Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PEMERINTAH tengah menyusun ketentuan mengenai kebutuhan dasar kesehatan (KDK) dan kelas standar bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga keberlangsungan program jaminan sosial kesehatan ke depan.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dari unsur pemerintah Mohamad Subuh di Jakarta, kemarin, mengatakan proses penyusunan tersebut sudah 70% rampung dan akan diselesaikan sebelum 2021. Penerapan KDK dan kelas standar tersebut mulai diterapkan secara bertahap pada 2021 hingga 2022.
“Nanti ke depannya pelayanan berdasarkan kebutuhan dasar kesehatan dan kelas standar. Memang belum final, tapi kita sudah hampir dekat. Saya kira kalau kita sudah susun itu, ini akan lebih smooth lagi bagaimana masalah keberlanjutan dan pembiayaan bisa mengover pelayanan itu sendiri,” kata Subuh.
Kebijakan kebutuhan dasar kesehatan ialah beberapa hal menyangkut pelayanan yang akan diberikan program JKN yang berkaitan dengan keselamatan hidup pasien. Dengan adanya kebijakan KDK ini, ujar Subuh, bisa saja pelayanan kesehatan dan pemberian obat akan ditambah atau dikurangi berdasarkan kebutuhan dasar kesehatan pasien.
“Kebutuhan dasar kesehatan tidak bergantung pada jenis obat dan pelayanan, tapi kebutuhan dasar yang ada, terutama hal-hal yang menyangkut life saving. Misalkan orang yang sakit jantung, dengan tindakan operasi itu bisa menyelamatkan dia, itu termasuk kebutuhan dasar kesehatan. Jadi, kebutuhan dasar kesehatan yang diperlukan seseorang untuk hidup dengan layak,” ujar Subuh.
Kelas standar
Kebijakan kelas standar ialah kelas ruang rawat inap yang khusus diperuntukkan peserta JKN. Anggota DJSN dari unsur ahli Asih Eka Putri menerangkan kebijakan kelas standar didasarkan pada prinsip gotong royong yang menjadi prinsip dasar asuransi sosial seperti program JKN.
Nantinya, kelas rawat inap untuk seluruh peserta JKN dibagi menjadi dua kelas standar, yaitu ruang rawat inap untuk PBI dan non-PBI. Jadi, mereka tidak lagi menerapkan kelas I, II, dan III seperti yang ada sekarang ini. “Sebagai komparasi pada asuransi komersial kita membeli sesuai kemampuan membayar kita. Kalau kita mau kelas rawat inap bagus, kita bayar premi lebih mahal. Asuransi sosial itu tidak mengenal perbedaan manfaat, baik manfaat medis maupun manfaat akomodasi,” pungkas Asih.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang kembali menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan termasuk subsidinya.
Iuran peserta kelas I yang sebelumnya Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu, sedangkan kelas II dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu. Penaikan diberlakukan mulai Juli 2020.
Iuran peserta kelas III yang sebelumnya Rp25.500 menjadi Rp42 ribu, tetapi khusus untuk peserta kategori pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja disubsidi pemerintah Rp16.500 sehingga mereka tetap akan membayar iuran Rp25.500. Namun, per Januari 2021, subsidi iuran dikurangi dan peserta akan membayar iuran Rp35 ribu.(Ant/H-1)
BPJS Kesehatan meluncurkan Open Call for Research Proposal Tahun 2025 pada Senin (16/6) di Jakarta.
BPJS Kesehatan terus menunjukkan komitmennya dalam menjamin keberlangsungan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui sistem pembiayaan layanan kesehatan
MENTERI Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin menyampaikan kesiapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) untuk peserta BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan memastikan bahwa seluruh peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap bisa mengakses pelayanan, baik layanan administrasi kepesertaan JKN maupun layanan kesehatan
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menegaskan BPJS Kesehatan tidak akan gagal bayar di tahun 2025.
JKN menjadi asa bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam mengakses pelayanan di fasiltas kesehatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved