Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
KABAR gembira kembali datang dari kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR). Telah lahir bayi orangutan dari induk bernama Desi (12 tahun), yang merupakan orangutan rehabilitan yang dilepasliarkan pada 26 November 2016 lalu.
Anak Desi yang baru berusia beberapa hari terpantau oleh tim monitoring pada 10 Juni 2020, kemudian diberi nama Dara oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Kelahiran bayi dari induk Desi menjadi kelahiran yang keempat dari program pelepasliaran orangutan yang dilaksanakan Balai TNBBBR bersama mitra.
Dua kelahiran yang termonitor oleh tim yaitu dari induk rehabilitan Desi dan Shila berasal dari program pelepasliaran bekerjasama dengan mitra Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) di wilayah TNBBBR Kalimantan Barat dan dua kelahiran lainnya dari induk rehabilitan Ijum dan Aulin berasal dari program pelepasliaran bekerjasama dengan mitra Yayasan Borneo Orangutan Survival (Yayasan BOS) di wilayah TNBBBR Kalimantan Tengah.
Menteri Siti Nurbaya juga memberikan nama-nama untuk 3 anak orangutan lainnya yaitu: Surya (jantan, anak Shila), Indra (jantan, anak Ijum) dan Aditya (jenis kelamin belum diketahui, anak Aulin).
Baca juga : BKSDA Kalimantan Timur Terima Bayi Orangutan
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Wiratno, menyatakan dengan adanya kelahiran di alam bayi orangutan dari induk hasil pelepasliaran, merupakan indikator penting dan bersejarah karena menjadi bukti keberhasilan program rehabilitasi, pelepasliaran dan terjaganya habitat mereka di hutan TNBBBR.
“Hal ini juga menunjukkan adanya kerjasama yang sinergis dengan mitra-mitra terkait dalam konservasi orangutan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah”, sebut Wiratno dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/06).
Selain itu, dikatakan Wiratno keterlibatan masyarakat disekitar lokasi dalam kegiatan pelepasliaran hingga pemantauan satwa, diharapkan dapat meningkatkan kesadarannya untuk turut melestarikan orangutan dan habitatnya di kawasan TNBBBR.
“Kita menyadari bahwa upaya konservasi tidak bisa dikerjakan sendiri-sendiri, kita perlu bergandengan dengan pemerintah daerah, kementerian/lembaga lain, masyarakat setempat, pelaku bisnis dan lembaga-lembaga masyarakat”, tambahnya.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK Indra Eksploitasia menambahkan, sebagai salah satu spesies kunci, keberadaan orangutan sangat penting untuk turut menjaga keseimbangan dan kesehatan ekosistem salah satunya sebagai penyebar biji yang meregenerasi hutan.
Keberadaan orangutan yang berhasil berkembang biak juga menjadi indikator kondisi hutan yang masih baik tidak hanya bagi orangutan tapi juga bagi satwa-satwa lainnya.
“Kami semua menantikan kelahiran-kelahiran alami berikutnya dari orangutan rehabilitan yang dilepasliarkan di kawasan ini. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya pelepasliaran orangutan di TNBBBR”, kata Indra.
Untuk diketahu, hutan kawasan TNBBBR sebagai areal pelepasliaran orangutan terbukti menjadi habitat yang ideal bagi orangutan rehabilitan untuk beregenerasi dan menciptakan populasi baru.
Kepala Balai TNBBBR Agung Nugroho mengungkapkan, melalui survei dan kajian, diketahui hutan di wilayah itu memenuhi persyaratan sebagai rumah baru bagi orangutan rehabilitan, seperti beragamnya jenis tumbuhan pakan, ketinggian dari permukaan laut yang ideal, daya tampung areal yang besar, serta jauh dari akses aktivitas manusia.
Baca juga : Sudah 31 Orangutan Dilepasliarkan sejak Januari hingga April Ini
“Program pelepasliaran, dan pemantauan orangutan yang dilakukan oleh Balai TNBBBR bekerjasama dengan mitra YIARI maupun Yayasan BOS ini berhasil membuat Desi, Shila, Ijum, dan Aulin tidak hanya berhasil pulih kembali menjadi orangutan sejati dan kembali hidup bebas di habitat aslinya, tetapi juga sukses mencetak satu generasi baru orangutan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya”, ungkap Agung.
Kelahiran bayi orangutan ini dinilai awal dari terbentuknya generasi baru orangutan liar di dalam kawasan TNBBBR. Sejauh ini telah dilepaskan 46 individu orangutan dan jumlahnya dipastikan akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah orangutan yang telah menyelesaikan masa rehabilitasi di pusat penyelamatan orangutan.
“Kami sangat gembira karena pada akhirnya kami tidak hanya berhasil memberi kesempatan hidup kedua setelah sebelumnya dia dipelihara manusia, tetapi kami juga sangat bahagia bisa memberikannya kesempatan menjadi seorang ibu dari bayi orangutan liar yang bisa hidup bebas di habitat alaminya, di dalam taman nasional yang akan sangat mendukung kehidupannya dari sisi ekologi dan perlindungan kawasannya,” tutur Agung.
Di TNBBBR sendiri, terutama di Wilayah Kalimantan Tengah, sudah melepasliarkan 171 individu. Dengan kondisi hutan yang sangat ideal sebagai lokasi pelepasliaran dengan luas yang besar, KLHK optimistis kelahiran-kelahiran alami berikutnya akan segera menyusul. Bahkan diperkirakan ada sejumlah kelahiran yang belum teramati di luar yang saat ini telah tercatat, mengingat luasnya hutan TNBBBR.
”Kita semua para pelaku dan pendukung upaya pelestarian orangutan berharap agar generasi baru orangutan liar segera terbentuk dan pada akhirnya membantu kita menjaga kualitas hutan demi kebaikan kita bersama”, pungkas Agung. (OL-7)
BALAI Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau mendapatkan laporan dari pihak pengelola Lembaga Konservasi (LK) Kasang Kulim terkait kelahiran satwa langka hampir punah, orangutan.
Penelitian University of Warwick mengungkap orangutan liar melakukan vokalisasi dengan kompleksitas berlapis, seperti komunikasi manusia.
MENTERI Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni melakukan peninjauan ke kawasan konservasi dan rehabilitasi orang utan di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah.
Kehadiran bayi orangutan ini menambah koleksi satwa orangutan Kalimantan di Bandung Zoo menjadi enam ekor saat.
Enam orangutan yang telah menjalani proses rehabilitasi intensif di Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng dilepasliarkan.
Orangutan jantan Aben, Muaro, Onyo, Batis, dan Lambai juga memiliki riwayat penyelamatan yang hampir sama ketika diselamatkan
Pelepasliaran juga dapat menambah populasi orangutan di habitat alaminya.
Siti juga menekankan bahwa semua burung yang dilepasliarkan telah melalui pemeriksaan kesehatan yang ketat dan menjalani proses habituasi di kawasan Kebun Raya Indrokilo.
BALAI Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Timur bersama Balai Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan (BKHIT) Jawa Timur melepasliarkan 275 ekor burung Madu pengantin.
Ketua Pengurus Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Jamartin Sihite mengatakan 300 lebih orang utan yang saat ini sedang Dalam masa perawatan menunggu pelepasliaran.
Lokasi pelepasliaran merupakan kawasan Hutan Lindung yang berada di bawah pengelolaan KPH III Langsa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved