Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Kepolisian Resor Jakarta Pusat baru saja mengungkap kasus pembunuhan bocah berusia 5 tahun, yang dilakukan anak remaja berusia 15 tahun. Diduga, perbuatan keji remaja itu terinspirasi adegan dalam film horor.
Menanggapi hal tersebut, psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel, mengatakan apapun yang dilihat manusia, berpotensi mendorong manusia untuk melakukan hal serupa. Namun, tindakan keji tidak akan terjadi, jika manusia memiliki jiwa sosial yang tinggi.
"Teori klasik, teori belajar sosial. Bahwa apa-apa yang kita indrawi, bisa mendorong untuk melakukan perbuatan serupa. Tapi faktanya, tidak setiap orang yang menonton tayangan kekerasan, lantas menjadi pelaku kekerasan," kata Reza saat dihubungi, Minggu (8/3).
Baca juga: Lemah Asuhan Membuat Anak Jadi Bengis
Reza yang juga anggota Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), menilai kasus tersebut cukup rumit. Di satu sisi, jangan sampai media mengekspos kasus, hingga menstigma pelaku yang masih anak-anak. Akan tetapi, lanjut dia, tak elok jika kasus ini luput dari perhatian masyarakat. Sebab, bisa jadi kasus ini menyangkut kepentingan, bahkan keamanan publik.
"Saya juga berharap ekspos kasus ini tidak berekses pada munculnya sikap mengelu-elukan si anak, karena perilaku ekstremnya. Tidak hanya pengakuan semacam itu yang diinginkan pelaku, tapi juga dikhawatirkan menginspirasi anak-anak lain. Harus diakui ini nampak lebih gampang meledak, ketimbang generasi sebelumnya," papar Reza.
Baca juga: Kekerasan Anak Masih Tinggi, KPAI Ajak Kepedulian Semua Pihak
Lebih lanjut, dia menekankan terdapat empat kondisi yang bercampur pada diri anak dengan perilaku sedemikian rupa. Rinciannya, impulsivity, aggression, manipulativeness dan defiant. Hal itu menjadi tantangan ekstra bagi penyidik.
"Apakah jawaban anak-pelaku adalah benar-benar nyata, atau fabrikasi belaka? Kelak, dengan segala kesantunannya, apakah anak semacam itu memang menyesal atau justru sedang mengikuti aturan, agar nantinya bisa dia manfaatkan?" ucapnya mengkritisi.
"Andai dia bertindak positif di depan konselor, apakah dia sesungguhnya sedang mempelajari suatu siasat tertentu, bahkan tanpa disadari konselornya? Ujungnya, akan diapakan anak yang berkepribadian-berperilaku sedemikian brutal?" imbuh Reza. Dia juga menegaskan hukuman yang akan dijatuhkan kepada sang remaja, harus melalui pertimbangan matang.(OL-11)
Ingin minta maaf dengan tulus? Ini panduan minta maaf dari para ahli.
Dilansir dari The Atlantic, pareidolia merupakan fenomena psikologi saat setiap orang dapat melihat bentuk tertentu pada gambar biasa, namun persepsinya cenderung berbeda dengan orang lain.
Perasaan sedih dan stres saat harus kembali ke rutinitas usai liburan dalam dunia psikologi disebut dengan istilah post holiday blues.
Pondok Pesantren Darunnajah menghadirkan Darunnajah Assessment and Development Center (DADC), sebuah pusat asesmen dan pengembangan psikologis bagi santri, pendidik, dan masyarakat umum.
Pentingnya peran psikologi sebagai disiplin ilmu dan praktik dalam mendukung pembangunan bangsa, terutama dalam menciptakan masyarakat yang sehat secara mental dan berdaya saing.
Saat ini, timnas U-20 sedang menjalani pemusatan latihan di Jakarta, yang dijadwalkan berlangsung sejak 5-30 Januari sebelum tampil di Piala Asia U-20 di Tiongkok.
Melalui pembaruan fitur Pelibatan Keluarga, TikTok berupaya agar orangtua dan wali dapat lebih terlibat dalam mendampingi pengalaman digital anak remaja mereka
Anak dan remaja membutuhkan ruang yang aman dan suportif untuk menyalurkan tekanan emosional yang mereka rasakan, terutama pada masa transisi seperti awal tahun ajaran baru.
Keterlibatan remaja sejak awal menjadi fondasi utama Gerakan RAW termasuk dalam merumuskan nama, nilai, dan arah strategis yang mencerminkan suara dan kebutuhan mereka.
Kasus diabetes pada anak muda makin meningkat akibat pola makan buruk dan gaya hidup pasif. Kenali penyebab, dampak, dan cara pencegahannya sejak dini.
Banyak orang tua lupa memeriksakan kesehatan remaja secara rutin. Padahal, masa remaja rentan terhadap masalah pubertas
3 masalah mental remaja: identitas diri, emosi, dan sosial. Peran orang tua krusial dalam masa tumbuh kembang usia 10–18 tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved