RUU Masyarakat Adat agar dapat lebih jelas menyampaikan suara perempuan adat serta mengarusutamakan suara mereka dalam pembangunan," paparnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik